keperawatan kritis (Critical of Nursing) 2016

BAB II
TINJAUAN TEORI



A.    Berpikir Kritis Dalam Asuhan Keperawatan
1.      Pengertian berpikir kriti dalam keperawatan
Berpikir kritis adalah proses penertiban intelektual yang secara aktif dan secara trampil mengkonsep, menerapkan, menganalisa, mensintesis dan mengevaluasi informasi yang dikumpulkan atau yang dihasilkan melalui observasi, pengalaman, refleksi, penalaran atau komonikasi sebagai panduan untuk percaya dan bertindak. [ Skriven & Paul, nd. ]
Menurut Brunnar dan sudat 1997, berpikir kritis adalah proses kronitif atau mental yang mencakup penilaian dan analisa rasional terhadap semua informasi dan ideyang ada  serta meneruskan kesimpulan dan keputusan.
Berpikir kritis digunakan perawat untuk beberapa alasan :
a.       Mengikuti pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
b.      Penerapan profesionalisme
c.       Pengetahuan teknik danketerampilan teknik dalam asuhan keperawantan
d.      Berpikir kritis merupakan jamanan yang terbaik bagi perawat dalam menuju keberhasilan dalam berbagai aktifitas.
Memberikan asuhan berpusat pada pasien didefinisikan oleh IOM sebagai asuhan yang mampu mengidentifikasi, menghargai, dan peduli mengenai perbedaan , nilai, pilihan, dan kebutuhan yang diekpresikan oleh pasien ; meredakan nyeri dan penderitaan; mengkoordinasi asuhan yang kontinyu; mendengarkan, mengklarifikasi informasi, berkomonikasi dan mendidik pasien berbagi dalam pengambilan keputusan dan penatalaksanaan dan secara kontinyu mendukung pencegahan penyakit, kesejahteraan dan promosi gaya hidup sehat termasuk focus pada kesehatan populasi.
2.      Perubahan Hubungan pasien dengan Pemberi Asuhan Kesehatan
Pada jaman dahulu pemberi asuhan merasa sangat berkuasa dan tidak menghargai orang lain. Visi institute of medicine (IOM) yaitu menjadikan profesional kesehatan dan pasien saling bekerja sama. Dalam hubungan baru ini, pemberi asuhan kesehatan dan pasien saling menghargai satu sama lain meskipun memiliki pengetahuan yang berbeda. Asuhan berpusat pada pasien bukanlah hanya sebuah konsep IOM tetapi ada berbagai istilah seperti suatu kemitraan (partnerships), hubungan informatif, asuhan berpusat pada manusia dan sebagai suatu mitra dalam pelayanan.
3.      Asuhan dan Berpikir Kritis Berpusat pada Pasien
Asuhan yang berpusat pada pasien harus mengakui dan menghargai pasien sebagai pemikir kritis. Perawat dan tim kesehatan lain tidak hanya mempertimbangkan cara berpikir kritis dirinya sendiri tetapi harus  juga mempertimbangkan bemikir kritis pasien. Hal ini dikarenakan pasien mempunyai satu atau lebih orang terdekat yang dapat membantu pasien dalam pembuatan keputusan asuhan kesehatan.
Mengkaji kesiapan, Keinginan, dan Kemampuan Pasien untuk Berpartisipasi dalam Berpikir Kritis.
Contoh Deskriptor Asuhan Berpusat pada pasien
a)      Kekuasaan yang seimbang antara pemberi asuhan kesehatan dan pasien
b)      Pemberdayaan pasien
c)      Focus pada hubungan interpersonall
d)     Berbagi keputusan
e)      Memahami perpektif orang lain
f)       Tujuan umum
g)      Otonomi pasien ditingkatkan
h)      Saling menghargai keahlian satu sama lain
i)        Negosiasi
j)        Menerima bahwa pemberi asuhan kesehatan tidak memiliki semua pengetahuan
k)      Membahas ketidak pastian adalah OK
l)        Pasien bertanggungjawab atas kesehatannya sendiri
m)    Komunikasi terbuka dan pertukaran informas
n)      Control konsumen terhadap informasi


