askep terbaru Trauma Kepala 2016


BAB I
PENDAHULUAN
 


A.    Latar belakang
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak.  Kejadian cedera kepala ini sering terjadi karena, pada umumnya masyarakat kurang memahami penanganan dalam menangani pertolongan pertama pada kasus cedera kepala.
Secara anatomis otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala, serta tulang dan tentorium atau helem yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak tidak dapat diperbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, selain  penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Efek-efek ini harus dihindari dan ditemukan secepatnya oleh perawat untuk menghindari rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan mental dan fisik, bahkan kematian.
Resiko utama klien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai responds terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intracranial. 50 % dari kematian karena trauma berhubungan dengan trauma kepala, dan lebih dari 60 % kematian trauma kendaraan bermotor akibat injury pada kepala.
Oleh karena itu diperlukan pemahaman dan pengelolaan yang lebih baik terutama tentang penanganan,  pencegahan cedera otak sekunder dan cara merujuk penderita secepat mungkin oleh petugas kesehatan yang berada digaris depan.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah:
1. Menguraikan anatomi fisiologi otak ?
2. Menguraikan pengertian cedera kepala ?
3. Menguraikan etiologi dari cedera kepala ?
4. Menguraikan klasifikasi dari cedera otak ?
5. Menguraikan patofisiologi dari cedera kepala ?
6. Menguraikan manifestasi klinik dari cedera kepala ?
7. Menguraikan pemeriksaan diagnostic dari cedera kepala ?
8. Menguraikan penatalaksanaan dari cedera kepala?
9. Menguraikan komplikasi dari cedera kepala?
10. Menguraikan konsep asuhan keperawatan dari cedera kepala ?
11. Menguraikan diagnosa keperawatan dari cedera kepala ?
12. Menguraikan rencana tindakan keperawatan dari cedera kepala  ?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu:
1.
Sebagai sumber informasi untuk mahasiswa.
2. Agar dapat menambah pengetahuan dan pemahaman khususnya bagi mahasiswa S1 keperawatan mengenai
cedera kepala yang mana mencakup dari etiologi ,manifestasi klinik ,diagnosa keperawatan hingga rencana tindakan keperawatan.





BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.    Pengertian
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertau dengan perdarahan interstitial dalam substansi otak, tanpa terputusnya kontinuitas otak (Krisanty, Paula DKK, 2009)
Cedera kepala mencakup trauma pada kulit kepala, tengkorak (cranium dan tulang wajah), atau otak, keparahan cedera berhubungan dengan tingkat kerusakan asal otak dan patologi sekunder yang terkait (Stillwell, Susan B, 2011)
Cedera kepala adalah trauma yang mengenai otak disebabkan oleh kekuatan ekternal yang menimbulkan perubahan tingkat kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik, fungsi tingkah laku dan emosional (Aryani, Ratna Dkk, 2008).
Jadi trauma kepala itu adalah gangguan traumatic yang mencakup kulit kepala, tengkorak, atau otak yang disebabkan oleh kekuatan eksternal yang menimbulkan perubahan tingkat kesadaran.


B.     Anatomi Fisiologi serebral
1.      Tengkorak
Tulang tengkorak merupakan struktur tulang yang menutupi dan melindungi otak, terdiri dari 22 tulang: 8 tulang kranial dan 14 tulang fasial. Tulang-tulang tengkorak disatukan oleh sendi yang tidak bergerak disebut sutura. Sutura coronalis terletak antara os frontalis dn os parietalis. Sutura lambdoidea terletak diantara os parietal dan os occipital, dan sutura sagittalis terletak antara kedua os parietal. Lapisan dalam membentuk rongga/fosa; fosa anterior idalamnya terdapat lobus frontalis, fosa tengah berisi lobus temporalis, parientalis, oksipitalis, fosa posterior berisi otak tengah dan sereblum. Didalam fosa cranii anterior, lubang-lubang lamina cribdriformis ossis ethmoidalis dapat dilihat, lubang-lubang ini dilalui oelh nervus oflactorius. Di dalam fosa cranii media, di ala minor ossis sphenoidalis terdapat canalis opticus yang dilalui oleh nervus optikus dan arteri ophthalmica.
            Tulang oksipitalis membentuk bagian dasar dan bagian belakang cranii, yang terdiri dari :
Foramen rotundam terletak di ala mayor ossis sphenoidalis dilalui oleh nervus trigeminus. Foramen ovale menembus ala minor ossis sphenoidalis dan dilalui oelh divisi mandibularis nervus trigeminus.
·         Foramen spinosum yang kecil, terdapat di ala mayor dilalui oleh arteri meningea media.
·         Foramen lacerium yang lebih besar dan irregular terletak diantara ala mayor ossis sphenoidalis dan pars petrosa ossis temporalis.
·         Foramen magnum yang besar pada os occipital dilalui oleh media oblongata.
·         Foramen jugulare dilalui oleh nervus glosopharyngeus, nervus vagus, nervus accessories.

