BAB I
PENDAHULUAN
A Latar
Belakang
Nekrolisis Epidermal Toksik pertama kali
dideskripsikan oleh Alan Lylle. Nekrolisis Epidermal Toksik (Sindrom Lylle )
ialah penyakit berat, gejala kulit yang terpenting ialah epidermolisis
generalisata, dapat disertai kelainan pada selaput lendir di orifisium dan mata. Penyakit
ini kejadiannya sulit diprediksi. Beberapa ahli berpendapat bahwa Nekrolisis
Epidermal Toksik adalah manifestasi Sindrom Stevens-Johnson yang lebih berat,
yaitu sampai menyebabkan epidermolisis (Nekrosis Epidermal Toksik terjadi pada
lebih dari 30% dari permukaan tubuh sedangkan Sindrom Stevens-Johnson terjadi
pada kurang dari 10% permukaan tubuh).
Penyebab utama juga alergi obat yang berjumlah
80-95% dari semua pasien. Pada penelitian Departemen Kulit dan Kelamin FKUI
selama 5 tahun (1996–2002) penyebab utama ialah derivat penisilin (24%) disusul
oleh parasetamol (17%) dan karbamazepin (14%). Penyebab yang lain ialah
analgesik/antipiretik yang lain, kotrimoksasol,dilatin, klorokuin, seftriakson,
jamu, dan aditif. Penyakit ini merupakan penyakit kulit yang dapat membahayakan
nyawa dan pada umumnya disebabkan oleh induksi obat–obatan. Reaksi mukokutaneus
mempunyai karekteristik seperti eritama yang luas, nekrosis, bula, dan
pengelupasan lapisan kulit terutama lapisan epidermis dan membran mukosa
sebagai efek dari lepasnya lapisan lapisan kulit. Selain itu, dapat terjadi
sepsis dan berujung pada kematian. Membran mukosa yang mengalami kelainan yaitu
pendarahan gastrointestinal, gangguan pernafasan, abnormalitas ocular, dan
komplikasi genitourinary.
Berdasarkan uraian diatas mengenai NET yang memiliki
begitu banyak masalah dan membahayakan keselamatan jiwa pasien, maka penulis
tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai Nekrolisi Epidermal Toksika (NET)
dan asuhan keperwatan pada klien dengan Nekrolisi Epidermal Toksika (NET).
B Tujuan
- Tujuan
Umum
Mahasiswa mengetahui dan memahami mengenai konsep
dasar dan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Nekrolisi Epidermal Toksika (NET).
- Tujuan
Khusus
Setelah membaca makalah ini diharapkan mahasiswa :
·
Mengerti
konsep dasar penyakit nekrosis epidermal toksis meliputi: pengertian, penyebab,
tanda dan gejala, komplikasi, penatalaksanaan dan test diagnostik nekrosis
epidermal toksis
·
Memahami
dan mampu melakukan pengkajian pada klien dengan Nekrolisi Epidermal Toksika
(NET).
·
Mampu
merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan Nekrolisi Epidermal Toksika
(NET).
·
Mampu
membuat rencana keparawatan pada klien dengan Nekrolisi Epidermal Toksika
(NET).
- MetodePenulisan
Pada penulisan makalah ini kami menggunakan
pendekatan pustaka. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan studi
kepustakaan yaitu mengumpulkan data berdasarkan sumber-sumber tertulis tentang
pandangan dan teori keperawatan tentang Nekrolisi Epidermal Toksika (NET). Data
dikumpulkan dari sumber tertulis yang didapatkan dari internet ataupun
buku-buku yang ada diperpustakaan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
- Anatomi
Kulit
Kulit adalah organ terbesar,tertipis dan
sangat penting. Kulit
mampu memperbaiki sendiri dan merupakan pertahanan tubuh pertama.Pada orang
dewasa luas :1,2-2,3 meter2,tebal 0,05-0,3 cm,berat kurang lebih 15% dari berat
badan.Kulit tersambung dengan membran mukosa pada ostium externa sistem
digestivus,respiratorius,dan urogenitalis. Kelainan kulit mudah terlihat,
keluhan dermatologik umumnya menjadi alasan pasien mencari pelayanan kesehatan.
