BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung
atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak. Kejadian cedera kepala ini sering terjadi
karena, pada umumnya masyarakat kurang memahami penanganan dalam menangani
pertolongan pertama pada kasus cedera kepala.
Secara anatomis
otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala, serta tulang dan tentorium
atau helem yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak akan mudah sekali
terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak tidak
dapat diperbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi
seseorang.
Cedera kepala
merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia
produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, selain penanganan di lokasi kejadian dan selama
transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat
darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Efek-efek
ini harus dihindari dan ditemukan secepatnya oleh perawat untuk menghindari
rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan mental dan fisik, bahkan kematian.
Resiko utama
klien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau
pembengkakan otak sebagai responds terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan
tekanan intracranial. 50 % dari kematian karena trauma berhubungan dengan trauma
kepala, dan lebih dari 60 % kematian trauma kendaraan bermotor akibat injury
pada kepala.
Oleh karena itu
diperlukan pemahaman dan pengelolaan yang lebih baik terutama tentang
penanganan, pencegahan cedera otak
sekunder dan cara merujuk penderita secepat mungkin oleh petugas kesehatan yang
berada digaris depan.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah:
1.
Menguraikan anatomi
fisiologi otak ?
2.
Menguraikan pengertian
cedera kepala ?
3.
Menguraikan etiologi dari cedera kepala
?
4.
Menguraikan klasifikasi dari cedera otak
?
5.
Menguraikan patofisiologi dari cedera
kepala ?
6.
Menguraikan manifestasi klinik dari cedera kepala ?
7. Menguraikan
pemeriksaan diagnostic dari cedera kepala ?
8.
Menguraikan penatalaksanaan dari cedera kepala?
9.
Menguraikan komplikasi dari cedera kepala?
10.
Menguraikan konsep asuhan keperawatan dari cedera kepala ?
11.
Menguraikan diagnosa keperawatan dari cedera kepala
?
12.
Menguraikan rencana tindakan keperawatan dari cedera
kepala ?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu:
1. Sebagai sumber informasi untuk mahasiswa.
2. Agar dapat menambah pengetahuan dan pemahaman khususnya bagi mahasiswa S1 keperawatan mengenai cedera kepala yang mana mencakup dari etiologi ,manifestasi klinik ,diagnosa keperawatan hingga rencana tindakan keperawatan.
1. Sebagai sumber informasi untuk mahasiswa.
2. Agar dapat menambah pengetahuan dan pemahaman khususnya bagi mahasiswa S1 keperawatan mengenai cedera kepala yang mana mencakup dari etiologi ,manifestasi klinik ,diagnosa keperawatan hingga rencana tindakan keperawatan.
BAB
II
TINJAUAN
TEORITIS
A. Pengertian
Cedera
kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertau dengan
perdarahan interstitial dalam substansi otak, tanpa terputusnya kontinuitas
otak (Krisanty, Paula DKK, 2009)
Cedera
kepala mencakup trauma pada kulit kepala, tengkorak (cranium dan tulang wajah),
atau otak, keparahan cedera berhubungan dengan tingkat kerusakan asal otak dan
patologi sekunder yang terkait (Stillwell, Susan B, 2011)
Cedera
kepala adalah trauma yang mengenai otak disebabkan oleh kekuatan ekternal yang
menimbulkan perubahan tingkat kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif,
fungsi fisik, fungsi tingkah laku dan emosional (Aryani, Ratna Dkk, 2008).
Jadi
trauma kepala itu adalah gangguan traumatic yang mencakup kulit kepala,
tengkorak, atau otak yang disebabkan oleh kekuatan eksternal yang menimbulkan
perubahan tingkat kesadaran.
B. Anatomi
Fisiologi serebral
1.
Tengkorak
Tulang tengkorak merupakan struktur
tulang yang menutupi dan melindungi otak, terdiri dari 22 tulang: 8 tulang
kranial dan 14 tulang fasial. Tulang-tulang tengkorak disatukan oleh sendi yang
tidak bergerak disebut sutura. Sutura
coronalis terletak antara os frontalis dn os parietalis. Sutura lambdoidea
terletak diantara os parietal dan os occipital, dan sutura sagittalis terletak
antara kedua os parietal. Lapisan dalam membentuk rongga/fosa; fosa
anterior idalamnya terdapat lobus frontalis, fosa tengah berisi
lobus temporalis, parientalis, oksipitalis, fosa posterior berisi otak
tengah dan sereblum. Didalam fosa cranii anterior,
lubang-lubang lamina cribdriformis ossis ethmoidalis dapat dilihat,
lubang-lubang ini dilalui oelh nervus oflactorius. Di dalam fosa cranii media,
di ala minor ossis sphenoidalis terdapat canalis opticus yang dilalui oleh
nervus optikus dan arteri ophthalmica.