2.      Meningen
            Otak dan sumsum tulang belakangdiselimuti meningia yang melindungi syruktur saraf yang halus itu, membawa pembulu darah dan dengan sekresi sejenis cairan, yaitu: cairan serebrospinal yang memperkecil benturan atau goncangan. Selaput meningen menutupi terdiri dari 3 lapisan yaitu:
a)      Dura mater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial ruang subdural yang terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat . Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah: 1) sakit kepala yang menetap 2) rasa mengantuk yang hilang-timbul 3) linglung 4) perubahan ingatan 5) kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan. Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari kranium ruang epidural. Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa media fosa temporalis. Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.

b)      Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari piamater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis . Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.

c)      Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adalah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membran ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater.

3.      Otak
a)      Cerebelum
      Cerebelum adalah bagian terbesar otak dan terdiri dari dari dua hemisperium cerebri yang dihubungkan dengan masa substansi alba yang disebut corpus callosum. Setiap henispher dibagi dalam 4 lobus yang terdiri dari lobus frontal, oksipital, temporal dan pariental. Yang masing-masing lobus memiliki fungsi yang berbeda, yaitu:
1)       Lobus frontalis
Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan keahlian motorik misalnya menulis, memainkan alat musik atau mengikat tali sepatu. Lobus  rontalis juga mengatur eks/presi wajah dan isyarat tangan. daerah tertentu pada  lobus frontalis bertanggung jawab terhadap aktivitas motorik tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan. Efek perilaku dari kerusakan lobus frontalis  ervariasi, tergantung kepada ukuran dan lokasi kerusakan fisik yang terjadi. Kerusakan yang kecil, jika hanya mengenai satu sisi otak, biasanya tidak  menyebabkan perubahan perilaku yang nyata, meskipun kadang menyebabkan kejang. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian belakang lobus frontalis bisa menyebabkan apati, ceroboh, lalai dan kadang inkontinensia. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian depan atau samping lobus frontalis menyebabkan perhatian penderita mudah teralihkan, kegembiraan yang berlebihan, suka menentang, kasar dan kejam.
2)      Lobus parietalis
Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari bentuk, tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah kecil kemampuan matematikan dan bahasa berasal dari daerah ini. Lobus parietalis juga membantu mengarahkan posisi pada ruang di sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian tubuhnya. Kerusakan kecil di bagian depan lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang berlawanan. Kerusakan yang agak luas bisa menyebabkan hilangnya kemampuan untuk melakukan serangkaian pekerjaan keadaan ini disebut ataksia dan untuk menentukan arah kiri-kanan. Kerusakan yang luas bisa mempengaruhi kemampuan penderita dalam mengenali bagian tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau bahkan bisa mempengaruhi ingatan akan bentuk yang sebelumnya dikenal dengan baik misalnya, bentuk kubus atau jam dinding. Penderita bisa menjadi linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian maupun melakukan pekerjaan sehari-hari lainnya.

3)      Lobus temporalis
Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi dan mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus temporalis juga memahami suara dan gambaran, menyimpan memori dan mengingatnya kembali serta  enghasilkan jalur emosional. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggunya ingatan akan suara dan bentuk. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan gangguan pemahaman bahasa yang berasal dari luar maupun dari dalam dan menghambat penderita dalam mengekspresikan bahasanya. Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan yang nondominan, akan mengalami perubahan kepribadian seperti tidak suka bercanda, tingkat kefanatikan agama yang tidak biasa, obsesif dan kehilangan gairah seksual.