Lapisan kulit :
a. Epidermis terdiri dari beberapa
lapisan sel:
·
Sratum
korneum: lapisan paling luar terdiri dari lapisan gepeng yang
mati, tidak berinti, protoplasma berubah menjadi keratin
·
Sratum
lusidum: tanpa inti dengan protoplasma berubah jadi protein yang
disebut elerdin, elerdin akan diubah menjadi keratin
·
Sratum
granulosum: terdiri dari 2-4 lapis sel yang berisi
granul (keratohialin) yang dibutuhkan untuk pembentukan keratin. Sitoplasma sel
memiliki kadar enzim yang tinggi, inti sel tidak ada dan bergenerasi. Pada
kulit tipis lapisan ini tidak ada.
·
Sratum
spinosum: terdiri dari bererapa sel berbentuk polygonal yang
besarnya berbeda-beda karena ada prosesnya metosis. Sel ini kaya RNA yang
mensintesis protein untuk produksi keratin
·
Sratum
basale: terdiri dari sel yang berbentuk kubus dan sel pembentuk
melamin yang mengandung pigmen yang mengadakan mitosis dan berfungsi
reproduksi.
b. Dermis
·
Lapisan
lebih tebal daripada epidermis dan membentuk bagian terbesar dari
kulit
·
Terdapat banyak jaringan saraf dan ujung saraf reseptor
sensori somatik
·
Banyak terdapat pembuluh darah->untuk regulasi seluruh
tubuh
·
Dibentuk oleh jaringan pengikat: oleh jaringan kolagen
dan jaringan elastis
·
Jaringan Dermis:
o Pars papilaris (bagian atas) : bagian
yang menonjol epidermis berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah
o Pars retikularis : banyak
mengandung jaringan ikat, folikel rambut, pembuluh darah, saraf, kolagen
-
Tempat menempelnya serat otot rangka (wajah dan kulit
kepala) dan otot polos(arrector pil muscles atau akar rambut )
-
Terdapat reseptor sensori somatik(rasa nyeri, tekanan,
sentuhan, suhu)
c. Subkutis :
-
Lapisan kulit yang paling dalam
-
Pembentukan lemak dan penyimpanan lemak
-
Isolator panas bagi tubuh
-
Sejumlah pembuluh menembus lapisan lemak membentuk
jaringan kapilar yang mensuplai nutrisi dan membantu metabolisme
Adneksa Kulit
a. Kelenjar-kelenjar kulit : terdapat
di lapisan epidermis, terdiri dari:
·
kelenjar
keringat (glandula sudorifera) dibagi 2:
o kelenjar ekrin (yang kecil-kecil)
: letak dangkal dilapisan dermis bermuara di permukaaan kulit. Duktus
bermuara langsung dipermukaan kulit. Menghasilkan sekret encer yang disebut
keringat kurang lebih 1,5liter/ 24jam. Keringat dilepas sebagai reaksi terhadap
kenaikan suhu lingkungan dan suhu tubuh, udara panas dan kering kurnag lebih
6liter/24jam. Sekresi kelenjar ekrin dipengaruhi stres emosional, faktor panas
dan saraf simpatik.
o Kelenjar apokrin : terletak lebih dalam, sekresi lebih dalam dan
keruh yang menghasilkan bau yang khas.
Duktus bermuara kefolikel rambut. Terdapat didaerah aksila, aerola
mamae, pubis, dan saluran telinga luar. Fungsi belum jelas. Kelenjar khusus
dinamakan serumniosal pada telinga luar produksi serumen(wax)
o Kelenjar palit (glandula sebasea/
kelenjar holokrin).
Berkaitan
dengan folikel rambut terdapat diseluruh permukaan kulit, kecuali telapak kaki
dan tangan. Terletak disamping akar rambut, bermuara pada folikel rambut.
