Catatan SIngkat Perawat: Asuhan Keperawatan pada Inkontinentia Urine

hallo sobat semua kali ini  akan membagikan penerapan Asuhan Keperawatan Pada Inkontinentia Urine yang admin pernah pelajari semua askep dan pathway terangkum secara singkat dan menarik.semoga terbantu.

Asuhan keperawatan ini merupakan edisi terbaru dan komplit intinya semoga bermanfaat.
Catatan SIngkat Perawat: Asuhan Keperawatan pada Inkontinentia Urine


BAB III
1.      ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN INKONTINENSIA URINE
A.    Pengkajian
1.      Riwayat Kesehatan
a.       Identitas Klien
b.      Riwayat Penyakit
1.      Riwayat Penyakit sekarang
Klien datang dengan keluhan mengalami ketidakmampuan menunda berkemih.
2.      Riwayat Penyakit dahulu
a)      Ada tidaknya obstruksi pada saluran keluarnya urin, misalnya pada pembesaran prostat atau impaksi fekal.
b)      Ada tidaknya infeksi saluran kemih.
c)      Ada tidaknya obesitas.
d)     Ada tidaknya vaginitis atrifik.
e)      Kaji penggunaan obat-obatan dan dosisnya yang pernah dikonsumsi.
f)       Ada tidaknya penggunaan terapi estrogen.
3.      Riwayat Keluarga
4.      Ada tidaknya anggota keluarga yang mengalami penyakit seperti yang dialami klien.
2.      Pemeriksaan Fisik
a.       Sistem cardiovaskuler
Terjadinya peningkatan tekanan darah, biasanya klien bingung dan gelisah, kaji bentuk dada
b.      Sistem neurologi
Anamnese: ada tidaknya status mental, ada tidaknya gangguan kognitif, ada tidaknya gangguan kesadaran, ada tidaknya delirium, depresi atau demensia.
Inspeksi : bentuk mata, sclera, konjungtiva.
Palpasi   : nyeri tekan pada bola mata, warna mukosa konjungtiva, warna mukosa sclera.
c.       Sistem pernafasan
Anamnese : Ada tidaknya kesulitan bernapas, adanya gangguan pola nafas, sianosis karena suplai oksigen menurun.
Inspeksi  : pengembangan dada, frekuensi pernapasan, bentuk hidung, pernapasan cuping hidung, secret
Palpasi   : pengembangan paru pada inspirasi dan ekspirasi, fokal fremitus, nyeri tekan, nyeri tekan pada hidung
Perkusi     : batas jantung, batas paru, ada/tidakn penumpukan secret.
Auskultasi: bunyi paru dan suara napas
d.      Sistem pencernaan
Anamnese: Ada tidaknya nyeri abdomen, ada tidaknya diet yang sedang dijalani, misalnya diet rendah garam, ada tidaknya diare, kehilangan nafsu makan (anoreksia).
Inspeksi    : bentuk abdomen, warna kulit abdomen.
Auskultasi: bising usus , bising vena, pergesekan hepar dan lien.
Perkusi   : batas hepar, batas ginjal, batas lien, ada/tidaknya penimbunan cairan diperut.
Palpasi      : palpasi abdomen untuk melokalisasi nyeri tekan. 
e.       Sistem Genitalia (fokus pengkajian)
1.      Anamnese
Tanyakan pada klien
a.       Kapan inkontinensia urin mulai muncul?
b.      Kebocoran sejumlah kecil urin terjadi ketika apa?
c.       Berapa lama durasi saat berkemih?
d.      Frekuensi berkemih dalam sehari?
e.       Berapa kali sehari inkontinensia terjadi?
f.       Ada tidaknya urine yang menetes di antara waktu miksi, jika ada berapa banyak?
g.      Ada tidaknya penurunan pancaran urin saat berkemih?
h.      Jumlah urin yang dikeluarkan (sedikit, sedang, banyak)
i.        Ada tidaknya aliran yang berlebihan (overflow)
j.        Ada tidaknya berkemih pada malam hari.
k.      Apakah klien menyadari atau merasakan keinginan akan miksi sebelum inkontinensia terjadi?
l.        Apakah klien merasakan kandung kemih terasa penuh?
2.      Inspeksi
a.       Adanya kemerahan, iritasi/lecet dan bengkak pada daerah perineal.
b.      Adanya benjolan atau tumor spinal cord.
3.      Palpasi
a.       Adanya distensi kandung kemih atau nyeri tekan.
b.      Teraba benjolan tumor daerah spinal cord.
4.      Perkusi
Terdengar suara redup pada daerah kandung kemih.
f.       Sistem Integumen
Inspeksi : warna kulit, benjolan.
Palpasi   : nyeri tekan pada kulit.
g.      Sistem muskulokeletal 
Periksa kekuatan otot dan membandingkan dengan ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian.
Ekstremitas Atas :
inspeksi : warna kulit, bentuk tangan.
Palpasi  : nyeri tekan, kekuatan otot.
Ektremitas Bawah:
Inspeksi : warna kulit, bentuk kaki
Palpasi   : nyeri tekan, kekuatan otot.