4)      Lobus Oksipital
Fungsinya untuk visual center. Kerusakan pada lobus ini otomatis akan  kehilangan fungsi dari lobus itu sendiri yaitu penglihatan.
a)      Diecephalon
Diencephalon hampir seluruhnya tertutup dari permukaan otak. Terdiri atas thalamus di dorsal dan hipotalamus ventral.
Thalamus dibagian dorsal dari diencephalon dan melingkupi dua sis otak. Tiap bagian terletak pada sebelah sis bentrikel ketiga.thalamus menerima sebagian besar input saraf yang menuju ke cerebri cortex. Dalam thalamus ini juga terdapat projection fibers, yaitu kumpulan akson dari soma sel yang terletak pada satu bagian otak dan memiliki kemampuan untuk bersinaps dengan neuron dibagian otak lain.
Hipotalamus terletak dikedua sisi bagian inferior dari ventrikel ketga dibagian dasar otak, persis dibawah thalamus. Hipotalamus memegang peranan sangat penting yaitu mengatur sistem saraf otomon dan sistem endokrin, serta memegang peranan penting dlam pengaturan perilaku bermotivasi.

b)      Mesencephalon
Mesencephalon adalah bagian sempit otak yang berjalan melewati incisura tentoria yang menghubungkan otak depan dengan otak belakang. mesencephalon terdiri dari dua belahan lateral yang disebut penduculus cerebri. Rongga sempit mesencephalon disebut aqueductus cerebri yang menghasilkan ventrikulus tertius dengan ventrikulus quartus. mesencephalon terdiri dari dua struktur utama yatu :
Pons. Bagian-bagian teresebut membentuk suatu gundukan pada bagian permukaan ventral dari batang otak yang disebut pons. Ons mengandung serabut-serabut acendens dan decendens yang menghubungnkan otak depan, mesencephalon, dan medulla spinalis.
Cerebelum. Cerebellum merupakan strukur yang memiliki peranan sangat penting dalam sensoti motoric. Kerusakan dari cerebellum akan mengakibatkan ketidakstabilan dalam berjalan berdiri dan gerakan-gerakan koordinasi lainnya.

c)      Myelencephalon
Hanya terdiri dari struktur utama, yaitu medulla oblongata.medulla terdiri dari sebgaina reticular formation, teermasuk didalamnya nuclei yang mengatur fungsi organ-organ vital seperti pengaturan sistem kardiovaskular, respirasi, dan gerakan otot kepala.

4.      Etiologi
Kecelakaan lalu lintas.
1.      Jatuh.
2.      Kecelakaan industry.
3.      Kecelakaan olahraga.

5.      Mekanisme cedera kepala
Mekanisme cedera kepala khasnya meliputi :
1.      Cedera akselerasi, terjadi jika objek bergerak menghantam kepala atau peluru yang ditembakan ke kepala.
2.      Cedera deselerasi, terjadi jika kepala yang bergerak membentu objek yang diam, seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan mobil.
3.      Cedera coup-contre coup terjadi jika kepala berbentur, yang menyebabkan otak bergerak ke ruang dalam kranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentu. Cedera tersebut juga disebut cedera translasional karena berbenturan dapat berpindah ke area otak yang berlawanan. Sebagai contoh, apabila seorang klien di pukul dengan objek tumpul pada bagian belakang kepalanya, penting untuk mengkaji apakah terdapat cedera pada lobus frontalis dan lobus oksipitalis serta serebelum.
4.      Cedera rotasional, terjdi jika pukulan atau benturan menyebabkan otak berputar dalam rongga tengkorak , yang mengakibatkan peregangan atau robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.