Duktus kelenjar sebasea akan mengosongkan sekret minyak, setiap lembar rambut
terdapat kelenjar sebasea, fungsinya: memberi lapisan lemak, menahan evaporasi
b. Kuku
·
Bagian
terminal lapisan korneum yang menebal
·
Akarnya disebut kutiluka: bagian yang terbenam kulit
jari, badan kuku: bagan diatas jaringan lunak ujung jari
·
Pertumbuhan berlangsung seumur hidup, kurang lebih 1
mm/minggu
·
Pertumbuhan jari tangan lebih cepat dari pada jari kaki
dan akan melambat bersamaan dengan proses penuanan.
·
Pertumbuhan jari total 170 hari, dan kuku jari kaki 12-18
minggu
·
Fungsi: melindungi jari tangan kaki, dan menjaga fungsi
sensorik yang berkembang dan meningkatkan fungsi halus seperti angkat benda
kecil.
c. Rambut
·
Tumbuh dalam rongga yang dinamakan folikel rambut, terdiri atas bagian terbenam
dalam kulit (akar rambut) dan bagian yang berada di luar kulit (batang rambut)
·
macam
tipe rambut yaitu
o velus (rambut halus, halus,pendek)
o rambut terminal (dapat
pendek dan teratur
- FISIOLOGI
KULIT :
a. Proteksi / barier fisik
b. Ekskresi
c. Pengatur suhu
d. Pembentuk pigmen
e. Keratinisasi
f. Pembentukan vitamin d
g. Persepsi sensori / perabaan
h. Absorbsi
- PENGERTIAN
·
Alan
Lyell mendeskripsikan nekrolisis epidermal toksik sebagai suatu erupsi yang
menyerupai luka bakar pada kulit. Dengan suatu gangguan kulit yang bisa mengancam
kehidupan, penyakit ini sering disebut Lyell’s
diasese. (Menurut Alan
Lyell, 1957)
·
Nekrolisis
Epidermal Toksik ( N.E.T ) adalah umumnya merupakan penyakit berat, yang
mengakibatkan, terbentukanya jaringan parut pada kornea pada mata. Lesi-lesi
makulo papula dapat menyatu membentuk daerah bula dan nekrosis yang luas
disertai demam (Menurut Sylvia Price, 2006)
·
Nekrolisis
Epidermal Toksik ( N.E.T ) adalah sebuah penyakit kulit dengan tanda memiliki
bulla atau erosi yang menutupi 20% atau lebih dari permukaan tubuh atau
mempengaruhi tiga area anatomi tubuh (Lyell A., 1956)
·
Nekrolisi
Epidermal Toksika adalah suatu penyakit kulit yang bisa berakibat fatal, dimana
terjadfi pengelupasan area kulit lebih
dari 3 cm ( Guillaume et al., 1987)
·
Nekrolisis
epidermal toksik adalah kelainan kulit yang ditandai dengan munculnya beberapa
lesi di kulit yang tidak dapat terkena sinar matahari secara langsung (Lyell A., 1967)
·
Nekrolisis
Epidermal Toksik ( N.E.T ) adalah umumnya merupakan penyakit kulit dengan
munculnya tenderness dalam 48 jam setelah terjadinya rush dan terjadi demam (
Halebian et al., 1990; Rasmussen, 1980)
Nekrolisis epidermal toksik adalah kelainan kulit
yang memerlukan penanganan segera yang paling banyak disebabkan oleh
obat-obatan (Stern & Chan, 1989)
Nekrolisis epidermal toksik adalah kelainan kulit
yang memerlukan penanganan segera yang paling banyak disebabkan oleh obat-obatan.
Meskipun begitu, etiologi lainnya, termasuk infeksi, keganasan, dan vaksinasi,
juga bisa menyebabkan penyakit ini.
- ETIOLOGI
Etiologinya
sama dengan Syndrome Steven Johnson. N.E.T. juga dapat terjadi akibat reaksi
graft versus host.