Tulang oksipitalis membentuk bagian
dasar dan bagian belakang cranii, yang terdiri dari :
Foramen
rotundam terletak di ala mayor ossis sphenoidalis dilalui oleh nervus
trigeminus. Foramen ovale menembus ala minor ossis sphenoidalis dan dilalui
oelh divisi mandibularis nervus trigeminus.
·
Foramen spinosum yang
kecil, terdapat di ala mayor dilalui oleh arteri meningea media.
·
Foramen lacerium yang
lebih besar dan irregular terletak diantara ala mayor ossis sphenoidalis dan
pars petrosa ossis temporalis.
·
Foramen magnum yang
besar pada os occipital dilalui oleh media oblongata.
·
Foramen jugulare
dilalui oleh nervus glosopharyngeus, nervus vagus, nervus accessories.
2. Meningen
Otak
dan sumsum tulang belakangdiselimuti meningia yang melindungi syruktur saraf
yang halus itu, membawa pembulu darah dan dengan sekresi sejenis cairan, yaitu:
cairan serebrospinal yang memperkecil benturan atau goncangan. Selaput
meningen menutupi terdiri dari 3 lapisan yaitu:
a) Dura mater
Dura mater
secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan
lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas
jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium.
Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu
ruang potensial ruang subdural yang terletak antara dura mater dan
arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada
cedera otak, pembuluh pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus
sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins,
dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus
sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus
sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan
perdarahan hebat . Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan
gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk
dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah: 1) sakit kepala yang menetap 2)
rasa mengantuk yang hilang-timbul 3) linglung 4) perubahan ingatan 5)
kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan. Arteri-arteri meningea
terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari kranium ruang epidural.
Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri
ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami
cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa media fosa
temporalis. Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan
membuat lubang di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah,
juga dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.
b) Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid
merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput arakhnoid terletak
antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak.
Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium
subdural dan dari piamater oleh spatium subarakhnoid yang
terisi oleh liquor serebrospinalis . Perdarahan sub arakhnoid umumnya
disebabkan akibat cedera kepala.
c) Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks
serebri. Pia mater adalah membrana vaskular yang dengan erat membungkus
otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam.
Membran ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya.
Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater.
3. Otak
a) Cerebelum
Cerebelum
adalah bagian terbesar otak dan terdiri dari dari dua hemisperium cerebri yang
dihubungkan dengan masa substansi alba yang disebut corpus callosum. Setiap
henispher dibagi dalam 4 lobus yang terdiri dari lobus frontal, oksipital,
temporal dan pariental. Yang masing-masing lobus memiliki fungsi yang berbeda,
yaitu:
1) Lobus frontalis
Lobus frontalis pada korteks serebri terutama
mengendalikan keahlian motorik misalnya menulis, memainkan alat musik atau
mengikat tali sepatu. Lobus rontalis juga
mengatur eks/presi wajah dan isyarat tangan. daerah tertentu pada lobus frontalis bertanggung jawab
terhadap aktivitas motorik tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan. Efek
perilaku dari kerusakan lobus frontalis
ervariasi, tergantung kepada ukuran dan lokasi kerusakan fisik yang
terjadi. Kerusakan yang kecil, jika hanya mengenai satu sisi otak, biasanya
tidak menyebabkan perubahan perilaku
yang nyata, meskipun kadang menyebabkan kejang. Kerusakan luas yang mengarah ke
bagian belakang lobus frontalis bisa menyebabkan apati, ceroboh,
lalai dan kadang inkontinensia. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian
depan atau samping lobus frontalis menyebabkan perhatian penderita mudah
teralihkan, kegembiraan yang berlebihan, suka menentang, kasar dan kejam.
2) Lobus parietalis
Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan
kesan dari bentuk, tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah
kecil kemampuan matematikan dan bahasa berasal dari daerah ini. Lobus
parietalis juga membantu mengarahkan posisi pada ruang di sekitarnya dan
merasakan posisi dari bagian tubuhnya. Kerusakan kecil di bagian depan lobus
parietalis menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang berlawanan. Kerusakan
yang agak luas bisa menyebabkan hilangnya kemampuan untuk melakukan serangkaian
pekerjaan keadaan ini disebut ataksia dan untuk menentukan arah
kiri-kanan. Kerusakan yang luas bisa mempengaruhi kemampuan penderita dalam
mengenali bagian tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau bahkan bisa
mempengaruhi ingatan akan bentuk yang sebelumnya dikenal dengan baik misalnya,
bentuk kubus atau jam dinding. Penderita bisa menjadi linglung atau mengigau dan
tidak mampu berpakaian maupun melakukan pekerjaan sehari-hari lainnya.