6.      Klasifikasi cidera kepala
a.       Klasifikasi Cedera Kepala :
1.      Scalp wounds (trauma kulit kepala)
a.       Kontusio, yaitu memar pada jaringan kulit kepala, dengan kemungkinan efusi darah ke dalam ruang subkutan tanpa ditemukan robekannya kulit.
b.      Abrasi, bagian lapisan atas kulit yang lecet.
c.       Laserasi, luka atau robekan jaringan kulit kepala yang cenderung terjadi perdarahan yang banyak.
2.      Cedera fraktur tengkorak
a.       Linear, adalah retak biasa pada hubungan tulang dan tidak merubah hubungan  dari keduan fragmen.
b.      Comminuted fraktur, adalah patah tulang dengan multiple fragmen dengan frktur yang multilinear.
c.       Depressed fraktur, fragmen tulang melekuk ke dalam.
d.      Coumpound fraktur, fraktur tengkorak yang meliputi laserasi dari kulit kepal, membrane mukosa, sinus paranasal, mata dan telinga atau membrane timpani.
e.       Fraktur dasar tengkorak, yaitu  fraktur yang terjadi di dasar tengkorak, khususnya pada fosa anterior dan tengah .
3.      Cedera serebral
a.       Komosio serebri. Adalah suatu kerusakan sementara fugsi neurologi yang disebabkan oleh benturan kepala. Biasanya tidak merusak struktur tetapi menyebabkan hilangnya ingatan sebelum dan sesudah cedera, lesu, mual dan muntah. Biasanya dapat kembali pada fungsi yan normal. setelah komosio akan timbul sindroma berupa sakit kepala, pusing, ketidakmampuan untuk konsentrasi beberapa minggu setelah kejadian.
b.      Kontusio serebri. Benturan dapat menyebabkan perubahan dari struktur dari permukaan otak yang mengakibatkan perdarahan dan kematian jaringn dengan atau tanpa edema. Kontusio dapat berupa coup atau kontracoup injury. Deficit neurologi serius dapat terjadi. Gejala-gejala tergantung pda luasnya kerusakan.
c.       Hematoma epidural. Adalah perdarahan yang menuju keruang antara tengkorak dan durameter. Kondisi ini terjadi karena laserasi dari arteri meningeal media.
d.      Hematom Subdural
Terkumpulnya darah antara durameter dan jairngan otak, dapat terjadi akut dan kronik.
Terjadi akibat pecahnya  pembuluh darah vena atau jembatan vena yang biasa terdapat diantara durameter, perdarahan lambat dan sedikit.
Periode akut:terjadi 48 jam- 72 jam.
Periode subakut: terjadi 2-3hari dan 2 minggu,
Periode kronik: dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
e.       Tanda dan gejalanya : nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat,
f.       Hematoma intracerebral. Adalah perdarahan yang menuju ke jaringan serebral. Biasanya terjadi akibat cedera langsung dan sering didapat pada lobus frontal atau temporal.
g.      Hematoma subarachnoid yang terjadi akibat trauma, meskipun pembentukan hematom jarang.

b.      Klasifikasi Trauma Kepala berdasarkan nilai Skala Glasgow (SKG) :
1.      Minor atau ringan
-          SKG 13-15
-          Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
-          Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2.      Sedang
-          SKG 9-12
-          Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
-          Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3.      Berat
-          SKG 3-8
-          Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
-          Meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial


7.      Patofisiologi
Trauma Kepala dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya adalah kecelakaan lalu lintas, kecelakaan industri, kecelakaan karena olahraga, dan karena benturan benda tajam dan benda yang tumpul. Trauma kepala ini dapat menyerang/mengenai kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, dan jaringan otak.
Pada kulit kepala, akan terjadi hematoma pada kulit yang akan menyebabkan cedera otak primer yakni scalp injury yang dapat mengakibatkan laserasi, hematoma, dan abrasi. Lalu juga ada skull injury yang menyebabkan fraktur tulang tengkorak karena trauma terbuka yang mengakibatkan udara luar terhubung dengan isi ruang kepala. Fraktur tulang tengkorak ini terbagi dalam fraktur linear, communited, depressed, compound, dan dasar tengkorak/basis.  Dari itu semua akan mengakibatkan memar hematorak lalu tekanan intrakranial meningkat dan respon fisiologi terstimulus yang akhirnya ada cedera otak sekunder hingga akhirnya terjadi peningkatan kerusakan sel otak.

Kecelakaan
(lalu lintas, industri, OR)
Kecelakaan
(lalu lintas, industri, OR)
Jatuh
Trauma kepala
Jaringan otak
Kulit
Cedera Otak Primer
Scalp Injury
Laserasi
Hematoma
Abrasi
Meningen
kebocoran
Resiko tinggi infeksi
Tulang kepala
Fraktur:
- Linear
- Comminuted
- Depressed
- Compound
- Basis
Memar hematorak
TIK ↑
Tekanan foramen magnum ↑
Herniasi
Tekanan ↑
kematian
Iskemik
Infark otak 
Cedera sekunder
Penekanan saraf okulomotorik
Dilatasi pupil tidak ada respon terhadap cahaya
Saraf abducen tertekan
strabismus
Aliran limfe ke belakang mata tidak mengalir
Mengumpul di tempat keluar saraf optikus
Penonjo-lan papil
Menekan pembuluh darah
Pembuluh darah pecah
Komusia
Kontusio
Hematoma
Kerusakan sel otak
Perubahan perfusi jaringan serebral
Kerusakan sel otak
 