·
infeksi
(virus,jamur,bakteri,parasit)
·
Sepertiga
kasus nekrolisis epidermal toksika disebabkan oleh suatu reaksi terhadap suatu
obat. Obat yang paling sering menyebabkan penyakit ini adalah:
o
Penisilin,
Allopurinol
o
Antibiotik
yang mengandung sulfonamid
o
Makrolida
o
Quinolon
o
Barbiturat
o
Butason
o
Antikonvulsi
(anti-kejang)
o
Obat
anti peradangan non-steroid
- MANIFESTASI KLINIS
·
Gejala
prodromal : malaise, lelah, mual, muntah, diare, angina, demam, konjungtivitis
ringan, radang mukosa mulut dan genital
·
Beberapa
jam – hari kemudian kelainan kulit : makula, papula,disertai dengan bula yang cepat meluas diwajah, ekstremitas dan badan
·
Lesi
eritema,vesikel,
erosi mukosa pipi, bibir, konjungtiva,
genitalia, anus
·
Alis,
bulu mata rontok + epidermolisis kelopak mata
·
Keadaan
Umum buruk, suhu naik, Kesadaran menurun
·
Tanda
Nikolsky (+) : Jika daerah-daerah kulit yang tampak normal diantara lesi-lesi
digaruk, epidermis dengan mudah terkelupas dari permukaannya.
·
Organ
tubuh : perdarahan
saluran pencernaan,
trakeaitis,
bronkopneumonia, udema
paru, emboli paru, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, syok
hemodinamik dan kegagalan ginjal
·
Sebuah
ruam papular atau makular yang “terbakar atau nyeri” kemerah-merahan dengan
batas tidak tegas kemudian terbentuk membentang mulai dari wajah sampai batang-tubuh
atas. Pelepuhan terjadi dan kemudian bergabung. Epidermis bisa terkelupas.
·
N.E.T.
umumnya terdapat pada orang dewasa. Pada umumnya N.E.T. merupakan penyakit yang
berat dan sering menyebabkan kematian karena gangguan keseimbangan cairan
atau elektrolit atau
karena sepsis. Gejalanya mirip Sindrome Steven Johnson.
·
Penyakit
mulai secara akut dengan gejala prodromal. Penderita tampak sakit berat dengan
demam tinggi, kesadaran menurun (soporokoma).Kelainan kulit mulai dengan
eritema generalisata kemudian
banyak timbul vesikel dan bula, dapat pula disertai purpura. Kelainan pada kulit dapat
disertai kelainan pada bibir dan selaput lendir mulut berupa erosi, ekskoriasi,
dan perdarahan sehingga terbentuk krusta berwarna merah hitam. Kelainan semacam
itu dapat pula terjadi di orifisium genetalia eksterna. Juga dapat disertai
kelainan pada mata seperti pada syndrome Steven Johnson.
·
Pada
N.E.T. yang terpenting ialah terjadinya epidermolisis, yaitu epidermis terlepas
dari dasarnya yang kemudian menyeluruh. Gambaran klinisnya menyerupai
kombustio. Adanya epidermolisis menyebabkan tanda Nikolski positif pada kulit
yang eritematosa, yaitu jika kulit ditekan dan digeser, maka kulit akan
terkelupas. Epidermolisis mudah dilihat pada tempat yang sering terkena tekanan,
yakni pada punggung dan bokong karena biasanya penderita berbaring. Pada
sebagian para penderita kelainan
kulit hanya berupa epidermolisis dan purpura, tanpa disertai erosi, vesikel,
dan bula. Kuku dapat
terlepas (onikolisis). Bronkopneumonia dapat terjadi. Kadang-kadang dapat terjadi
perdarahan di traktus gastrointestinal.
·
Pada
penyakit ini terlihat adanya tiga kelainan
berupa :
o
Kelainan Kulit
Kelainan kulit terdiri atas eritema, papul, vesikel,
dan bula.Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Dapat juga disertai purpura.
o
Kelainan Selaput lendir di orifisium
Kelainan di selaput lendir yang sering ialah pada
mukosa mulut, kemudian genitalia,
sedangkan dilubang hidung dan anus jarang ditemukan. Kelainan berupa vesikal
dan bula yang cepat memecah hingga menjadi erosi dan ekskoriasi serta krusta
kehitaman. Di bibir yang sering tampak adalah krusta berwarna hitam yang tebal.