3) Lobus temporalis
Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja
terjadi menjadi dan mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus
temporalis juga memahami suara dan gambaran, menyimpan memori dan
mengingatnya kembali serta enghasilkan
jalur emosional. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan
menyebabkan terganggunya ingatan akan suara dan bentuk. Kerusakan pada lobus
temporalis sebelah kiri menyebabkan gangguan pemahaman bahasa yang berasal
dari luar maupun dari dalam dan menghambat penderita dalam mengekspresikan
bahasanya. Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan yang
nondominan, akan mengalami perubahan kepribadian seperti tidak suka bercanda,
tingkat kefanatikan agama yang tidak biasa, obsesif dan kehilangan gairah
seksual.
4) Lobus Oksipital
Fungsinya untuk visual center.
Kerusakan pada lobus ini otomatis akan
kehilangan fungsi dari lobus itu sendiri yaitu penglihatan.
a) Diecephalon
Diencephalon hampir seluruhnya tertutup dari
permukaan otak. Terdiri atas thalamus di dorsal dan hipotalamus ventral.
Thalamus dibagian dorsal dari
diencephalon dan melingkupi dua sis otak. Tiap bagian terletak pada sebelah sis
bentrikel ketiga.thalamus menerima sebagian besar input saraf yang menuju ke
cerebri cortex. Dalam thalamus ini juga terdapat projection fibers, yaitu
kumpulan akson dari soma sel yang terletak pada satu bagian otak dan memiliki
kemampuan untuk bersinaps dengan neuron dibagian otak lain.
Hipotalamus terletak dikedua sisi
bagian inferior dari ventrikel ketga dibagian dasar otak, persis dibawah thalamus.
Hipotalamus memegang peranan sangat penting yaitu mengatur sistem saraf otomon
dan sistem endokrin, serta memegang peranan penting dlam pengaturan perilaku
bermotivasi.
b) Mesencephalon
Mesencephalon adalah bagian sempit otak yang
berjalan melewati incisura tentoria yang menghubungkan otak depan dengan otak
belakang. mesencephalon terdiri dari dua belahan lateral yang disebut
penduculus cerebri. Rongga sempit mesencephalon disebut aqueductus cerebri yang
menghasilkan ventrikulus tertius dengan ventrikulus quartus. mesencephalon
terdiri dari dua struktur utama yatu :
Pons.
Bagian-bagian teresebut membentuk suatu
gundukan pada bagian permukaan ventral dari batang otak yang disebut pons. Ons
mengandung serabut-serabut acendens dan decendens yang menghubungnkan otak
depan, mesencephalon, dan medulla spinalis.
Cerebelum.
Cerebellum merupakan strukur yang memiliki peranan sangat penting dalam sensoti
motoric. Kerusakan dari cerebellum akan mengakibatkan ketidakstabilan dalam
berjalan berdiri dan gerakan-gerakan koordinasi lainnya.
c) Myelencephalon
Hanya terdiri dari struktur utama,
yaitu medulla oblongata.medulla terdiri dari sebgaina reticular formation,
teermasuk didalamnya nuclei yang mengatur fungsi organ-organ vital seperti
pengaturan sistem kardiovaskular, respirasi, dan gerakan otot kepala.
4. Etiologi
Kecelakaan lalu lintas.
1. Jatuh.
2. Kecelakaan
industry.
3. Kecelakaan
olahraga.
5. Mekanisme
cedera kepala
Mekanisme
cedera kepala khasnya meliputi :
1. Cedera
akselerasi, terjadi jika objek bergerak menghantam kepala atau peluru yang
ditembakan ke kepala.
2. Cedera
deselerasi, terjadi jika kepala yang bergerak membentu objek yang diam, seperti
pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan mobil.
3. Cedera
coup-contre coup terjadi jika kepala berbentur, yang menyebabkan otak bergerak
ke ruang dalam kranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang
berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentu. Cedera tersebut juga
disebut cedera translasional karena berbenturan dapat berpindah ke area otak
yang berlawanan. Sebagai contoh, apabila seorang klien di pukul dengan objek
tumpul pada bagian belakang kepalanya, penting untuk mengkaji apakah terdapat
cedera pada lobus frontalis dan lobus oksipitalis serta serebelum.