Gangguan neurologi
Penurunan kesadaran
Somnolen
Koma
O2 ke otak ↓
Merangsang hipotalamus
Sakit kepala
Pusing
Hipotalamus diensefalon tertekan
Produksi ADH ↑
Retensi Na + H2O
Kerusakan hemisfer motorik
Tonus otot ↓
Merangsang steroid dan adrenal
Sekresi HCl ↑
Mual dan muntah
Kerusakan sel otak
Stress lokasi
Katekolamin ↑
Rangsangan simpatis
Tekanan vaskuler sistemik ↑
Tekanan pada pulmonal ↑
Tekanan hidrostatis ↑
Cairan kapiler bocor
Edema paru
Gangguan autoregulasi
Aliran darah ke otak ↓
O2 metabolisme ↓
Gangguan metabolisme
Glikolisis aerob ↓
Asam laktat ↑
pH ↓
Asidosis sel
Depolarisasi
Na+ ↑, K+ 
Cl-
H2O masuk ke sel
Pembengkakan sel
Osmolaritas ↑
H2O keluar ke interstitial
Edema sitotoksik
Aliran listrik tak terkendali
Aliran listrik ↑
Kejang
 



8.      Manifestasi Klinis
1.   Cedera Kulit Kepala
a.    Kontusio
-    Cedera memar pada jaringan kulit kepala, dengan kemungkinan efusi darah ke dalam ruang subkutan tanpa ditemukannya robekan kulit.
b.   Abrasi
-    Bagian kulit kepala lecet.
c. Laserasi
-    Luka atau robekan jaringan kulit kepala yang cenderung terjadi perdarahan yang banyak.

1. Cidera Fraktur Tengkorak
a. Linear
- Pembengkakan, ekimosis atau nyeri terjadi di kulit kepala dapat juga terjadi kontusio atau laserasi kulit.
b. comminuted depressed adanya kebocoran serebros spinal dari telinga (otorea) atau hidung (rinorea)
- Pembengkakan Ekimosis.
c. Compound
- Terdapat lubang eksternal pada kulit kepala, membrane mukosa sinus.
d. Dasar Tengkorak
- Fraktur linear dari dasar tulang temporal atau frontal yang meluas ke fosa anterior, media, atau posterior, farktur ini menimbulkan gambaran klinis yang khas, yang bergantung pada lokasi fraktur (mis, racoon’s eyes (ekimosis periorbital), tanda  battle (ekimosis mastoid), otorea, rinorea, dan anosmia (gangguan pengindra bau).

2. Cidera Serebral
a. komosio Serebri
 Muntah tanpa nausea, nyeri pada lokasi cidera, mudah marah, hilang energy, pusing dan mata berkunang-kunang,tidak ada ketidaknormalan pupil, ingatan sementara hilang.
b. kontusio Serebri
Perubahan tingkat kesadaran, lemah dan paralisis tungkai,  kesulitan berbicara, hilangnya ingatan sebelum dan pada saat trauma, sakit kepala dan leher kaku, tidak merespon baik rangsang verbal dan nyeri, peningkatan frekuensi nafas dan denyut nadi, demam diatas 370C, muntah, Ekimosis pada daerah frontal (tanda battles’s).
c. Hematoma Epidural
hilangnya kesadaran dalam waktu singkat, mengikuti beberapa menit sampai beberapa jam periode flasia, kemudian secara progresif turun kesadarannya, gangguan penglihatan, sakit kepala, lemah, perasaan mengantuk, leher kaku yang menunjukkan hematoma epidural fosa posterior, tanda-tanda pupil: dilatasi, tidak reaktifnya pupil. Tekanan darah meningkat, pernafasan dan denyut nadi menurun.
d.   Hematoma Subdural
Akut : berubah-ubah hilang kesadaran, sakit kepala, otot wajah melemah, melemahnya tungkai pada satu sisi, gangguan penglihatan, tanda-tanda babinsky positif, hiperaktif reflek tendon.
Subakut : ada pembekuan darah, namun hanya dapat dilihat melalui CT Scan.
Kronik : gangguan mental, sakit kepala yang hilang timbul, perubahan tingkah laku, kelemahan yang hilang timbul pada salah satu tungkai pada sisi tubuh,penurunan tingkat kesadaran yang hilang timbul, gangguan fungsi mental, perubahan pola tidur, peningkatan tekanan intracranial.