o Kelainan di mukosa dapat juga
terdapat di faring, traktus respiratorius bagian atas dan esophagus. Stomatitis
ini dapat menyeababkan penderita sukar atau tidak dapat menelan, di faring dapat menimbulkan
keluhan sukar bernafas.(menurut Smeltzer,2002)
- Patofisiologi
Patogenesisnya belum jelas. Ada yang menganggap
bahwa N.E.T. merupakan bentuk berat Sindrome Steven Johnson karena pada
sebagian para penderita Steven Johnson penyakitnya berkembang menjadi N.E.T. Keduanya dapat disebabkan oleh
alergi obat dengan
spectrum yang hampir sama. Anggapan lain N.E.T. berbeda dengan Sindrome Steven
Johnson karena pada N.E.T tidak didapati kompleks imun yang beredar seperti
pada Sindrome Steven Johnson dan eritema multiformis. Gambaran histologiknya
juga berlainan. Patofisiologi
terjadinya nekrolisis epidermal toksik belum jelas, namun, dipercaya bahwa fenomena
immun kompleks yang bertanggung jawab. Salah satu teori menyatakan akumulasi metabolik obat pada epidermis secara
genetik dipengaruhi oleh proses imunologi setiap individu. Limfosit T CD8+ dan
makrofag mengaktifkan proses inflamasi yang menyebabkan apoptosis sel epidermis.
- KOMPLIKASI
·
Komplikasi
pada ginjal berupa nekrosis tubular akut akibat terjadinya ketidakseimbangan
cairan bersama-sama dengan glomerolunefritis.
·
Pengelupasan
membran mukus dalam mulut, tenggorokan, dan saluran pencernaan; ini
menimbulkan kesulitan dalam makan dan minum sehingga mengarah pada dehidrasi
dan kekurangan gizi.
·
Infeksi
kulit oleh bakteri
·
Pengelupasan
konjungtiva dan gangguan-gangguan mata lainnya bisa menyebabkan kebutaan
·
Pneumonia
·
Keterlibatan
saluran genital bisa menimbulkan gagal ginjal
·
Infeksi
sistemik dan septisemia (keracunan darah)
·
Syok
dan gagal multi-organ
- PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
·
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
·
Biopsi
kulit dan hapusan immunofluoresensi harus dipertimbangkan jika diduga pemphigus
atau pemphigoid
·
Laboratorium
o
Leukositosis
o
Enzim
transaminase serum meningkat
o
Albuminuria
: Gangguan keseimbangan elektrolit & cairan
·
Pemeriksaan
Radiologi
o
Untuk
menyingkirkan kemungkinan infeksi : TBC, bronkopneumonia
·
Histopatologi
o
Nekrosis
di seluruh lapisan epidermis, kecuali sratum. Korneum
- Penatalaksanaan
·
Resusitasi
cairan dan elektrolit
·
Antibiotik
intravena untuk infeksi
·
Penatalaksanaan
nyeri
·
Dukungan
gizi yang baik
·
Perawatan
luka dengan kompres NaCl yang dilakukan pada seluruh lesi dan
harus dilakukan dengan hati-hati
·
Debridema
(pengangkatan) jaringan mati secara bedah
·
Steroid
: Deksametason : 20-30 mg/hr, i.v. dibagi 3-4 x/hr. Bl lesi baru (-) dosis di menurun
secara cepat dengan laju 4 x 0,5 mg/hr atau dengan prednison 4-5 mg/hr, oral di turunkan bertahap
·
Anti
Biotik (AB) : therapi AB karena therapi steroid dosis tinggi, mungkin menyebabkan infeksi
atau sepsis
atau menutupi tanda-tanda
infeksi
o Sefotaksim : 3 x 1 gr/hr, i.v.
