hallo sobat semua kali ini saya admin anggi setiawan akan membagikan ilmu keperawatan yang admin pernah pelajari semua askep dan pathway terangkum secara singkat dan menarik.semoga terbantu.
kali ini admin akan melanjutkan artikel kemarin yaitu tentang Stop Seks Bebas #2: Faktor Penyebab Seks Bebas, Akibat Yang Ditimbulkan dari Seks Bebas dan Penanggulangannya.
E. FAKTOR PENYEBAB SEKS BEBAS
Menurut Ghifari (2003)
perilaku negatif remaja terutama hubungannya dengan penyimpangan seksualitas,
pada dasarnya bukan murni tindakan diri mereka sendiri, melainkan ada
faktor pendukung atau yang mempengaruhi dari luar. Faktor-faktor yang menjadi
sumber penyimpangan tersebut adalah:
1. Kualitas diri remaja itu sendiri seperti,
perkembanggan emosional yang tidak sehat, mengalami hambatan dalam pergaulan
sehat, kurang mendalami norma agama, ketidakmampuan menggunakan waktu luang.
2. Kualitas keluarga yang tidak mendukung anak
untuk berlaku baik, bahkan tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tua dan
pergeseran norma keluarga dalam mengembangkan norma positif. Disamping itu
keluarga tidak memberikan arahan seks yang baik.
3. Kualitas lingkungan yang kurang sehat, seperti
lingkungan masyarakat yang mengalami kesenjangan komunikasi antar tetangga.
4. Minimnya kualitas informasi yang masuk pada
remaja sebagai akibat globalisasi, akibatnya anak remaja sangat kesulitan atau
jarang mendapatkan informasi sehat dalam seksualitas.
Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Keluarga
Kaiser (Kaiser Family Foundation) (dalam Dariyo, 2004), hal-hal
yang mendorong remaja melakukan hubungan seks di luar pernikahan adalah:
a. Hubungan seks: bentuk
penyaluran kasih sayang yang salah dalam masa pacaran. Seringkali remaja
mempunyai pandangan yang salah bahwa masa pacaran merupakan masa di mana
seseorang boleh mencintai maupun dicintai oleh kekasihnya. Dalam hal ini,
bentuk ungkapan rasa cinta (kasih sayang) dapat dinyatakan dengan berbagai
cara, misalnya, pemberian hadiah bunga, berpelukan, berciuman, dan bahkan
melakukan hubungan seksual. Dengan anggapan yang salah ini, maka juga akan
menyebabkan tindakan yang salah. Karena itu, sebelum pacaran, sebaiknya orang
tua wajib memberi pengertian yang benar kepada anak remajanya agar mereka tidak
terjerumus pada tindakan yang salah.
b. Kehidupan iman yang
rapuh. Kehidupan beragama yang baik dan benar ditandai dengan pengertian, pemahaman
dan ketaatan dalam menjalankan ajaran-ajaran agama dengan baik tanpa
dipengaruhi oleh situasi kondisi apapun. Dalam
keadaan apa saja, orang yang taat beragama, selalu dapat menempatkan diri dan
mengendalika diri agar tidak berbuat hal-hal yang bertentanggan dengan ajaran
agama. Dalam hatinya, selalu ingat terhadap Tuhan, sebab mata Tuhan selalu
mengawasi setiap perbuatan manusia. Oleh karena itu, ia tak akan melakukan
hubungan seksual dengan pacarnya, sebelum menikah secara resmi. Ia akan menjaga
kehormatan pacarnya, agar terhindar dari tindakan nafsu seksual sesaat. Bagi
individu yang taat beragama, akan melakukan hal itu sebaik-baiknya. Sebaliknya,
bagi individu yang rapuh imannya, cenderung mudah melakukan pelanggaran
terhadap ajaran-ajaran agamanya. Agama hanya dijadikan sebagai kedok atau
topeng untuk mengelabui orang lain (pacar), sehingga tak heran, kemungkinan
besar orang tersebut dapatmelakukan hubungan seksual pranikah.
c. Faktor
kematangan biologis. Dapat diketahui bahwa masa remaja ditandai dengan adanya
kematangan biologis. Dengan kematangan biologis, seorang remaja sudah dapat
melakukan fungsi reproduksi sebagai mana layaknya orang dewasa lainnya, sebab
fungsi organ seksualnya telah bekerja secara normal. Hal ini membawa
konsekuensi bahwa seorang remaja akan mudah terpengaruh oleh stimulasi
yang merangsang gairah seksualnya, misalnya, dengan melihat film porno, cerita
cabul. Kematangan biologis yang tidak disertai dengan kemampuan mengendalikan
diri, cenderung berakibat negatif, yaitu terjadi hubungan seksual pranikahdi
masa pacaran remaja. Sebaliknya, kematangan biologis, disertai dengan kemampuan
pengendalian diri akan membawa kebahagiaan remaja dimasa depannya, sebab ia
tidak akan melakukan hubungan seksual pranikah.
Berdasarkan penjelasan di
atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya perilaku seks bebas yaitu kualitas diri yang rendah, kualitas
keluarga, kualitas lingkungan yang kurang sehat, minimnya kualitas informasi
yang masuk, bentuk penyaluran kasih sayang yang salah dalam masa pacaran, dan
kematangan biologis yang tidak disertai dengan kemampuan mengendalikan diri,
cenderung berakibat negatif, yaitu terjadi hubungan seksual pranikah dimasa pacaran.
F. AKIBAT YANG DITIMBULKAN SEKS BEBAS
Menurut Wilson (dalam
Ghifari, 2003), bahaya free sex mencakup bahaya bagi perkembangan mental
(psikis), fisik dan masa depan remaja itu sendiri. Secara terperinci berikut
ini lima bahaya utama free seks:
1.
Menciptakan
kenangan buruk.
Masih
dikatakan “untung” jika hubungan pranikah itu tidak ada yang
mengekspos. Si gadis atau si jejaka terlepas dari aib dan cemoohan masyarakat.
Tapi jika ternyata diketahui masyarakat, tentu yang malu bukan saja dirinya sendiri
melainkan keluarganya sendiri dan peristiwa ini tidak akan pernah terlupakan
oleh masyarakat sekitar. Hal ini tentu saja menjadi beban mental yang berat.
2. Kehamilan yang
tidak diharapkan (unwanted pregnancy).
Unwanted pregnancy membawa
remaja pada dua pilihan, melanjutkan kehamilan atau menggugurkannya. Hamil dan melahirkan dalam usia remaja merupakan salah satu
faktor risiko kehamilan yang tidak jarang membawa kematian ibu. Menurut Wibowo
(1994) terjadinya perdarahan pada trisemester pertama dan ketiga, anemi dan
persalinan kasip merupakan komplikasi yang sering terjadi pada kehamilan
remaja. Selain itu kehamilan di usia muda juga berdampak pada anak yang
dikandung, kejadian berat bayi lahir rendah (BBLR) dan kematian perinatal
sering dialami oleh bayi-bayi yang lahir dari ibu usia muda. Menurut Affandi
(1995) tingkat kematian anak pada ibu usia muda mencapai 2-3 kali dari kematian
anak yang ibunya berusia 20-30 tahun.
Kehamilan yang terjadi akibat seks pranikah bukan saja
mendatangkan malapetaka bagi bayi yang dikandungnya juga menjadi beban mental
yang sangat berat bagi ibunya mengigat kandungan tidak bisa di sembunyikan, dan
dalam keadaan kalut seperti ini biasanya terjadi depresi, terlebih lagi jika
sang pacar kemudian pergi dan tak kembali.
3. Pengguguran kandungan dan pembunuhan bayi.
Banyak kasus bayi mungil yang baru lahir dibunuh ibunya.
Sebagian dari bayi itu dibungkus plastik hidup-hidup, dibuang di kali, dilempar
di tong sampah, dan lain-lain, ini suatu akibat dari perilaku binatang yang
pernah dilakukannya. Selain melanjutkan
kehamilan tidak sedikit pula mereka yang mengalami unwanted pregnancy melakukan
aborsi. Lebih kurang 60 % dari 1.000.000 kebutuhan aborsi dilakukan oleh wanita
yang tidak menikah termasuk para remaja. Sekira 70-80 % dari angka itu termasuk
dalam kategori aborsi yang tidak aman (unsafe abortion) yang juga merupakan
salah satu factor yang menyebabkan kematian ibu.
4. Penyakit Menular Seksual (PMS) – HIV/AIDS
Dampak lain dari perilaku seks bebas
remaja terhadap kesehatan reproduksi adalah tertular PMS termasuk HIV/AIDS.
Para remaja seringkali melakukan hubungan seks yang tidak aman dengan kebiasaan
dengan berganti-ganti pasangan dan melakukan anal seks menyebabkan remaja
semakin rentan untuk tertular PMS/HIV seperti sifilis, gonore, herpes,
klamidia, dan AIDS. Dari data yang ada menunjukkan bahwa diantara penderita
atau kasus HIV/AIDS 53% berusia antara 15-29 tahun.
Si wanita atau si pria yang dulu
pernah melakukan hubungan pranikah waktu pacaran lalu putus, cenderung ingin
melakukan hubungan serupa dengan pria atau wanita lain mengigat seks sifatnya
adiktif (ketergantungan), suatu waktu ia akan merasa “lapar” untuk melakukan
hubungan intim dengan pasangan lain. Jika hal
ini terus dilakukan, maka buka hal mustahil akan terjangkit penyakit kelamin.
5. Keterlanjuran dan timbul rasa kurang hormat.
Perilaku seks bebas (free
sex) menimbulkan suatu keterlibatan emosi dalam diri seorang pria dan wanita.
Semakin sering hal itu dilakukan, semakin mendalam rasa ingin mengulangi
sekalipun sebelumnya ada rasa sesal. Terlebih lagi bagi wanita, setiap ajakan
sang pacar sangat sulit untuk ditolak karena takut ditinggalkan atau
diputuskan. Sementara itu bagi laki-laki, melihat pasangannya begitu mudah
diajak, akan terus berkurang rasa hormat dan rasa cintanya.
6. Psikologis
Dampak lain dari perilaku
seksual remaja yang sangat berhubungan dengan kesehatan reproduksi adalah
konsekuensi psikologis. Kodrat untuk hamil dan melahirkan menempatkan remaja
perempuan dalam posisi terpojok yang sangat dilematis. Dalam pandangan
masyarakat, remaja putri yang hamil merupakan aib keluarga yang melanggar
norma-norma sosial dan agama. Penghakiman social ini tidak jarang meresap dan
terus tersosialisasi dalam diri remaja putri tersebut. Perasaan bingung, cemas,
malu, dan bersalah yang dialami relaja setelah mengetahui kehamilannya
bercampur dengan perasaan depresi, pesimis terhadap masa depan yang kadang
disertai dengan rasa benci dan marah baik kepada diri sendiri maupun kepada
pasangan, dan kepada nasib yang membuat kondisi sehat secara fisik, sosial, dan
mental yang berhubungan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi remaja
tidak terpenuhi.
G. PENANGGULANGAN DAMPAK SEKS BEBAS
Ada beberapa upaya prefentif yang bisa dilakukan untuk penanggulangan
dampak seks bebas, antara lain:
1. Pendidikan
agama dan akhlak.
Pendidikan agama wajib
ditanamkan sedini mungkin pada anak. Dengan adanya dasar agama yang kuat dan
telah tertanam pada diri anak, maka setidaknya dapat menjadi penyaring (filter) dalam
kehidupannya. Anak dapat membedakan antara perbuatan yang harus dijalankan dan
perbuatan yang harus dihindari.
2. Pendidikan seks
dan reproduksi.
Pada umumnya orang menganggap
bahwa pendidikan seks hanya berisi tentang pemberian informasi alat kelamin dan
berbagai macam posisi dalam berhubungan kelamin. Hal ini tentunya akan membuat
para orangtua merasa khawatir. Untuk itu perlu diluruskan kembali pengertian
tentang pendidikan seks. pendidikan seks berusaha menempatkan seks pada
perspektif yang tepat dan mengubah anggapan negatif tentang seks. Dengan
pendidikan seks kita dapat memberitahu remaja bahwa seks adalah sesuatu yang
alamiah dan wajar terjadi pada semua orang, selain itu remaja juga dapat
diberitahu mengenai berbagai perilaku seksual berisiko sehingga mereka dapat
menghindarinya.
Remaja perlu mengetahui
kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang benar mengenai proses
reproduksi serta berbagai faktor yang ada di sekitarnya.Dengan informasi yang
benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab
mengenai proses reproduksi.
Pendidikan seks merupakan
bagian dari pendidikan kesehatan reproduksi sehingga lingkup pendidikan
kesehatan reproduksi lebih luasPendidikan kesehatan reproduksi mencakup seluruh
proses yang berkaitan dengan sistem reproduksi dan aspek-aspek yang
mempengaruhinya, mulai dari aspek tumbuh kembang hingga hak-hak reproduksi.
Sedangkan pendidikan seks lebih difokuskan kepada hal-hal yang berkaitan dengan
kehidupan seks.
3. Bimbingan orang tua.
eranan orang tua merupakan
salah satu hal terpenting dalam menyelesaikan permasalahan ini. Seluruh orang
tua harus memperhatikan perkembangan anak dan memberikan informasi
yang benar tentang masalah seks dan kesehatan reproduksi kepada anak. Orang tua
berkewajiban memberikan pendidikan kesehatan reproduksi kepada anak sedini
mungkin saat anak sudah mulai beranjak dewasa. Hal ini merupakan salah satu
tindakan preventif agar anak tidak terlibat pergaulan bebas dan
dampak-dampak negatifnya. Selain
itu orang tua juga harus selalu mengawasi pergaulan anaknya. Dengan siapa mereka bergaul dan apa saja yang mereka lakukan
di luar rumah. Setidaknya harus ada komunikasi antara anak dengan orang tua
setiap saat. Apabila anak menemukan masalah, maka orang tua berkewajiban untuk
membantu mencarikan solusinya.
4. Meningkatkan
aktivitas remaja ke dalam program yang produktif.
Melatih dan mendidik para
remaja yang telah dipilih untuk menjadi anggota suatu organisasi, misalnya
Karang Taruna, Karya Ilmiah Remaja, Pusat Informasi dan Konseling Pendidikan
Reproduksi Remaja (karena remaja biasanya dapat lebih mudah melakukan
komunikasi dan membicarakan masalah tersebut antara sesamanya), dan
kegiatan-kegiatan lain yang bermanfaat.