4. Cedera
rotasional, terjdi jika pukulan atau benturan menyebabkan otak berputar dalam
rongga tengkorak , yang mengakibatkan peregangan atau robeknya pembuluh darah
yang memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.
6. Klasifikasi
cidera kepala
a. Klasifikasi
Cedera Kepala :
1. Scalp
wounds (trauma kulit kepala)
a. Kontusio,
yaitu memar pada jaringan kulit kepala, dengan kemungkinan efusi darah ke dalam
ruang subkutan tanpa ditemukan robekannya kulit.
b. Abrasi,
bagian lapisan atas kulit yang lecet.
c. Laserasi,
luka atau robekan jaringan kulit kepala yang cenderung terjadi perdarahan yang
banyak.
2. Cedera
fraktur tengkorak
a. Linear,
adalah retak biasa pada hubungan tulang dan tidak merubah hubungan dari keduan fragmen.
b. Comminuted
fraktur, adalah patah tulang dengan multiple fragmen dengan frktur yang
multilinear.
c. Depressed
fraktur, fragmen tulang melekuk ke dalam.
d. Coumpound
fraktur, fraktur tengkorak yang meliputi laserasi dari kulit kepal, membrane
mukosa, sinus paranasal, mata dan telinga atau membrane timpani.
e. Fraktur
dasar tengkorak, yaitu fraktur yang
terjadi di dasar tengkorak, khususnya pada fosa anterior dan tengah .
3. Cedera
serebral
a. Komosio
serebri. Adalah suatu kerusakan sementara fugsi neurologi yang disebabkan oleh
benturan kepala. Biasanya tidak merusak struktur tetapi menyebabkan hilangnya
ingatan sebelum dan sesudah cedera, lesu, mual dan muntah. Biasanya dapat
kembali pada fungsi yan normal. setelah komosio akan timbul sindroma berupa
sakit kepala, pusing, ketidakmampuan untuk konsentrasi beberapa minggu setelah
kejadian.
b. Kontusio
serebri. Benturan dapat menyebabkan perubahan dari struktur dari permukaan otak
yang mengakibatkan perdarahan dan kematian jaringn dengan atau tanpa edema. Kontusio
dapat berupa coup atau kontracoup injury. Deficit neurologi serius dapat
terjadi. Gejala-gejala tergantung pda luasnya kerusakan.
c. Hematoma
epidural. Adalah perdarahan yang menuju keruang antara tengkorak dan durameter.
Kondisi ini terjadi karena laserasi dari arteri meningeal media.
d. Hematom
Subdural
Terkumpulnya
darah antara durameter dan jairngan otak, dapat terjadi akut dan kronik.
Terjadi akibat
pecahnya pembuluh darah vena atau
jembatan vena yang biasa terdapat diantara durameter, perdarahan lambat dan
sedikit.
Periode akut:terjadi 48 jam- 72 jam.
Periode subakut: terjadi 2-3hari dan 2 minggu,
Periode kronik: dapat terjadi dalam 2 minggu
atau beberapa bulan.
e. Tanda
dan gejalanya : nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir
lambat,
f. Hematoma
intracerebral. Adalah perdarahan yang menuju ke jaringan serebral. Biasanya
terjadi akibat cedera langsung dan sering didapat pada lobus frontal atau
temporal.
g. Hematoma
subarachnoid yang terjadi akibat trauma, meskipun pembentukan hematom jarang.
b. Klasifikasi
Trauma Kepala berdasarkan nilai Skala Glasgow (SKG) :
1. Minor
atau ringan
-
SKG 13-15
-
Dapat terjadi
kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
-
Tidak ada kontusio
tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
-
SKG 9-12
-
Kehilangan kesadaran
dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
-
Dapat mengalami fraktur
tengkorak.
3. Berat
-
SKG 3-8
-
Kehilangan kesadaran
dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
-
Meliputi kontusio
serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial
7. Patofisiologi
Trauma Kepala dapat disebabkan oleh
berbagai faktor diantaranya adalah kecelakaan lalu lintas, kecelakaan industri,
kecelakaan karena olahraga, dan karena benturan benda tajam dan benda yang
tumpul. Trauma kepala ini dapat menyerang/mengenai kulit kepala, fraktur tulang
tengkorak, dan jaringan otak.