(maks. 12 gr/hr) dibagi 3-4 x
o Gentamisin : 2 x 60 mg/hr, i.v.
o Netilmisin sulfat : BB > 50 kg
: 2 x 150 mg/hr, i.m. BB <50 kg : 2 x 100 mg/hr,i.m. Rata2 : 4 – 6
mg/kgBB/hr.
o AB dihentikan bila dosis prednison telah mencapai 5 mg/hr & tanda
infeksi hilang
·
Infus
dekstrosa 5 %, NaCl 0,9 %, Ringer laktat = 1: 1: 1
Tujuan : Mengatur dan mempertahankan keseimbangan
cairan dan elektrolit
·
Pemberian
nutrisi dan obat
·
Konsultasi
disiplin ilmu lain : THT, mata, penyakit dalam, gigi mulut dll
·
KCL
3 x 500 mg/hr secara oral – cegah hipokalemia
·
Diet
tinggi protein dan tinggi kalori
·
Bila
perlu transfusi darah jika Hb <10gr/dl
·
B. ASUHAN
KEPERAWATAN
- Pengkajian
Riwayat Kesehatan yang perlu dikaji :
1) Apakah ada alergi kulit dan reaksi alergi
2) Masalah kulit sebelumnya pada diri sendiri dan keluarga
3) Penggunaan obat-obatan
4) Apakah memiliki kanker kulit?
5) Apakah sebelumya mendapatkan vaksinasi?
a. Data Subyktif
Klien mengeluh demam tinggi, malaise, nyeri kepala,
batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan /sulit menelan.
b. Data Obyektif
·
Kulit
eritema, papul, vesikel, bula yang mudah pecah sehingga terjadi erosi yang
luas, sering didapatkan purpura.
·
Krusta
hitam dan tebal pada bibir atau selaput lendir, stomatitis dan pseudo membran di faring
·
Konjungtiva,
perdarahan ulkus kornea, iritis
c. Data Penunjang
·
Laboratorium
: leukositosis atau esosinefilia
·
Histopatologi
: infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah merah,
degenerasi lapisan basalis, nekrosis sel epidermal, spongiosis dan edema
intrasel di epidermis.
·
Imunologi
: deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.
- Diagnosa Keperawatan
·
Gangguan
rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan inflamasi pada kulit
·
Gangguan
integritas kulit berhubungan dengan inflamasi dermal dan epidermal
·
Ansietas
berhubungan dengan keadaan kulit
·
Gangguan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan
·
Gangguan
intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
·
Gangguan
Persepsi sensori: kurang penglihatan berhubungan dengan konjungtifitis
·
Resiko
infeksi b/d hilangnya barier protektif kulit
·
Resiko
kurangnya volume cairan b/d hilangnya cairan jaringan
·
Resiko hipertermi berhubungan dengan kehilangan cairan
dan elektrolit pada jaringan
- Intervensi Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman, nyeri
berhubungan dengan inflamasi pada kulit
·
Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 inflamasi pada kulit
dapat teratasi
·
Kriteria
:
o Melaporkan nyeri berkurang
o Menunjukkan ekspresi wajah/postur
tubuh rileks
o Pasien dapat menunjukkan tehnik
relaksasi yang efektif
o Mengenali factor penyebab dan
menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri
·
Intervensi
o Kaji tingkat nyeri meliputi
lokasi,karakteristik,durasi,frekwensi,kualitas
o Observasi tanda-tanda
ketidaknyamanan non verbal
o Libatkan pasien dalam modalitas
pengurangan nyeri
o Kendalikan factor lingkungan yang
dapat memicu ketidaknyamanan
o Berikan informasi tentang nyeri
o Ajarkan tehnik relaksasi
o Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgetik bila tindakan keperawatan tidak berhasil
b. Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan inflamasi dermal dan epidermal
·
Tujuan
: setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2×24 jam inflamasi dermal dan
epidermal dapat teratasi.
·
Kriteria
:
o Menunjukkan kulit dan jaringan
kulit yang utuh
o Pasien menunjukkan integritas
jaringan efektif
o Pasien menunjukkan penyembuhan
luka (penyatuan kulit,resolusi dari bau luka)
·
Intervensi
o Observasi kulit setiap hari catat
turgor sirkulasi dan sensori serta perubahan lainnya yang terjadi
o Inspeksi luka adanya kemerahan, pembekakan,
adanya granulasi
o Gunakan pakaian tipis dan alat
tenun yang lembut.
o Jaga kebersihan alat tenun.