9.      Pemeriksaan Penunjang
1.      CT Scan ( Dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
Catatan : untuk mengetahui adanya infark/iskemia jangan dilakukan pada 24-72 jam setelah injuri.
2.      MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3.      Cerebral Angiography : menunjukan anomaly sirkulasi cerebral, seperti  : perubahan jaringan otak sekunder  menjadi udema, perdarahan dan trauma.
4.      Serial EEG : dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis.
5.      X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan/edema) , fragmen tulang.
6.      BAER : mengoreksi batas fungsi cortex dan otak kecil.
7.      PET : Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
8.      CSF, Lumbal Pungsi : Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
9.      ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intracranial.
10.  Kadar Elektrolit : untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intracranial.
11.  Screen Toxicologi : Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.

10.  Komplikasi
1.      Edema pulmonal
Edema pulmonal terjadi akibat refluks cushing/perlindungan yang berusaha untuk mempertahankan tekanan perfusi dalam jaringan. Perubahan permeabilitas pembuluh darah paru berperan dalam proses berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.

2.      Peningkatan TIK
Tekanan intracranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15 mmHg, dan herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan darah yang mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi rerebral. Yang merupakan komplikasi serius dengan akibat herniasi dengan gagal pernapasan dan gagal jantung.

3.      Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut. Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan napas oral disamping tempat tidur klien. Selama kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya mempertahankan, jalan napas paten dan mencegah cedera lanjut.

4.      Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak  basalir bagian petrosus dari tulang temporal akan merobek meningen, sehingga CSS akan keluar.

5.      Infeksi
Infeksi selalu menjadi ancaman yang paling berbahaya untuk cedera terbuka dan edema dihubungkan dengan trauma jaringan.

6.   Hematoma
Rupture vaskuler daoat terjadi pada cedera kepala yang dapat mengakibatkan perdarahan diantara tulang tengkorak dan permukaan serebral.
7.      Iskemia
8.      infark
9.      kematian




11.  Penatalaksanaan Medis
 Obat-obatan :
-          Dexamethason atau Klamethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
-          Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi vasodilatasi.
-          Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40% atau gliserol 10%.
-          Antibiotika yaitu mengandung barrier darah otak (penisilin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.
-          Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrose 5%, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 – 3 hari kemudian diberi makanan lunak.
-          Pada trauma berat, karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5% 8 jam pertama, ringer dextrose 8 jam kedua dan dextrose 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500-3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogennya.
Penatalaksanaan
Konservatif :
1.      Bedrest total.
2.      Pemberian obat-obatan.
3.      Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran).








BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA KEPALA

A.    Pengkajian
1.      Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, dan lain-lain.
2.      Status kesehatan
a.       Status kesehatan saat ini :
Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian , status kesadaran saat kejadian (GCS), pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
b.      Status kesehatan masa lalu :
Riwayat kesehatan terdahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistemik lainnya. Kaji adanya riwayat trauma kepala sebelumnya tau pernah mengalami kecelakaan.
3.      Penyakit keluarga
4.      pemeriksaan fisik
a.       Keadaan umum
b.      Tingkat kesadaran:
Compos mentis, apatis, somnolen, sopor, koma.
c.       Tanda-tanda vital
d.      Sistem Pernapasan :
Perubahan pola pernapasan, baik irama kedalaman maupun frekuensi,bunyi napas.
e.       Sistem Kardiovaskuler :
Apabila terjadi peningkatan TIK tekanan darah meningkat, denyut nadi takikardia.
f.       Sistem Perkemihan :
Inkontinensia, distensi kandung kemih.
g.      Sistem musculoskeletal :
Kelemahan otot, deformasi.
h.      Sistem Gastrointestinal :
Mual, muntah, disfagia.
i.         Sistem persarafan :
1)      Pengkajian fungsi kognitif
Mengkaji fungsi memori dan kemampuan kalkuasi klien dengan mengajukan tiga pertanyaan orientasi mengenai orang, tempat, dan waktu utnuk mengobservasi perubahan neurologis.
2)      Pengkajian tingkat keterjagaan:
Kesadaran kualitatif. kesadaran kuantitatif (GCS) yang meliputi eye, verbal dan motoric, serta kaji kemampuan koordinasi klien.
3)      Pengkajian Nervus cranial :
a)      N I ( Olfaktoruis) : Penurunan daya penciuman.
b)      N II (Optikus) : Pada trauma frontalis terjadi penurunan kesadaran.
c)      N III (Okulomotoris) :Penurunan lapang pandang, perubahan ukuran pupil,
d)     N IV ( Trochlearis) : bola mata tidak dapat mengikuti perintah bergerak ke atas bawah.
e)      N V (Trigeminus) : Gangguan mengunyah.
f)       N VI (abducens) : bola mata tidak dapat mengikuti perintah bergerak ke kiri dan kanan.
g)      N VII (Fasialis) : lemahnya otot-otot disekita mata untuk menutu kelopak mata, hilangnya rasa pada 2/3 anterior lidah.
h)      N VIII (Festibularis) : Penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh.
i)        N IX (Glosofaringeus) : jarang ditemukan.
j)        N X (Vagus) : jarang ditemukan.
k)      N XI (Assesorius) : kelemahan otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezieus tapi ini jarang ditemukan.
l)        N XII (Hipoglosus) : kelemahan untuk menggerakkan lidah.

B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia.
2.      Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial (TIK).
3.      Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan deficit neurologis.
4.      Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual-muntah.


C.     Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperatan
Kriteria Hasil

1.                    
1.               Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan Selama 1 x 24 jam, diharapkan klien mempunyai perfusi jaringan yang adekuat dengan kriteria hasil :
a. Tingkat kesadaran normal.
b. Tanda-tanda vital normal
1.                Kaji status neurologis yang berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK, terutama GCS.
2.                Monitor tanda-tanda vital.

3.                Tinggikan posisi kepala dengan sudut 15-45 tanpa bantal dengan posisi Tinggikan posisi kepala dengan sudut 15-45 derajat tanpa bantal dengan posisi netral.
4.                Berikan obat-obatan antiedema seperti manito, gliserol dan lasix sesuai indikasi.
2.                   Hasil dari pengkajian dapat diketahui secara dini adanya tanda-tanda peningkatan TIK sehingga dapat menentukan arah tindakan selanjutnya.
3.                   Dapat mendeteksi secara dini tanda-tanda meningkatnya TIK.
4.                   Posisi kepala dengan sudut 15 -45 derajat dari kaki akan meningkatkan dan melancarkan aliran vena kepala sehingga mengurangi kongesti cerebrum, dan mencegah penekanan pada saraf spinalis yang menambahkan TIK.
5.                   Manitol/ gliserol merupakan cairan hipertonis yang berguna untuk menarik cairan dari ekstaseluler dan intraseluler. Lasix untuk meningkatkan eksresi natrium dan air yang berguna untuk mngurangi edema otak.

2.               Gangguan rasa nyaman nyeri  berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial (TIK).

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, nyeri berkurang atau terkendali dengan kriteria hasil:
a.       Pelaporan nyeri terkontrol.
b.      Klien tenang, tidak gelisah.
c.       Klien dapat cukup istirahat
1.                  Tentukan riwayat nyeri, lokasi, intensitas dan durasi.

2.                  Monitor tanda-tanda vital.
3.                  Buat posisi kepala lebih tinggi (semifowler).
4.                  Kurangi stimulus ransangan yang tidak menyenangkan dari luar dan berikan tindakan menyenangkan seperti masase.
1. informasi akan memberikan data dasar untuk membantu dalam menentukan pilihan / keefektifan intervensi.
2. perubahan TTV meruakan indicator nyeri.
3. meningkatkan dan melancarkan aliran balik darah vena dari kepala sehingga dapat mengurangi edema dan TIK.
4. respon yang tidak menyenangkan menambah ketegangan saraf dan masase akna mengalihkan ransangan terhadap nyeri.
3.               Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan deficit neurologis.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Selama 1 x 24 jam, diharapkan klien mengalami perubahan persepsi sensori dengan kriteria hasil :
a. tingkat kesadaran normal (E4 V5 M6 ).
b. Fungsi alat-alat indera baik.
c. klien kooperatif kembali dan dapat berorientasi pada orang, waktu dan tempat.
1. Kaji respon sensori terhadap panas atau dingin, raba atau sentuhan. Catat perubahan-perubahan yang terjadi.
2. Kaji persepsi klien, baik respon balik dan koneksi kemampuan klien berorientasi terhadap orang, tempat dan waktu.
3. Berikan stimulus yang berarti saat penurunan kesadaran.
4.  Rujuk pada ahli fisioterapi, terapi wicara dan terapi kognitif.
1. Semua  sistem sensori dapat terpengaruh dengan adanya perubahan yang melibatkan kemampuan untu menerima dan berespon sesuai stimulus.
2. Hasil pengkajian dapat menginformasikan susunan fungsi otak yang terkena dan membantu intervensi sempurna.