Pada
kulit kepala, akan terjadi hematoma pada kulit yang akan menyebabkan cedera
otak primer yakni scalp injury yang dapat mengakibatkan laserasi, hematoma, dan
abrasi. Lalu juga ada skull injury yang menyebabkan fraktur tulang tengkorak
karena trauma terbuka yang mengakibatkan udara luar terhubung dengan isi ruang
kepala. Fraktur tulang tengkorak ini terbagi dalam fraktur linear, communited,
depressed, compound, dan dasar tengkorak/basis.
Dari itu semua akan mengakibatkan memar hematorak lalu tekanan
intrakranial meningkat dan respon fisiologi terstimulus yang akhirnya ada cedera otak sekunder hingga akhirnya
terjadi peningkatan kerusakan sel otak.
Kecelakaan
(lalu lintas, industri,
OR)
|
Kecelakaan
(lalu lintas, industri,
OR)
|
Jatuh
|
Trauma kepala
|
Jaringan otak
|
Kulit
|
Cedera Otak Primer
|
Scalp Injury
|
Laserasi
|
Hematoma
|
Abrasi
|
Meningen
|
kebocoran
|
Resiko tinggi infeksi
|
Tulang kepala
|
Fraktur:
-
Linear
-
Comminuted
-
Depressed
-
Compound
-
Basis
|
Memar hematorak
|
TIK ↑
|
Tekanan foramen magnum ↑
|
Herniasi
|
Tekanan ↑
|
kematian
|
Iskemik
|
Infark otak
|
Cedera sekunder
|
Penekanan saraf
okulomotorik
|
Dilatasi pupil tidak ada
respon terhadap cahaya
|
Saraf abducen tertekan
|
strabismus
|
Aliran limfe ke belakang
mata tidak mengalir
|
Mengumpul di tempat
keluar saraf optikus
|
Penonjo-lan papil
|
Menekan pembuluh darah
|
Pembuluh darah pecah
|
Komusia
Kontusio
Hematoma
|
Kerusakan sel otak
|
Perubahan perfusi
jaringan serebral
|
Kerusakan sel otak
|
Gangguan neurologi
|
Penurunan kesadaran
|
Somnolen
|
Koma
|
O2 ke otak ↓
|
Merangsang hipotalamus
|
Sakit kepala
|
Pusing
|
Hipotalamus diensefalon tertekan
|
Produksi ADH ↑
|
Retensi Na + H2O
|
Kerusakan hemisfer motorik
|
Tonus otot ↓
|
Merangsang steroid dan adrenal
|
Sekresi HCl ↑
|
Mual dan muntah
|
Kerusakan sel otak
|
Stress lokasi
|
Katekolamin ↑
|
Rangsangan simpatis
|
Tekanan vaskuler sistemik ↑
|
Tekanan pada pulmonal ↑
|
Tekanan hidrostatis ↑
|
Cairan kapiler bocor
|
Edema paru
|
Gangguan autoregulasi
|
Aliran darah ke otak ↓
|
O2 metabolisme ↓
|
Gangguan metabolisme
|
Glikolisis aerob ↓
|
Asam laktat ↑
|
pH ↓
|
Asidosis sel
|
Depolarisasi
|
Na+ ↑, K+
↓
|
Cl-↑
|
H2O masuk ke sel
|
Pembengkakan sel
|
Osmolaritas ↑
|
H2O keluar ke
interstitial
|
Edema sitotoksik
|
Aliran listrik tak terkendali
|
Aliran listrik ↑
|
Kejang
|
8. Manifestasi
Klinis
1. Cedera
Kulit Kepala
a. Kontusio
- Cedera
memar pada jaringan kulit kepala, dengan kemungkinan efusi darah ke dalam ruang
subkutan tanpa ditemukannya robekan kulit.
b. Abrasi
- Bagian
kulit kepala lecet.
c. Laserasi
- Luka
atau robekan jaringan kulit kepala yang cenderung terjadi perdarahan yang
banyak.
1.
Cidera Fraktur Tengkorak
a.
Linear
-
Pembengkakan, ekimosis atau nyeri terjadi di kulit kepala dapat juga terjadi
kontusio atau laserasi kulit.
b.
comminuted depressed adanya kebocoran serebros spinal dari telinga (otorea)
atau hidung (rinorea)
-
Pembengkakan Ekimosis.
c.
Compound
-
Terdapat lubang eksternal pada kulit kepala, membrane mukosa sinus.
d.