Gambar berpikir kritis untuk asuhan berpikir pada pasien

Berpikir KritisOrang Terdekat


Berpikir Kritis Pasien/Konsumen

Resolusi Isu Kesehatan Pasien
 






                                      
                                         

Berpikir Kritis Tim Asuhan Kesehatan
 











Membantu pasien dalam proses berpikir krisis
a)      Menganalisis
b)      Menerapkan standar
c)      Mendiskriminasi
d)     Mencari informasi
e)      Alasan logis
f)       Memprediksi
g)      Mentrasformasi pengetahuan

Strategi untuk Membantu pemberi Asuhan kesehatan mendorong partisipasi pasien dalam proses berpikir
a)      Tinggalah di ruangan, jangan berbicara dari depan pintu
b)      perhatikan bahasa tubuh
c)      Duduk sehingga mata sejajar dengan pasien
d)     Gunakan pertanya dan komentar terbuka
e)      Sentuh mereka
f)       Gunaka bahasa berpikir koolaboratif
g)      Gunakan frase yang memberitahu bahwa situasi tidak begitu unik sehingga pasien tidak dapat mendis kusikannya
h)      Panggil pasien dengan rasa hormat
i)        Jangan melihat jam
j)        Berbicaralah secara terbuka dan jujur.

B.     Berfikir Kritis dan Tim Interdisplin
Bekerja dalam tim interdisiplin sebagai salah satu dari lima komponen rekomendasi untuk praktek dan pendidikan. Mereka melihat bekerja dalam tim interdisiplin sebagai kemampuan untuk bekerja sama, berkolaborasi, berkomunikasi dan mengintegrasikan asuhan dalam tim untuk memastikan bahwa asuhan bersifat kontinu dan dapat di andalkan. Tim terdiri dari beberapa orang anggota yang berasal dari profesi yang berbeda yaitu dokter, perawat, bidan, dan rekam medis serta mampu mengintergrasikan observasi, keahlian dan bindang pengambilan keputusan.
Tim interdisiplin sangat penting dalam mengatasi kompleksitas asuhan yang semakin besar, mengordinasi, dan berespon terhadap kebutuhan berbagai pasien, mengikuti laju kebutuhan teknologi yang baru, berespon terhadap kebutuhan pembayar dan memberikan asuhan disetiap kebutuhan. Institut of Medicine (IOM) berpikir kritis tidak membahas  secara langsung, tetapi bagaimana individu dapat membiarkan anggota tim interdisiplin mengatasi, mengordinasi, merespon, mengintergrasikan observasi, dan keahlian.
1.      Hubungan antara Berpikir Kritis dan Tim Interdisiplin
Hubungan antara berpikir kritis dan Tim Interdisiplin dilihat dari dalam profesi keperawatan dimana seorang perawat harus melakukan diskusi mengenai masalah kesehatan yang di alami oleh pasien dengan profesi lain, sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan pasien, menurunkan biaya pengobatan atau perawatan, menurunkan beban psikologis yang dialami oleh pasien, meningkatkan kepuasan kerja untuk sesama profesi tim kesehatan, meningkatkan kepuasan pasien, dan memaksimalkan penggunaan sumber fasilitas kesehatan.
2.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemikiran Tim Interdisiplin Terganggu
a.       Faktor Personal
Faktor personal dipengaruhi oleh suatu ego yang dimiliki oleh masing-masing anggota tim interdisiplin. Misalkan jika kepercayaan diri dalam mengajukan alasan tidak berkembang dengan baik, seseorang lebih mudah diombang-ambingkan oleh komentar orang lain, sehingga anggota tim interdisiplin dianjurkan untuk memiliki ide-ide yang rasional untuk digunakan pada saat diskusi dengan profesi lain mengenai masalah kesehatan pasien, sehingga anggota tim interdisiplin dianjurkan memiliki sikap terbuka untuk menerima pendepat dari profesi lain.
b.      Faktor Profesional
Faktor profesional mempengaruhi pemikiran tim interdisiplin, dimana perawat merupakan profesi yang unik dan terpisah dari kedokteran, dimana perawat telah mencapai suatu tujuan melalui perkembangan dasar pengetahuan yang kuat, riset, kode etik dan standar asuhan, namun dalam proses, mereka juga harus mendukung klinis yang menghindari pemikiran kolaboratif karena ketakutan menjadi profesi yag tidak bertanggung jawab.
c.       Faktor komunikasi
Medium komunikasi dan pemikiran kolaboratif adalah bahasa. Bahasa yang sesuai dengan displin yang dinyatakan berulang kali merupakan faktor pembatas dalam bekerja di tim interdisplin. Bahasa berfikir dapat menjadi faktor penyatu dalam berkomunikasi dan berkolaborasi dengan tim interdisiplin.
3.      Bagaimana berfikir menjadi berbeda dalam tim interdisiplin
Saat ini sangat penting untuk membuat perbedaan antara pemikiran tim dan pemikiran kelompok atau groupthink, menurut Bensimon pemikiran kelompok adalah istilah negatif mendeskripsikan metode cepat untuk mencapai kesimpulan, suatu fenomena yang sangat berbeda, sedangkan pemikiran tim mengenai pemikiran kolektif, berdasarkan penemuan mereka.
4.      Mengembangkan pemikiran tim interdisiplin pada klinis dan pendidik
a.       Klinis
Case mengindentifikasi beberapa faktor serupa yang perlu diberikan dalam kerja tim untuk di terapkan ke dalam lingkup praktik yaitu :
·         Bahasa umum
·         Dasar pengetahuan umum
·         Nilai inti yang sama-sama dimilliki oleh anggota
·         Memahami peran anggota kelompok
·         Menghargai anggota tim
·         Saling berbagi diantara kelompok
Case mendorong spesialis pengembangan staf untuk memperhatikan faktor-faktor ini saat mereka mempromosikan kerja tim interdisplin.

b.      Pendidik
Rice (2000) merekomendasikan sebuah proses sosialisasi yang bermakna ganda dalam pendidik akademik, misalkan siswa keperawatan tidak hanya akan mempelajari profesi mereka, tetapi juga akan mendapat pelatihan dan pengalaman klinis bersama-sama dengan siswa dari displin lain, sebagai hasil dari berfikir dan bekerja sama sebagai sebuah kelompok, mereka akan belajar untuk saling berbagi dan saling mengahargai sejak awal.

C.     Berfikir Kritis dan Praktik Berbasis Bukti
1.      Berfikir kritis secara praktik berbasis bukti
IOM (2003) Praktik berbasis bukti adalah intergrasi antara bukti riset yang terbaik, keahlian klinis, dan nilai pasien dalam membuat keputusan tentang asuhan pasien per individu. Menurut Driever (2002) bukti yang mendasari praktik keperawatan di peroleh dari sintesis pengetahuan dari riset, data dianalisis dari rekam medis meliputi peningkatan data kualitas dan data resiko, data pengendalian infeksi, patofisologi , analisa mengenai efektivitas biaya. Praktik keerawatan berbasis bukti  melibatkan keputusan yang eksplisit dan bijaksana tentang pemeberian asuhan keperawatan untuk individu dan kelompok masyrakaat.
IOM menyebutkan beberapa tugas yang dibutuhkan yang menjadi prasyarat untuk praktik berbasis bukti yaitu :
a.       Mengetahui dimana dan bagaimana menemukan bukti yang terbaik
b.      Memformulasikan pertanyaan klinis
c.       Mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan bukti yang terbaik dan menentukan validitas sera ketepatan bukti tersebut untuk populasi pasien.
d.      Menentukan bagaimana dan kapan mengintergrasikan penemuan-penemuan baru tersebut ke dalam praktik
2.      Tinjauan historis tentang praktik berbasis bukti
Aspek dalam sejarah keperawatan juga sangat penting bagi pergerakan praktik berbasis bukti. Di ahkir tahun 1970 an awal 1980-an beberapa kelompok keperawatan di kedua negara ini (AS dan Kanada) mulai berfokus pada pemanfaatan riset, salah satu catatan khususnya adalah proyek Conduct dan Ulitization of research in Nursing (CURN) di Michigan, dimana 17 RS berpartisipasi dlam membuat protokol berbasis bukti dalam pengajaran pra dan pasca operasi, mengurangi diare pada pasien terpasang NGT.
Dengan adanya dorongan untuk semakin sering menggunakan riset dalam keperawatan, memberikan landasan yang sangat baik bagi keperawatan untuk menerima pergerakan praktik berbasis bukti dengan sepenuh hati. Sedangkan bila di tinjau dari negara kanada dan inggris negara tersebut telah menggunakan Evidence Based Nursing Journal, dimana sebua model keperawatan yang berfokus pada praktik berbasis bukti melakukan tinjauan sistematis dan mengembangkan pedoman klinis berbasis bukti.
3.      Pentingnya praktik berbasis bukti
Untuk melandasi praktik kesehatan berdasarkan bukti yang terbaik karena sering kalinya biayanya lebih kecil dan hampir selalu terdapat hasil yang lebih baik pada pasien, sehingga bagi tim kesehatan dapat lebih hati-hati dalam memperhitungkan harapan pasien, nilai/keyakinannya, karena berbagai jenis alasan, pasien akan menolak pendekatan yang menurut pemberi asuhan adalah pendekatan yang berdasarkan bukti terbaik,serta pendekatan yang di dukung. Pada ahkirnya tim kesehatan harus menghargai keinginan harapan pasien, bahwa keputusaan yang diambil oleh pasien di dasari oleh informasi terbaik dan tersedia.
4.      Hubungan antara berfikir kritis dan pratik berbasis bukti
a.       Praktik bertanya
1)        Rasa ingin tahu mengaktifkan proses bertanya saat klinisi ingin tahu apakah mereka telah melakukan praktik bertanya dengan yang terbaik, perawat sangan ingin tahu dan mencari pengetahuan serta pemahaman karena mereka pada dasarnya merasa penasaran akan lebih cenderung mencari pengetahuan atau bukti yang terbaik di setiap waktu.
2)        Intergritas intektual menambah rasa ingin tahu , sebagaimana perawat menghargai praktik berbasis bukti akan mencari kebenaran dari bukti praktik yang terbaik bahkan apabila pertanyaan tersebut menambah pekerjaan dan meningkatkan ketidaknyamanan. Intergritas intelektual akan meninggalkan pendekatan asuhan yang tradisional jika terdapat bukti kuat akan perlunya melakukan perubahan dalam praktik.
b.      Bukti dari riset dan sumber valid lainnya
Perawat harus meningkatkan pencarian informasi baik secara individual maupun kelompok untuk menemukan standar praktik terbaik, dimana perawat harus bergerak untuk tidak lagi berharap menemukan jawaban dalam lingkungan saat ini, dan belajar menemukan informasi terbaik untuk diri mereka sendiri dari berbagai sumber. Sumber- sumber yang menawarkan bantuan dalam mengajarkan cara menemukan, menganalisa dan mengkritik kualitas bukti yaitu dengan menggunakan teknologi (internet).
Meskipun telah tersedia teknologi baru dan pencariaan dapat dilakukan via komputer, perawat harus melakukan pendekatan untuk mengumpulkan bukti-bukti dengan mengutamakan keterampilan analisa tenaga perawat. Oleh karena itu sebagai tenaga kesehatan dengan melakukan suatu analisa dapat memanfaatkan kepustaakan yang tersedia dengan mendatangi perpusatakaan yang terdekat sehingga dapat membandingkan antara analisa yang ada di bagian dunia intenet dan tinjaun dari suatu buku.
c.       Sintesis bukti (Tinjauan sistematik)
Perawat harus menganalisis laporan dan mendiskriminasikan kualitas bukti. Terdapat standar untuk membant klinisi melakukan suatu tindakan, serta perawat menerapkan standar saat mereka menilai kualitas bukti dan kesimpulan yang di dapat oleh orang-orang yang melakukan tinjaun tersebut. Memahami tinjauan sistematis adalah menentukan bagaimana bukti dikumpulkan dan di nilai untuk mengetahui kekuatanya. Tinjauan sistematis harus dapat melaporkan bagaiamana bukti di kumpulkan sehingga seseorang pembaca dapat menilai apakah laporan tersebut telah menyeluruh dan sistematis. Secara teoritis tenaga kesehatan harus mampu mengahsilkan kembali apa yang mereka temukan dengan mengikuti laporan tentang proses pencarian mereka.
d.      Pedomanan atau rekomendasi klinis berbasis bukti
Praktik berbasis bukti secara keseluruhan adalah tentang meningkatkan praktik, setiap orang jangan pernah berasumsi bahwa pedoman tersebut di dasari oleh bukti yang terbaik, untuk itu harus menggunakan dimensi berfikir serta menambahkan alasan yang logis. Saat menggunakan pedoman yang telah disiapkan, seseorang harus mencari tahu apakah uji dari bukti sampai ke rekomendasi dapat dilacak dengan mudah.
e.       Kelayakan pengunaan populasi pasien
Kelayakaan dan keinginan memerlukan perspektif kontekstual, dimana seseorang harus mempertimbangkan populasi pasien, nilai-nilai yang di anut oleh pasien. Untuk mempertimbangkan kelayakaan pengunaan pedoman berbasis bukti ke kelompok pasien paling baik dilakukan oleh pengguna yang bekerja secara langsung dengan pasien dan oleh pasien itu sendiri.
f.       Mekanisme implementasi pedoman
Memprediksi sebagai sebuah keterampilan berfikir kritis sangat penting bagi perawat untuk bergerak ke arah rencana atau mekanisme spesifik untuk menginflementasikan pedoman yang berbasis bukti. Untuk itu agar perawat tidak mengubah apa yang pasien lakukan, melainkan mempertahankan mekanisme mengiplemntasikan perubahan itu dengan sederhana.
Pada ahkirnya, jika praktik akan direvisi agar sesuai dengan bukti yang terbaik, semua orang yang terlibat dalam proses harus berfikir terbuka dan fleksibel dalam cara berfiki. Orang yang mendukung perubahan dalam praktik tidak boleh merendahkan orang yang memilih untuk berpegang pada tradisi, tetapi gunakan kreativitas untuk membantu mereka meningkatkan fleksibilitas.
g.      Evaluasi efektivitas perubahan
Mengevaluasi efektivitas perubahan spesifik dalam praktik berbasis bukti adalah hal yang sangat penting, di samping menunjukan perubahan yang baik, proses evaluasi mengingatkan untuk terus melaksanakan praktik bertanya. Perawat tidak boleh lagi meneruskan cara berfikir bahwa pendekatan yang baru terhadap praktik memungkinkan bersandar pada kebanggan sendiri, karena cara berfikir ini akan membuat terus melakukan tindakan yang selalu dilakukan secara buta. Perawat harus kritis mengevaluasi apa yang telah dilakukan dan bagaimana hal tersebut dapat dilakukan lebih baik.
Menilai efektivitas perubahan memerlukan perencaaan di awal (memprediksi) untuk menentukan data penting yang harus dikumpulkan untuk berapa lama. Hal tersebut memerlukan alasan logis saaat seseorang membuat kesimpulan tentang suatu perubahan. Orang yang speptis akan tertarik dan memperhatikan saat seseorang tim kesehatan dapat menunjukan data obyektif, mengapa suatu perubahan dapat menghemat biaya, meningkatkan kepuasaan pasien, mengurangi komplikasi dan lama rawat pasien. Untuk itu praktik berbasis bukti bukanlah untuk orang yang ragu-ragu tapi bagi orang yang memiliki percaya diri .

D.    Berpikir Kritis dan Informatika
Komputer, telepon, Web, Video dan semua teknologi informatika yang akan muncul merupakan alat yang bermanfaat dan tidak diragukan lagi. Alat ini semata-mata ada untuk digunakan. Informatika adalah sebuah istilah yang kini merupakan bagian penting dalam pemberian asuhan kesehatan dan asuhan keperawatan. Meskipun informatikan sudah umum,  tetapi informati bukanlah subjek umum bagi  sebagian besar perawat; namun informatika ditekankan pada kita sebagai sebuah kebutuhan karena teknologi komputer dan informasi yang diprosesnya berada di sini.
Infromatika kesehatan adalah bagaiman proses menggunakan berbagai informasi yang berhubungan dengan pemberian pelayanan kesehatan. Institute of Medicine (IOM) menekankan asuhan berpusat pada pasien dengan:
·         praktik berbasis bukti,
·         Peningkatan kualitas dan praktikk interdisiplin,
·         Menggambarkan kompetensi pengguna sebagai komunikasi.
·          Mengatur pengetahuan,
·         Mengurangi kesalahan
·         Mendukung keputusan dengan  menggunakan teknologi informasi



1.      Evolusi Pelayanan Kesehatan
Berpikir kritis dengan informatika biasanya diartikan sebagai teknologi komputer. Karena komputer merupakan pencetus di area evolusi ini, maka sering kali menyamakan komputer dengan informatika. Namun saat ini fokus perkembangan dalam evolusi informatika ini lebih dari sekedar informasih. Amerika Medikal Informatics Association, diwebsitenya, mengakui bahwa” informatika medis” memiliki beberapa landasan yang sama dengan spesialis pelayanan kesehatan lain, tetapi menegaskan bahwa informatika medis memiliki penekanan tersendiri. Informatika medis berhubungan dengan semua aspek pemahan dan peningkatan efektifitas organisasi, analisa, manajemen, dan penggunaan informasih dalam pelayanan kesehatan.
2.      Berpikir Kritis dan Informatika Kesehatan
Bepikir kritis dan informatika berasal dari dari dua kata. Seseorang dapat memperkuat berpikir kritis seseorang dengan informatika tetapi seseorang harus menggunakan berpikir kritis untuk memilih dan menggunakan informatika yang terbaik. Informatikan hanya sedikit serupa dengan potongan alat yang baru ( Misalnya, jarum yang tidak memiliki jarum) yang setelah dikuasai dapat digunakan untuk menigkatkan kerja. Informatika meliputi banyak proses yang setiap setiap hari berubah dan bila digunakan seseorang cukup tahu dan cukup berpikir untuk memilihnya. Daftar dibawah ini mengindikasikan dimensi yang diperkuat oleh informatika. Delapan tren dalam teknologi onformasi pelayanan kesehatan:
a)      Data untuk membuat keputusan: teknologi lebih optimal dan leibih mampu dalam proses pengambilan keputusan.
b)      Komunikasi untuk kolaborasi: lebih banyak pengetahuan di lintas budaya dan geografi.
c)      Infromasi untuk pengetahuan: infromasih akan lebih mendalam melalui teknologi. (Misalnya, internet, buku, email, surat via pos)
d)     Penggunaan komputer network menjadi pengguna komputer tempat informasih disimpan. (Misalnya komputer akan bisa berubah menjadi laptop, menjadi PDA sampai menjadi komputer saku, atau apapun).
e)      Grafical user interfaces (Program komputer yang dirancang untuk memudahkan interaksi pengguna komputer dengan komputer yang dimilikinya) menjadi cognitive user interfece: teknologi seperti pengenalan bicara dan pemrosesan sifat bahasa akan meningkatkan kemudahan penggunaan teknologi. (Misalnya, secara dramatis mengubah sifat dan kecepatan pendiktean ke dalam catatan medis).
f)       Lokal menjadi mobile: Kita mungkin perlu memenuhi kebutuhan orang-orang yang sedang dalam perjalanan dan dalam lokasi yang jauh. (Contoh: Anda bekerja dipusat pedesaan yang kecil tetapi anda dapat berhubungan dengan fasilitas yang lebih besar dengan mudah).
g)      Fisik menjadi Virtual:  Teknologi seperti “smart cards” dan “e-commerce” akan membuat segalanya menjadi lebih sederhana.’’
h)      Bisnis ke konsumen: kita akan perlu mempertimbangkan kebutuhan pengguna yang berada di luar dari lingkungan kita saat ini.
3.      Tantangan Informatika
Terdapat banyak tantangan yang menghadang kita di dalam pelayanan kesehatan dan banyak tantangan tersebut yang dapat dibantu dengan informatika. Klinisi dan pendidik harus berupaya memprediksikan tantangan tersebut dan memikirkan cara untuk mengatasinya. Salah satu tantangan yang sering kali disebut adalah biaya teknologi. Mesikpun banyak teknologi yang dapat menghemat banyak, namun untuk memperoleh sistem yang baru dan lebih baik tetap saja membutuhkan banyak biaya dari berbagai sumber.

4.      Berhenti Sejenak dan Pikirkan dengan Cermat: Informatika Kesehatan dan Masa Depan
Teknologi kesehatan jelas berpotensi besar meningkatkan persiapan kita menjelang kedaruratan kesehatan masyarakat dimasa depan, tetapi teknologi itu juga memunculkan banyak pertanyaan yang terkait dengan etika, nilai kebebasan, dan privasi serta  berpotensi membakar epidemik ketakutan dan histeria massa secara kolektif.

E.     Berpikir Kritis dan Peningkatan Kualitas
Institute of medicine mendefinisikan kualitas sebagai “derajat pelayanan kesehatan individu dan populasi yang meningkatkan kemungkinan hasil kesehatan yang diinginkan dan sesuai dengan pengetahuan profesional saat ini”. Selam bertahun-tahun definisi kualitas tersebut dipertahankan yaitu:
·         Dampak pelayanan kesehatan terhadap kualitas kehidupan pasien dan komunitas
·         Probabilitas pencapaian hasil yang lebih baik
·         Rehabilitas hasil-hasil tersebut yang berasal dari informasi yang valid dan berpikir kritis.

1.      Ruang Lingkup Masalah Kualitas
Ruang lingkup masalah kualitas ini dituliskan bahwa tingkat kualitas dalam pelayanan kesehatan tidak akan mencapai kesempurnaan. Upaya untuk mencapai kesempurnaan memiliki kecenderungan untuk meningkatkan tingkat kompleksitas sistem, yang pada akhirnya berpotensi menyebabkan kegagalan pada lebih banyak sistem. Kesempurnaan adalah hal yang tidak realistis, seseorang dapat mencari data untuk mendefinisikan ruang lingkup masalah dengan menggunakan dimensi berpikir kritis berupa rasa ingin tahu, mencari informasi, dan menganalisis.
a)      Rasa ingin tahu mendorong kita untuk menggali, menemukan apa yang berfungsi dan apa yang tidak, dan mengapa.
b)      Mencari informasi memampukan kita untuk mengumpulkan data yang bermanfaat
c)      Menganalisa memampukan kita untuk mengkaji bagian-bagian masalah dalam segmen-segmen yang dapat ditangani.
Dengan demikinan kita dapat mempelajari masalah secara menyeluruh sebelum mencari solusi.
Institut of Medicine (IOM) adalah salah satu kelompok pelayanan kesehatan pertama yang akan diberikan pertanyaan tentang kualitas. IOM merekomendasikan untuk mengubah ke pencatatan pasien berbasis komputer sebagai sebuah cara untuk mamantau masala-masalah pelayanan kesehatan.
2.      Hubungan antara Kualitas dan Berpikir Kritis
Kualitas dalam asuhan kesehatan adalah hasil dari pemikiran yang baik atau merupakan hasil dari pemikiran yang hebat. Ilustrasi medali secara lebih mendetail ini mengidentifikasika tiga standar kualita: asuhan yang aman, efektif, dan efisien. Yang mengelilingi ketiga standar tersebut adalah  sebuah cincin yang mempresentasikan pemikiran tim interdisiplin dan diluar cincin tersebut adalah dimensi berpikir kritis. Pita medali mempresentasikan hasil asuhan kesehatan yang diharapkan dari definisi IOM tentang kualitas yang telah dinyatakan.
3.      Memikirkan Kembali Peningkatan Kualitas
Masalah ketidak adekutan kualitas dalam pelayanan asuhan kesehatan yaitu tidak berfungsi dengan baik jaminan kualitas. Pemikiran kembali yang dilakukan dimulai dengan satu “Tidak” dan dua “ya”. Tidak berarti ingin kembali menggunakan solusi lama di bawah nama yang baru. Ya berarti ingin mengetahui kompleksitas sistem dalam pelayanan asuhan kesehatan. Dalam hal ini digunakan yang ke dua yaitu ya, ingin  mengembangkan pemikiran untuk menyesuaikan deiri dengan tingkat kompleksitas yang baru ini.
4.      Kriteria IOM #1
Secara terus-menerus memahami dan mengukur kualitas asuhan dalam hal “struktur”, atau input ke dalam sistem, seperti pasien, staf dan lingkungan, “proses” atau interaksi antara klinis dan pasien, dan “hasil”, atau bukti tentang perubahan status kesehatan pasien terkait dengan kebutuhan pasien dan komunitas.
Kriteria ini sebenarnyakembali ke konsep jaminan kualitas terhadap struktur, proses dan hasil. Stuktur, proses dan hasil adalah konsep berharga dalam pelayanan asuhan kesehatan, tetapi lebih berharga dalam konsep pelayanan kesehatan, tetapi lebih berharga jika ketiganya dilihat sebagai satu kesatuan.
5.      Kriteria IOM #2 dan #3
#2 Mengkaji praktik terbaru dan membandingkannya dengan praktik yang relevan dan lebih baik di mana pun sebagai suatu cara untuk mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan.
#3 Merancang dan memeriksa intervensi untuk mengubah proses asuhan, dengan tujuan meningkatkan kualitas.

Kedua kriteria tersebut berhubungan dengan praktik berbasis bukti. Kriteria #2 menyiratkan penggunaan pedoman berbasis bukti yang akan menjasi “praktik relevan yang lebih baik” sebagai perbandingan dengan praktik saat ini. Perbandingan memerlukan pencarian informasi untuk mendapatkan pedoman praktik yang terbaik dan menerapkan standar untuk memilih pedoman yang paling tepat/cocok.
Kriteria #3 kemudian mendorong implementasi praktik terbaik dan menguji bagaima perubahan dalam praktik dapat membuat segalanyamenjadi lebih baik.
Kriteria #2 dan #3 serta digabungkannya praktik berbasis bukti pada akhirnya akan menghasilkan asuhan yang aman, efektif, dan efisien. IOM menyebutkan enam atribut untuk kualitas sestem asuhan kesehatan: (1) aman, (2) efektif, (3) berpusat pada pasien, (4) tepat waktu, (5) efisien, dan (6) pantas.
6.      Kriteria IOM #4
#4 Mengidentifikasi kesalahan dan bahaya dalam asuhan; memahami dan mengimplementasikan prinsip rancangan keamanan dasar, seperti standarisasi dan penyederhanaan serta pelatihan faktor-faktor manusia.
Kriteria #4 ditujukan untuk mencapai asuhan yang aman. Keamanan adalah “standar emas” untuk kualitas di zaman ini. Keamanan juga dapat dicapai dengan berpikir.
7.      Kriteria IOM #5
#5 Bertindak sebagai seorang anggota Tim interdisiplin yang efektif dan meningkatkan kualitas performa diri sendiri melalui pengkajian diri dan perubahan personal.
Kriteria terakhir ini mengandung berpikir kritis secara langsung, karena merujuk pada pengkajian dari atau refleksi.Refleksi adalah salah satu dari 10 kebiasaan pikiran untuk berkir kritis dan didefinisikan sebagai “kontemplasi terhadap sebuah sebjek, terutama asumsi seseorang, dan berpikir untuk tujuan memahami dan mengevaluasi diri secara lebig mendalam”.
Refleksi mendorong kita untuk melihat ke tindakan kita, perilaku, bias, dan alasan kesalahan kita. Refleksi membantu untuk menemukan hal-hal yang kita lewatkan, mempertimbangkan hal-hal yang inginkita lakukan secara berbeda, melihat pola yang tidak kita kenali, bertanya-tanya tentang solusi yang tidak kita pikirkan saat itu. Namun pengkajian diri dapat ditingkatkan jika divalidasi dengan berpikir dan mendapat masukan dari perspektif lain.

DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry, FundamentalKeperawatan, Penerbit Buku Kedokteran, Vol 1,  
     GEC, Jakarta, 2005.


Share this

Related Posts

Previous
Next Post »