3. Merangsang kembali kemampuan persepsi sensori.
4. Pendekatan antar disiplin antara menciptakan rencana penatalaksanaan terintregasi yang berfokus pada peningkatan evaluasi.
4.               Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual-muntah.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan Selama 1 x 24 jam, diharapkan kebutuhan volume cairan klien terpenuhi dengan kriteria hasil :
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
b. Nadi perifer teraba kuat.
c. Haluaran urine adekuat.
1.                  Ukur haluaran urine, catat ketidakseimabangan intake dan output.
2.                  Dorong masukan cairan peroral sesuai toleransi.
3.                  Pantau tekanan darah dan denyut jantung.
4.                  Kaji membrane mukosa, turgor kulit dan rasa haus.
1.                  Penurunan haluaran urine dapat menyebabkan hypovolemia.
2.                  Memperbaiki kebutuhan cairan.
3.                  Pengurangan dalam sirkulasi volume cairan dapat mengurangi tekanan darah, mekanisme kompensasi awal takikardia untuk emningkatkan curah jantung dan tekanan darah sistemik.
4.                  Merupakan indicator dari kekurangan volume cairan dan sebagi pedoman untuk penatalaksanaan dehidrasi.


D.    Evaluasi
1.      Tidak terjadi hipoksia sehingga perfusi jaringan serebral tidak terganggu.
2.      tekanan intracranial sudah berkurang dan klien merasa nyaman.
3.      Persespi sensori dapat teratasi.
4.      Mual muntah klien dapat teratasi


                                                                                














BAB IV
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Trauma kepala itu adalah gangguan traumatic yang mencakup kulit kepala, tengkorak, atau otak yang disebabkan oleh kekuatan eksternal yang menimbulkan perubahan tingkat kesadaran. Penyebabnya bisa karena kevelakaan lalu lintas, kecelakaan industry, kecelakaan saat berolah raga dan jatuh. Mekanisme saat cidera kepala ada empat jenis. Klasifikasi trauma kepala dapat dibedakan berdasarkan lokasi terjadinya trauma. Manifestasi klinisnya bermacam-macam diantaranya penurunan kesadaran, pengeluaran cairan serebrospinal, muntah, kekakuan dan lain-lain. Komplikasi dari trauma kepada ini ada hemtoma, kejang, infeksi, iskemia, infark hingga kematian. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan dapat dilakukan tindakan pembedahan dan penatalaksanaan keperawatan yang dilakukan yaitu melakukan perawatan luka untuk  menghindarinya terjadi infeksi pasca pembedahan.

B.     Saran
            Kecelakaan dapat terjadi kapan saja dan dimana saja, dan akibat dari kecelakaan itu bisa menyebabkan trauma kepala bila kepala tidak terlindungi. Sebaiknya saat mengendarai kendaraan bermotor pengendara harus menggunakan helm untuk menghindari terjadinya trauma kepala, menghindari dari benda-benda yang beresiko mencederai kepala, saat melakukan olah raga gunakan pelindung kepala bila memadai. Menjaga kepala dari benturan dan kecelakaan adalah hal yang penting agar tidak terjadi masalh penyakit yang berkelanjutan.


DAFTAR PUSTAKA
Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC,1999.
Rahariyani, Loetfia Dwi, 2008. Asuhan Keperawatan Klien Trauma Kepala,Jakarta:EGC
Hudak & Gallo.1996. Keperawatan Kritis : pendekatan holistic. Jakarta EGC

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »