hallo sobat semua kali ini saya admin anggi setiawan dan Rekan perjuangan akan membagikan ilmu Perkuliahan dan Materi SD,SMP dan SMA yang admin pernah pelajari dalam perjalanan hidup admin. semua akan terangkum secara singkat dan menarik.semoga terbantu.
Hukum internasional sering juga disebut hukum
bangsa-bangsa, hukum antar bangsa, atau hukum antar Negara. istilah-istilaln
tersebut merupakan terjemahan dari bahasa asing, scperti law of nations droit
de gens, atau Voelkerrecht, Namun demikian, jika diperhatikan, istilah-istilah
yang dipakai itu menunjukkan perkembangan dari pengertian hokum internasional
itu sendiri.
Hukum internasional atauHukum bangsa-bangsa (law of nation,
droit de gens, atau Voeikerrecht ) yang berasal dari istilah dalam
hukum Romawi, “ius gentium”, dalam arti yang semula bukanhanya bcrarti hukum
yang berlaku di antara bangsa-bangsa, tetapi juga merupakan kaidah-kaidah dan
asa-asas hukum yang mengatur hubungan antara orang romawi dan orang bukan
Romawi, serta orang bukan Romawi satu sama lain. Hal itu dapat terjadi karena
berada dalam suasana kehidupan masa imperium (kerajaan).
Dalam
perkembangannya, terutama karena perubahan peta bumi politik (setelah perang
dunia II), muncullah Negara-negara baru, yang dikenal sebagai zamannya
Negara-negara(nation-state). Oleh karena itu, dipakai istilah hukum antarbangsa atau hukum antar negara
sebaga ikaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan antara anggota-anggota
masyarakat bangsa-bangsa atau Negara-negara, dalam pengertian nama
Negara-negara yang kita kenal sekarang ini,seperti Indonesia, India, dan
Malaysia.
Perkembangam
selanjutnya, ketika subjek hukum internasional, tidak hanya Negara, tapi juga
mencakup orang perorangan (individu}, tahta suci, palang merah intenasional ,
dan organisasi internasionai, istilah yang dipakai pun menjadi hukum
internasional.
Hukum internasional merupakan suatu tertib hukum
koordinasi antara anggota Masyarakat internasional yang sederajat dalam hal ini
kita periu memahami pemakain istilah“masyarakat internasiona” dan “Negara
dunia"
Hukum Internasional ialah keseluruhan kaedah dan
asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara:
·
negara dengan negara;
·
negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau
subyek hukum bukan negara satu sama lain.
Berdasarkan
perkembangan dunia saat ini, ada beberapa pakar hokum internasional yang
mengungkapkan istilah yang tepat untuk hokum internasional. Mereka ada yang
menyebut hokum dunia (world law). Menurut Mochtar Kusumaatmadja, dalam buku
“Pengantar Hukum Internasional”, kedua istilah tersebut ada kemungkinannya.
Jika kita memilih istilah “Hukum Internasional” (sebagai tertib koordinasi),
hal hal itu lebih sesuai dengan kenyataan dunia saat ini, sedangkan istilah
“hokum dunia” (sebagai tertib hukum subordinasi) merupakan suatu hal yang saat
ini masih jauh dari kenyataan.
Makna
hukum internasional, dapat diaartikan sebagai sekumpulan hokum yang sebagian
besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang mengatur
tentang perilaku yang harus ditaati oleh Negara-negara dan oleh karena itu
harus di taati dalam hubungannya dengan Negara lain.
Jika
dilihat dari dari persoalan yang dibahas, hokum internasional (International
Law) dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a.
Hokum perdata internasional, yaitu keseluruhan
peraturan dan asas hokum tentang persoalan-persoalan perdata antarwarga Negara
yang melintasi batas Negara.
b.
Hokum public internasional (hokum antarnegara),
yaitu hokum tentang persoalan-persoalan yang melintasi batas Negara yang bukan
bersifat perdata. Misalnya pengiriman duta, batas wilayah suatu Negara,
ekstradisi, dan sebaginya. Hokum public inilah yang sering dibahas sebagai
hokum internasional.
Dengan
demikian, persamaan antara hukum internasional (publik) dan hokum perdata
internasional ialah keduamya mengatur hubungan-hubungan atau persoalan yang
melintasi batas-batas Negara-negara (internasional), sedangkan perbedaannya
terletak dalam sifat hukum dari hubungan atau persoalan yang diaturnya
(obyeknya).
Adapun
dalam arti modern, hokum internasioanl dapat dibagi dua, yaitu :
a.
Hokum tertulis adalah hokum internasional yang
berupa perjanjian antarnegara dalam bentuk tertulis (International Agreement
Inwritten Form).
b.
Hokum tidak tertulis adalah hokum internasional
antarnegara dan subjek hokum lainnya dalam bentuk tidak tertulis (International
Agreement Not in Written Form), misalnya pernyataan Presiden Prancis George
Pompidow kepada masyarakat dunia untuk tidak mengulang percobaan bom nuklir.
Beberapa sarjana menyatakan pendapatnya tentang hokum
internasional, antara lain :
a.
Hugo de Groot
(Grotius), dalam bukunya De Jure Belli ac Pacis (perihal perang dan
damai) mengemukakan bahwa hokum dan hubungan internasional didasarkan pada
kemauan bebas dan persetujuan beberapa atau semua Negara. Ini ditujukan demi
kepentingan bersama dari mereka yang menyatakan diri di dalamnya.
b.
Sam Suhaedi, berpendapat bahwa hokum internasional
merupakan himpunan aturan-aturan, norma-norma, dan asas yang mengatur pergaulan
hidup dalam masyarakat internasional.
c.
J.G. Strake, menyebutkan bahwa hokum internasional
adalah sekumpulan huku (body of law) yang sebagian besar terdiri atas asas-asas
dan karena itu biasanya ditati dalam hubungan Negara-negara satu sama lain.
d.
Mochtar Kusumaatmadja, menyatakan bahwa hokum
internasional adalah keseluruhan kiedah dan asas yang mengatur hubungan atau
persoalan yang melintasi batas-batas Negara, anatara Negara dengan Negara, dan
Negara dengan subjek hokum internasional lainyya yang bukan Negara atau subjek
hokum bukan Negara satu sama lain.
e.
Prof. Charles Cheney Hyde, dalam bukunya
“Internationaln Law” yang meliputi peraturan-peraturan hokum mengenai
pelaksanaan fungsi lembaga-lembaga, organisai-organisai internasioanl, hubungan
lembaga-lembaga dan organisasi-organisai itu masing-masing, serta hubungannya
dengan Negara-negara dan individu-individu, dan peraturan-peraturan hokum
tersebut mengenai individu-individu dan kesatuan-kesatuan bukan Negara,
sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban individu dan kesatuan itu merupakan
masalah persekutuan internasional.
f.
Dari beberapa definisi hokum internasional di
atas, kita dapat menyimoulkan bahwa hokum internasional merupakan hokum yang
mengatur hubungan hokum antarnegara dan Negara, Negara dan subjek hokum lain
bukan Negara, atau subjek hokum bukan Negara satu sama lain.
“Asas Hukum Internasional”
Hukum
internasional diberlakukan dalam rangka menjaga hubungan dan kerja sama antaar
Negara. Karena itu, hokum tersebut tidak boleh dibuat tanpa memperhatikan
kepentingan masing-masing Negara. Untuk itu diperlukan asas hokum internasional
dalam rangka menjalin hubungan antarbangsa. Asas-asas tersebut, yaitu :
a.
Asas territorial
Asas
territorial didasarkan pada kekuasan Negara atas daerahnya. Menurut asas ini,
Negara melaksanakan hokum bagi semua orang dan semua barang yang ada di
wilayahnya. Jadi, terhadap semua barang atau orang yang berada di luar wilayah
tersebut berlaku hokum asimg (internasional) sepenuhnya.
b.
Asas kebangsaan
Asas
kebangsaan didasarkan pada kekuasaan Negara untuk mengatur warga negaranya.
Menurut asas ini, semua warga Negara dimanapun berada, tetap berada dibawah
jangkauan hokum Negara asalnya. Asas ini mempunyai kekuatan extratorial.
Artinya, hokum suatu Negara tetap berlaku bagi warga negaranya, walupun dia
berada di Negara lain.
c.
Asas kepentingan umum
Asas
kepentingan umum didasarkan kewenengan negara untuk melindungi dan mengatur
kepentingan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini, Negara dapat
menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan peristiwa yang bersangkut paut
dengan kepentingan umum. Jadi, hokum tidak terikat pada batas-batas wilayah
suatu Negara. Asas kepentingan umum terbagi ke dalam dua bagian, yaitu :
1. Asas persamaan derajat
Hubungan
antarbangsa hendaknya didasarkan pada asas bahwa Negara yang berhubungan adalah
Negara yang berdaulat. Secara formal Negara-negara di dunia sudah sama
derajatnya. Tetapi secara factual dan substansial masih terjadi ketidaksamaan
derajat, khususnya dalam bidang ekonomi.
2. Asas keterbukaan
Dalam
hubungan antarbangsa yang berdasarkan hokum internasional, diperlukan adanya
kesedian masing-masing pihak untuk memberikan informasi secara jujur dan
dilandasi rasa keadilan.
Terdapat juga asas hokum public internasional yaitu :
1.
Asas equality, yaitu asas persamaan derajat di
antara Negara yang mengadakan hubungan.
2.
Asas courtesy, yaitu adanya saling menghormati
antarnegara yang mengadakan hubungan.
3.
Asas reciprocity, yaitu adanya hubungan timbal
balik dan saling menguntungkan antarnegara yang mengadakan hubungan.
4.
Asas sunt servada, yaitu harus adanya kejujuran
antarpihak dalam menaati perjanjian yang disepakati.
keempat
asas ini menjadi kekuatan hokum dan moral bagi semua Negara yang mengikatkan
diri dalam perjanjian internasional. Asas ini dapat diaartikan bahwa setiap
perjanjian internasional yang telah disepakati bersama harus ditaati dan
dilaksanakan oleh semua pihak tanpa ada pengingkaran (pasal 26 Konvensi Wina
1969). Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan kerugiaan bagi Negara yang
mengikat diri.
Dalam
perjanjian internasional pun dikenal asas jus cogenst, maksudnya bahwa
perjanjian internasional dapat batal demi hokum jika pada pembentukannya
bertentangan dengan suatu kaidah dasar hokum internasional umum (pasal 53
Konvensi Wina 1969). Jika timbul jus cogenst baru, maka perjanjian
internasional yang mengandung jus cogenst tidak berlaku lagi dan para Negara
dibebaskan dari kewajiban-kewajiban untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan
perjanjian tersebut. Namun demikian, hak-hak dan kewajiban-kewajiban hokum
serta keadaan hokum tertentu yang telah diperoleh Negara peserta berdasarkan
perjanjian tersebut tidak langsung menjadi batal, kecuali bila hak, kewajiban,
dan keadaan tersebut jelas bertentangan dengan jus cogenst yang baru (pasal 7
Konvensi Wina 1969).
Adapun salah satu asas dalam hokum pidana internasional adalah
nebis in dem. Maksud dari asas tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Tidak seorang pun dapat diadili sehubungan dengan
perbuatan kejahatan yang untuk itu bersangkutan telah diputus bersalah atau
dibebaskan, kecuali apabila dalam status karena keaadaan tertentu ada ketentuan
yang memungkinkan untuk itu.
2.
Tidak seorang pun dapat diadili di pengadilan lain
untuk kejahatan yang di rumuskan dalam pasal 5, di mana orang tersebut telah di
hokum atau di bebaskan oleh pengadilan pidana internasional.
3.
Tidak seorang pun yang telah diadili oleh suatu
pengadilan di suatu Negara mengenai pebuatan yang dilarang berdasarkan pasal 6,
7, dan pasal 8 boleh diadili berkenan dengan perbuatan yang sama, kecuali jika
proses prakara dalam pengadilan dilakukan oleh Negara tertentu.
Adapun pengadilan yang dimaksud :
a.
Bertujuan untuk melindungi orang yang
bersangkutan, dari pertanggungjawaban pidana untuk kejahatan yang berbeda di
dalam yurisdikasi Mahkamah Pidana Internasional (Internasional Criminal Court).
b.
Perbuatan tidak dilakukan mandiri dan dilakukan
dengan cara yang tidak sesuai dengan
alasan diajukannya yang bersangkutan ke depan pengadilan dan tidak selaras
dengan kaidah hukukum internasional (pasal 20).
Selain nebis in idem, hokum pidana internasional pun mengenal
asas-asas, antara lain :
1.
asas legalitas (nullum crimen sine lege atau nulla
poena sine lege) melalui asas ini hendak diteknakan bahwa ICC hanya dapat
menjatuhka pidana hanya berdsarkan pada Statuta Roma 1998. berlakunya asas ini
tidak bisa diperluas dengan analogi.
2.
asas non-retroactive ratio personae (asas tidak
boleh berlaku surut) ICC hanya dapat menerapkan yuridiksi kriminalnya terhadap suatu
kejahatan yang dilakukan setelah Statuta Roma 1998 berlaku efektif, yaitu sejak
tanggal 1 Juli 2002 setelah tercapai 60 ratifikasi. Terhadap kejahatan
internasional (pelanggaran HAM berat) yang dilakukan sebelum tanggal 1 Juli
2002, ICC tidak mempunyai kewenangan untuk mengadili.
3.
asas pertanggungjawaban pidana secara individual
(individual criminal responbility) seorang yang melakukan kejahatan dibawah
yurisdiksi ICC hanya dapat dipertanggungjawabkan secara individual. Jadi dalam
hal ini ICC tidak dapat menjatuhkan pidana terhadap suatu negara akibata tindak
pidana yang dilakukan oleh pejabatanya, meskpun perbuatannya dilakukan oleh
pejabatnya, meskipun perbuatanya dilakuka dalam konteks sebagai pimpinana
negara.
4.
asas kesalahan fakta atau kesalahan hukum (mistake
of fact or mistake of law principle) kesalahan fakta dapat dijadikan dasar
untuk dijadikan alasan penghapusan pertanggungjwaban pidana, keculai sikap
batin yang disyaratakan oleh kejahatan itu dipenuhi. Sementar itu kesesatan
mengenai hukumnya tidak dijadikan alasan penghapus pertanggungjawaban
pidana,kecuali sikap batin yang disyaratkan oleh kejahatan itu dipenuhi.
5.
asas ne bis in idem berlakunya asas ne bis in idem
ini tidak berlaku absolut, karena berlakunya dibatasi dengan asas complementary
yang menjadi asas dasar ICC. Maksudnya ICC dapat mengadili perkara pelanggara
HAM berat yang telah diadili/diputus oleh pengadilan suatu negara. Menurut
penilaian ICC pengadilan tersebut bertujuan melindungi terdakwa dari pertanggungjawaban
pidana dan atau proses pengadilan berjalan tidak bebas atau putusan pengadilan
memihak.
6.
asas presumption of innocence seseorang hanya
dapat dianggap bersalah setelah adanya keputusna pengadilan yang tetap.
7.
asas responbility of commanders and other
superiors seorang komandan (untuk militer) atau atasan (sipil) bertanggungjawab
terhadap akibat tindak pidana yang dilakukan oleh bawahannya. dari Namun ada hal-hal yang mengecualikan pertanggungjawaban
tersebut, yaitu terdiri apabila :
a.
bawahan tersebut berada dalam kewajiban hukum
untuk menuruti perintah dari pemerintah atau atasan yang bersangkutan;
b.
orang tersebut tidak tahu bahwa perintah itu
melawan hukum,
c.
perintah itu tidak nyata-nyata melawan hukum.
Dan Ada banyak hal yang harus digaris bawahi
dalam Statuta Roma ini salah satunya adalah diakuinya prinsip komplementaritas,
yaitu bahwa mahkamah pidana internasional merupakan pelengkap bagi yuridiksi
pidana nasional (pasal 1). Ini berarti bahwa Mahkamah harus mendahulukan sistem
nasional, kecuali jika sistem nasional yang ada benar-benar unable dan/atau
unwilling dan pada kahirnya tidak menuntut (decided not the prosecute)
pelanggaran HAM berat di negara yang bersangkutan maka ICC dapat mengadilinya.
Sementara
itu, dalam hokum diplomatik dan konsuler dikenal asas inviolability dan
immunity. Dalam pedoman tertib diplomatik dan protokoler, inviolability
merupakan terjemahan dari inviolable yang artinya seorang pejabat diplomatic
tidak dapat ditangkap atau ditahan oleh alat perlengkapan Negara penerima dan
sebaliknya, Negara penerima berkewajiban untuk mengambil langkah-langkah demi
mencegah serangan atas kehormatan dan kekebalan pribadi pejabat diplomatik yang
bersangkutan. Berbeda halnya, dengan asas immunity, yang berarti bahwa pejabat
diplomatik kebal terhadap yurisdiksi dari hokum Negara penerima, baik hokum
pidana, hokum perdata, maupun hokum administrasi. Dalam pedoman tertib
diplomatik dan protokolor asas immunity diperinci menjadi tiga bagian, yaitu
kekebalan pribadi pejabat diplomatik, kekebalan kantor perwakilan dan rumah
kediaman, serta kekebalan terhadap korespondensi perwakilan diplomatik.
Demikian pembahasan tentang Pengertian
Dan Pembahasan Konsep Dasar Hukum Internasional Terbaru Dan Terlengkap semoga
dapat bermanfaat bagi para pembaca dan jangan lupa baca terus artikel pelajaran
di Blog MateriSiswa Ini.