B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Gangguan eliminasi urin (inkontinensia urin) berhubungan dengan tidak adanya sensasi untuk berkemih dan kehilangan kemampuan untuk menghambat kontraksi kandung kemih.
2.      Gangguan harga diri berhubungan dengan keadaan yang memalukan akibat mengompol di depan orang lain atau takut bau urine.
3.      Resiko insfeksi berhubungan dengan pemasangan kateter dalam waktu lama.
4.      Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan irigasi kosntan oleh urine.
5.      Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
C.     Perencanaan Keperawatan
Gangguan eliminasi urin (inkontinensia urin) berhubungan dengan tidak adanya sensasi untuk berkemih dan kehilangan kemampuan untuk menghambat kontraksi kandung kemih.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mampu mengontrol eliminasi urine.
Kriteria Hasil:
a.    Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia.
b.    Tidak ada distensi bladder.
Intervensi
Rasional
1.    Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering.

2.    Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari.
3.    Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kuraneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal).
4.    Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang telah direncanakan.

5.    Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per hari bila tidak ada kontraindikasi).
Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih yang berlebih.
Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah enuresis.
Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih.


Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine sehingga memerlukan untuk lebih sering berkemih.
Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal.
Gangguan harga diri berhubungan dengan keadaan yang memalukan akibat mengompol di depan orang lain atau takut bau urine.
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan, gangguan harga diri klien hilang atau berkurang.
Kriteria hasil:
a.    Harga diri klien meningkat.
b.    Klien tidak merasa malu.
c.    Klien mampu bersosialisasi dengan orang lain.
Intervensi
Rasional
1.    Kaji tingkat pengetahuan tentang kondisi pengobatan dan ansietas sehubungan dengan situasi.
2.    Diskusikan arti perubahan pada klien.




3.    Tentukan peran klien dalam keluarga dan persepsi klien akan harapan diri orang lain.
4.    Anjurkan orang terdekat memperlakukan klien secara normal dan bukan sebagai orang sakit.
5.    Kecuali dikontraindikasikan, ubah posisi klien setiap 2 jam dan anjurkan masukan sekurang-kurangnya 2400m/hari. Bantu melakukan ambulasi sesuai dengan kebutuhan.
6.    Lakukan tindakan kolaborasi untuk memelihara asam urine, misal: tingkatkan masukan sari buah beri atau berikan obat-obat, untuk meningkatkan asam urine.
Mengidentifikasi luasnya masalah dan perlunya intervensi.

Beberapa klien memandang situasi sebagai tantangan, beberapa sulit menerima perubahan hidup atau penampilan peran dan kehilangan kemampuan kontrol tubuh sendiri.
Penyakit lama atau permanen dan ketidakmampuan untuk memenuhi peran dalam keluarga.
Menyampaikan harapan bahwa klien mampu untuk mempertahankan perasaan.

Untuk mencegah stasis urine.




Asam urine menghalangi tumbuhnya kuman, karena jumlah sari buah berri diperlukan untuk mencapai dan memelihara keasaman urine. Peningkatan masukan cairan sari buah dapat berpengaruh dalam pengobatan infeksi saluran kemih.
Resiko insfeksi berhubungan dengan pemasangan kateter dalam waktu lama.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien mampu:
a.    Berkemih dengan urine jernih tanpa ketidaknyamanan.
b.    Urinalisis dalam batas normal.
c.    Kultur urine meunjukkan tidak adanya bakteri.
Intervensi
Rasional
1.    Berikan perawatan perineal dengan air sabun 3 kali sehari, jika klien inkontinensia, cuci daerah perineal sesegera mungkin.
2.    Jika dipasang kateter, berikan perawatan kateter 2 kali sehari (merupakan bagian dari waktu mandi pagi dan pada waktu akan tidur) dan setelah buang air besar.
3.    Ikuti kewaspadaan umum (cuci tangan sebelum dan sesudah kontak langsung, pemakaina sarung tangan), bila kontak dengan cairan tubuh atau darah menjadi (memberikan perawatan perianal, pengosongan kantong drainase urine, penampungan spesimen urine). Pertahankan teknik asepsis bila melakukan katerisasi, bila mengambil contoh urine dari kateter indwelling.
4.    Ubah posisi klien setiap 2 jam dan anjurkan masukan sekurang-kurangnya 2400ml/hari (kecuali di kontraindikasikan). Bantu melakukan ambulasi sesuai dengan kebutuhan.
5.    Lakukan tindakan kolaborasi untuk memelihara asam urine, misal: tingkatkan masukan sari buah beri atau berikan obat-obatan untuk meningkatkan asam urine.
Perawatan perineal mencegah kontaminasi pada uretra.


Kateter memberikan jalan pada bakteri untuk memasuki kandung kemih dan naik ke saluran perkemihan.

Kewaspadaan umum (cuci tangan dan pemakaian sarung tangan atau APD) mencegah kontaminasi silang.







Ambulasi mencegah stasis urine.




Asam urine menghalangi tumbuhnya kuman. Karena jumlah sari buah beri diperlukan untuk mencapai dan memelihara keasaman urine, peningkatan masukan cairan sari dapat berpengaruh dalampengobatan infeks saluran kemih.
Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan irigasi konstan oleh urine.
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan integritas kulitdapat terjaga.
Kriteria hasil:
a.    Mempertahankan integritas kulit.
b.    Menunjukan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan kulit.
c.    Suhu 370 C dan urine jernih dengan sedimen minimal.
Intervensi
Rasional
1.    Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan adanya kemerahan.
2.    Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa.

3.    Ubah posisi sesering mungkin.


4.    Pertahankan linen kering.

5.    Anjurkan klien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritis.
6.    Anjurkan memakai pakaian katun longgar.

7.    Berikan perawatan kulit.
8.    Pertahankan linen kering.

9.    Anjurkan klien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritis.
10.              Anjurkan memakai pakaian katun longgar.
Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus/infeksi.
Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebih yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan.
Menurunkan tekanan pada edema, jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia.
Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit.
Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera.

Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab menurunkan iskemia.
Mengurangi pengeringan robekan kulit.
Menurun iritasi dermal dan risiko kerusakan cedera.
Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera.

Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan klien mendapatkan pengetahuan tentang pencegahan dan penatalaksanaan kondisinya.
Kriteria hasil:
a.    Menyatakan pemahaman tentang kondisi/proses penyakit, pengobatan, dan prognosis.
b.    Melakukan dengan benar prosedur yang perlu, menjelaskan alasan tindakan.
c.    Melakukan perubahan pola hidup yang perlu.
Intervensi
Rasional
1.    Kaji tingkat pengetahuan dan kesiapan untuk belajar dari klien.

2.    Ajarkan informasi yang diperlukan:
a.       Gunakan kata-kata sesuai tingkat pengetahuan klien.
b.      Pilih waktu kapan klien paling nyaman dan berminat.
c.       Batasi sesi penyuluhan sampai 30 menit atau kurang.
3.    Dorong dan berikan kesempatan untuk bertanya.
Keinginan untuk belajar tergantung pada kondisi fisik klien, tingkat ansietas dan kesiapan mental.
Individualisasi rencana penyuluhan meningkatkan pembelajaran.





Meningkatkan proses belajar, meningkatkan pengambilan keputusan dan menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan.




DAFTAR PUSTAKA
Purnomo, Basuki, 2012. Dasar – Dasar Urologi Edisi ketiga. Jakarta : Sagung Seto
Brunner, Suddarth. 2001. “Keperawatan Medikal Bedah”.Jakarta : EGC.
Sudoyono, A. W. dkk. 2006. Ilmu Keperawatan Dalam Ed. IV. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Black , 2014. Medikal keperawatan bedah. Jakarta : EGC.

Sloane, Ethel.  2005. Anatomi dan fisiologi bagi pemula. Jakarta: EGC.
Nugroho, 2008.Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta : EGC.



Share this

Related Posts

Previous
Next Post »