o Lakukan perawatan luka secara
rutin
o Ajarkan pasien/keluarga prosedur
perawatan luka
o Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang diet tinggi protein,mineral,kalori dan vitamin
o Kolaborasi dengan tim medis
tentang program pengobatan
c. Ansietas berhubungan dengan
keadaan kulit
·
Tujuan
Setelah dilakkan tindakan
keperawatan ansietas dapat teratasi
·
Kriteria
o Ansietas berkurang
o Tidak berperilaku agresif
o Mengkomunikasikan kebutuhan dan
perasaan negatif secara tepat
·
Intervensi
o Kaji tingkat kecemasan pasien
o Bantu pasien mengidentikasikan
situasi yang mencetuskan ansietas
o Dampingi pasien untuk
meningkatkan keamanan dan mengurangi takut
o Jelaskan semua prosedur tindakan
o Instruksikan pasien menggunakan
tehnik relaksasi
o Berikan pengobatan untuk ansietas
d. Gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan
·
Tujuan
: setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1×24 jam pemenuhan nutrisi
pada pasien dapat teratasi.
·
Kriteria
: Menunjukkan berat badan stabil/peningkatan berat badan
·
Intervensi
o Kaji kebiasaan makanan yang
disukai atau tidak
disukai.
o Berikan makanan dalam porsi
sedikit tapi sering.
o Hidangkan makanan dalam keadaan
hangat
o Kerjasama dengan ahli gizi.
e. Gangguan intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelemahan fisik
·
Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 X 24 jam pasien dapat melakukan
aktivitas sehari-hari
·
Kriteria:
Klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas
·
Intervensi
o Kaji respon individu terhadap
aktivitas.
o Bantu klien dalam memenuhi
aktivitas sehari-hari dengan tingkat keterbatasan yang dimiliki klien.
o Jelaskan pentingnya pembatasan
energi.
o Libatkan keluarga dalam pemenuhan
aktivitas klien.
f. Gangguan Persepsi sensori: kurang
penglihatan berhubungan dengan konjungtifitis
·
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat beradaptasi dengan
penglihatannya
·
Kriteria
:
o Kooperatif dalam tindakan
o Menyadari hilangnya pengelihatan
secara permanen
·
Intervensi
o Kaji dan catat ketajaman
pengelihatan.
o Kaji deskripsi fungsional apa
yang dapat dilihat/tidak.
o Sesuaikan lingkungan dengan
kemampuan pengelihatan.
o Kaji jumlah dan tipe rangsangan
yang dapat diterima klien.
o Orientasikan barang-barang dan
alat-alat disekitar klien
o Jauhkan alat-alat yang berbahaya
dari pasien
o Pasang pengaman pada tempat tidur
o Kolaborasi dengan dokter untuk
terapi konjungtivitis
g. Resiko infeksi b/d hilangnya
barier protektif kulit
·
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan resiko infeksi dapat dicegah
·
Kriteria
o Faktor resiko infeksi hilang
o Pasien menunjukkan pengendalian
resiko
·
Intervensi
o Pantau tanda atau gejala infeksi
o Kaji faktor yang meningkatkan
serangan infeksi
o Bantu pasien atau keluarga untuk mengidentifikasi
faktor lingkungan
o Pertahankan tehnik isolasi
o Ajarkan pasien tehnik mencuci
tangan dengan benar
o Ajarkan pada pasien dan keluarga
tanda gejala infeksi
h. Resiko kurangnya volume cairan
b/d hilangnya cairan jaringan
·
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan resiko
kurangnya volume cairan dapat dicegah
·
Kriteria
o Defisit atau kekurangan volume cairan dapat
dicegah
·
Intervensi
o Berikan minum cairan yang sejuk
dan non iritatif
o Pertahankan nutrisi parenteral
o Anjurkan pasien mempertahankan
asupan cairan
o Anjurkan pasien makan sedikit
tapi sering /mengemil camilan yang TKTP
o Jelaskan pentingnya kebutuhan
cairan dan elektrolit untuk mencegah dehidrasi dan syok
o Kolaborasi dengan dokter untuk
resusitasi caiaran dan elektrolit dan pemeriksaan laboratorium : elektrolit
i.
Resiko
hipertermi b/d
hilangnya cairan jaringan
·
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan fase
kritis NET tidak mengalami hipertermi.
·
Kriteria
o Suhu
tubuh dalam rentang normal 36-370C
o CRT
<3detik
o Akral
hangat
·
Intervensi
o Kaji
kondisi luasnya lesi
o Observasi
suhu tubuh
o Hangatkan
suhu kamar
o Berikan minum cairan
o Lakukan
intervensi perawatan luka dengan cepat
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nekrolisis Epidermal Toksik ( N.E.T ) adalah umumnya
merupakan penyakit berat, gejala kulit yang terpenting dan khas adalah
epidermolisis yang menyeluruh, dapat disertai kelainan pada selaput lendir di
orifisium dan mata. N.E.T.
umumnya terdapat pada orang dewasa.Pada umumnya N.E.T. merupakan penyakit yang
berat dan sering menyebabkan kematian karena gangguan keseimbangan
cairan/elektrolit atau karena sepsis.Gejalanya mirip Sindrome Steven Johnson. Steven-johnson syndrome dan Toxic
Epidermal Necrolysis tergolong penyakit Hipersensitivitas terhadap
antigen yang masuk dalam tubuh, terutama disebabkan oleh obat – obatan. Insiden
terjadinya stevens johnson syndrome ini makin meningkat disebabkan karena
sekarang semua obat dapat diperoleh secara bebas. Penyebab dari Stevens Johnson Syndrome dan Toxic
Epidermal Necrolysis ini umumnya adanya hipersensitivitas terhadap obat baik
analgetik atau antipiretik,
antibiotik, jamu, dll ataupun sesuatu yang dapat menimbulkan respon imunologik
terhadap tubuh.
Sedangkan Toxic epidermal Necrolysis dapat merupakan
lanjutan dari Stevens-Johnson syndrome sehingga bila penanganannya tidak cepat
dan tepat dapat menimbulkan kematian.Penatalaksanaannya terhadap resiko
komplikasinya pun berbeda dan lebih komplex dibandingkan dengan Stevens Johnson
Syndrom. Pada kedua
kasus ini pencegahan terhadap resiko komplikasi pada organ lain yang dapat
menimbulkan cacat perlu mendapat perhatian khusus. Sehingga dapat meminimalisasi
resiko komplikasi yang berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien. Pengobatan pada Stevens Johnson
Syndrome dan Toxic epidermal Necrolysis ini pun serupa yaitu dengan pemberian
kortikosteroid. Tingkat
kematiannya bergantung kepada derajat keparahan penyakit dan kualitas
perawatannya ; berkisar dari 5 persen hingga mencapai lebih dari 50 persen.
Proses penyembuhannya lambat dan tergantung kepada kualitas pengobatan, luas
dan keparahan lesi, dan ada tidaknya komplikasi.
B. Saran
Makalah sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu kami sebagai kelompok mengharapkan kritikan dan saran dari dosen pembimbing
dan teman – teman sesama mahasiswa. Selain itu penyakit nekrosis epidermal
toksik ini sangat berbahaya dan kita sebagai host harus bisa menerapkan pola
hidup sehat agar kesehatan kita tetap terjaga.
DAFTAR
PUSTAKA
Arif Muttaqin. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Integumen,
Cetakan Kedua. Jakarta. Salemba Medika.
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Price dan Wilson. 1991. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit Edisi 2. Jakarta: EGC.
Sylvia,
Price. 2005. Patofisiologi konsep klinis,proses penyakit, Edisi 6. Jakarta: EGC
Hamzah, Mochtar. 2002. Nekrolisis
Epidermal Toksik (NET), dalam Djuanda, Adi dkk: Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, Ed.3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Price dan Wilson. 1991. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit Edisi 2. Jakarta: EGC.
Hamzah, Mochtar. 2002. Nekrolisis
Epidermal Toksik (NET), dalam Djuanda, Adi dkk: Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, Ed.3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Parra, Gregory P. 2010. Toxic
Epidermal Necrolysis, diakses 31 Mei 2010 dari http://www.emedicine/787323-overview.htm