Dasar Tengkorak
-
Fraktur linear dari dasar tulang temporal atau frontal yang meluas ke fosa
anterior, media, atau posterior, farktur ini menimbulkan gambaran klinis yang
khas, yang bergantung pada lokasi fraktur (mis, racoon’s eyes (ekimosis
periorbital), tanda battle (ekimosis
mastoid), otorea, rinorea, dan anosmia (gangguan pengindra bau).
2.
Cidera Serebral
a.
komosio Serebri
Muntah tanpa nausea, nyeri pada lokasi cidera,
mudah marah, hilang energy, pusing dan mata berkunang-kunang,tidak ada
ketidaknormalan pupil, ingatan sementara hilang.
b.
kontusio Serebri
Perubahan
tingkat kesadaran, lemah dan paralisis tungkai,
kesulitan berbicara, hilangnya ingatan sebelum dan pada saat trauma,
sakit kepala dan leher kaku, tidak merespon baik rangsang verbal dan nyeri,
peningkatan frekuensi nafas dan denyut nadi, demam diatas 370C, muntah,
Ekimosis pada daerah frontal (tanda battles’s).
c.
Hematoma Epidural
hilangnya
kesadaran dalam waktu singkat, mengikuti beberapa menit sampai beberapa jam
periode flasia, kemudian secara progresif turun kesadarannya, gangguan
penglihatan, sakit kepala, lemah, perasaan mengantuk, leher kaku yang menunjukkan
hematoma epidural fosa posterior, tanda-tanda pupil: dilatasi, tidak reaktifnya
pupil. Tekanan darah meningkat, pernafasan dan denyut nadi menurun.
d. Hematoma
Subdural
Akut
: berubah-ubah hilang kesadaran, sakit kepala, otot wajah melemah, melemahnya
tungkai pada satu sisi, gangguan penglihatan, tanda-tanda babinsky positif,
hiperaktif reflek tendon.
Subakut
: ada pembekuan darah, namun hanya dapat dilihat melalui CT Scan.
Kronik
: gangguan mental, sakit kepala yang hilang timbul, perubahan tingkah laku, kelemahan
yang hilang timbul pada salah satu tungkai pada sisi tubuh,penurunan tingkat
kesadaran yang hilang timbul, gangguan fungsi mental, perubahan pola tidur,
peningkatan tekanan intracranial.
9. Pemeriksaan
Penunjang
1. CT
Scan ( Dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
Catatan
: untuk mengetahui adanya infark/iskemia jangan dilakukan pada 24-72 jam
setelah injuri.
2. MRI
: Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral
Angiography : menunjukan anomaly sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
4. Serial
EEG : dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis.
5. X-Ray
: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema) , fragmen tulang.
6. BAER
: mengoreksi batas fungsi cortex dan otak kecil.
7. PET
: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
8. CSF,
Lumbal Pungsi : Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
9. ABGs
: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intracranial.
10. Kadar
Elektrolit : untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intracranial.
11. Screen
Toxicologi : Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan
kesadaran.
10. Komplikasi
1. Edema
pulmonal
Edema
pulmonal terjadi akibat refluks cushing/perlindungan yang berusaha untuk
mempertahankan tekanan perfusi dalam jaringan. Perubahan permeabilitas pembuluh
darah paru berperan dalam proses berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan
difusi oksigen akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.
2. Peningkatan
TIK
Tekanan
intracranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15 mmHg, dan herniasi
dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan darah yang mengalir dalam
otak disebut sebagai tekan perfusi rerebral. Yang merupakan komplikasi serius
dengan akibat herniasi dengan gagal pernapasan dan gagal jantung.
3. Kejang
Kejang terjadi kira-kira
10% dari klien cedera otak akut selama fase akut. Perawat harus membuat
persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan menyediakan spatel lidah yang
diberi bantalan atau jalan napas oral disamping tempat tidur klien. Selama
kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya mempertahankan, jalan napas paten
dan mencegah cedera lanjut.
4. Kebocoran
cairan serebrospinalis
Adanya fraktur
di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak basalir bagian petrosus dari tulang temporal
akan merobek meningen, sehingga CSS akan keluar.
5. Infeksi
Infeksi selalu menjadi
ancaman yang paling berbahaya untuk cedera terbuka dan edema dihubungkan dengan
trauma jaringan.
6. Hematoma
Rupture
vaskuler daoat terjadi pada cedera kepala yang dapat mengakibatkan perdarahan
diantara tulang tengkorak dan permukaan serebral.
7. Iskemia
8. infark
9. kematian
11. Penatalaksanaan
Medis
Obat-obatan :
-
Dexamethason atau
Klamethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat
ringannya trauma.
-
Terapi hiperventilasi
(trauma kepala berat), untuk mengurangi vasodilatasi.
-
Pengobatan anti edema
dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40% atau gliserol 10%.
-
Antibiotika yaitu
mengandung barrier darah otak (penisilin) atau untuk infeksi anaerob diberikan
metronidasol.
-
Makanan atau cairan,
pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya
cairan infus dextrose 5%, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya
kecelakaan), 2 – 3 hari kemudian diberi makanan lunak.
-
Pada trauma berat,
karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran dan
cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3
hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5% 8 jam pertama, ringer dextrose 8
jam kedua dan dextrose 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran
rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500-3000 TKTP). Pemberian
protein tergantung nilai ure nitrogennya.
Penatalaksanaan
Konservatif
:
1. Bedrest
total.
2. Pemberian
obat-obatan.
3. Observasi
tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
TRAUMA KEPALA
A. Pengkajian
1. Identitas
klien
Nama, umur, jenis
kelamin, alamat, dan lain-lain.
2. Status
kesehatan
a. Status
kesehatan saat ini :
Waktu kejadian,
penyebab trauma, posisi saat kejadian , status kesadaran saat kejadian (GCS),
pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
b. Status
kesehatan masa lalu :
Riwayat kesehatan
terdahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persarafan
maupun penyakit sistemik lainnya. Kaji adanya riwayat trauma kepala sebelumnya
tau pernah mengalami kecelakaan.
3. Penyakit
keluarga
4. pemeriksaan
fisik
a. Keadaan
umum
b. Tingkat
kesadaran:
Compos mentis, apatis,
somnolen, sopor, koma.
c. Tanda-tanda
vital
d. Sistem
Pernapasan :
Perubahan pola
pernapasan, baik irama kedalaman maupun frekuensi,bunyi napas.
e. Sistem
Kardiovaskuler :
Apabila terjadi
peningkatan TIK tekanan darah meningkat, denyut nadi takikardia.
f. Sistem
Perkemihan :
Inkontinensia, distensi
kandung kemih.
g. Sistem
musculoskeletal :
Kelemahan otot,
deformasi.
h. Sistem
Gastrointestinal :
Mual, muntah, disfagia.
i.
Sistem persarafan :
1) Pengkajian
fungsi kognitif
Mengkaji fungsi memori dan
kemampuan kalkuasi klien dengan mengajukan tiga pertanyaan orientasi mengenai
orang, tempat, dan waktu utnuk mengobservasi perubahan neurologis.
2) Pengkajian
tingkat keterjagaan:
Kesadaran kualitatif.
kesadaran kuantitatif (GCS) yang meliputi eye, verbal dan motoric, serta kaji
kemampuan koordinasi klien.
3) Pengkajian
Nervus cranial :
a) N
I ( Olfaktoruis) : Penurunan daya penciuman.
b) N
II (Optikus) : Pada trauma frontalis terjadi penurunan kesadaran.
c) N
III (Okulomotoris) :Penurunan lapang pandang, perubahan ukuran pupil,
d) N
IV ( Trochlearis) : bola mata tidak dapat mengikuti perintah bergerak ke atas
bawah.
e) N
V (Trigeminus) : Gangguan mengunyah.
f) N
VI (abducens) : bola mata tidak dapat mengikuti perintah bergerak ke kiri dan
kanan.
g) N
VII (Fasialis) : lemahnya otot-otot disekita mata untuk menutu kelopak mata,
hilangnya rasa pada 2/3 anterior lidah.
h) N
VIII (Festibularis) : Penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh.
i)
N IX (Glosofaringeus) :
jarang ditemukan.
j)
N X (Vagus) : jarang
ditemukan.
k) N
XI (Assesorius) : kelemahan otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari
otot trapezieus tapi ini jarang ditemukan.
l)
N XII (Hipoglosus) :
kelemahan untuk menggerakkan lidah.
B. Diagnosa
Keperawatan
1. Perubahan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia.
2. Gangguan
rasa nyaman berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial (TIK).
3. Perubahan
persepsi sensori berhubungan dengan deficit neurologis.
4. Resiko
kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual-muntah.
C. Intervensi
Keperawatan
Diagnosa Keperatan
|
Kriteria Hasil
|
|
1.
|
1.
Perubahan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia.
|
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan Selama 1 x 24 jam, diharapkan klien mempunyai perfusi
jaringan yang adekuat dengan kriteria hasil :
a. Tingkat kesadaran
normal.
b. Tanda-tanda vital
normal
|
1.
Kaji status
neurologis yang berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK, terutama GCS.
2.
Monitor tanda-tanda
vital.
3.
Tinggikan posisi
kepala dengan sudut 15-45 tanpa bantal dengan posisi Tinggikan posisi kepala
dengan sudut 15-45 derajat tanpa bantal dengan posisi netral.
4.
Berikan obat-obatan
antiedema seperti manito, gliserol dan lasix sesuai indikasi.
|
2.
Hasil dari pengkajian
dapat diketahui secara dini adanya tanda-tanda peningkatan TIK sehingga dapat
menentukan arah tindakan selanjutnya.
3.
Dapat mendeteksi
secara dini tanda-tanda meningkatnya TIK.
4.
Posisi kepala dengan
sudut 15 -45 derajat dari kaki akan meningkatkan dan melancarkan aliran vena
kepala sehingga mengurangi kongesti cerebrum, dan mencegah penekanan pada
saraf spinalis yang menambahkan TIK.
5.
Manitol/ gliserol
merupakan cairan hipertonis yang berguna untuk menarik cairan dari
ekstaseluler dan intraseluler. Lasix untuk meningkatkan eksresi natrium dan
air yang berguna untuk mngurangi edema otak.
|
2.
Gangguan rasa nyaman
nyeri berhubungan dengan peningkatan
tekanan intracranial (TIK).
|
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, nyeri berkurang atau terkendali dengan
kriteria hasil:
a. Pelaporan
nyeri terkontrol.
b. Klien
tenang, tidak gelisah.
c. Klien
dapat cukup istirahat
|
1.
Tentukan riwayat
nyeri, lokasi, intensitas dan durasi.
2.
Monitor tanda-tanda
vital.
3.
Buat posisi kepala
lebih tinggi (semifowler).
4.
Kurangi stimulus
ransangan yang tidak menyenangkan dari luar dan berikan tindakan menyenangkan
seperti masase.
|
1.
informasi akan memberikan data dasar untuk membantu dalam menentukan pilihan
/ keefektifan intervensi.
2.
perubahan TTV meruakan indicator nyeri.
3.
meningkatkan dan melancarkan aliran balik darah vena dari kepala sehingga
dapat mengurangi edema dan TIK.
4.
respon yang tidak menyenangkan menambah ketegangan saraf dan masase akna
mengalihkan ransangan terhadap nyeri.
|
3.
Perubahan persepsi
sensori berhubungan dengan deficit neurologis.
|
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan Selama 1 x 24 jam, diharapkan klien mengalami perubahan
persepsi sensori dengan kriteria hasil :
a. tingkat kesadaran
normal (E4 V5 M6 ).
b. Fungsi alat-alat
indera baik.
c. klien kooperatif
kembali dan dapat berorientasi pada orang, waktu dan tempat.
|
1. Kaji respon
sensori terhadap panas atau dingin, raba atau sentuhan. Catat
perubahan-perubahan yang terjadi.
2. Kaji persepsi
klien, baik respon balik dan koneksi kemampuan klien berorientasi terhadap
orang, tempat dan waktu.
3. Berikan stimulus
yang berarti saat penurunan kesadaran.
4. Rujuk pada ahli fisioterapi, terapi wicara
dan terapi kognitif.
|
1. Semua sistem sensori dapat terpengaruh dengan
adanya perubahan yang melibatkan kemampuan untu menerima dan berespon sesuai
stimulus.
2. Hasil pengkajian
dapat menginformasikan susunan fungsi otak yang terkena dan membantu
intervensi sempurna.
3. Merangsang kembali
kemampuan persepsi sensori.
4. Pendekatan antar
disiplin antara menciptakan rencana penatalaksanaan terintregasi yang
berfokus pada peningkatan evaluasi.
|
4.
Resiko kekurangan
volume cairan berhubungan dengan mual-muntah.
|
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan Selama 1 x 24 jam, diharapkan kebutuhan volume cairan
klien terpenuhi dengan kriteria hasil :
a. Tanda-tanda vital
dalam batas normal.
b. Nadi perifer
teraba kuat.
c. Haluaran urine
adekuat.
|
1.
Ukur haluaran urine,
catat ketidakseimabangan intake dan output.
2.
Dorong masukan cairan
peroral sesuai toleransi.
3.
Pantau tekanan darah
dan denyut jantung.
4.
Kaji membrane mukosa,
turgor kulit dan rasa haus.
|
1.
Penurunan haluaran
urine dapat menyebabkan hypovolemia.
2.
Memperbaiki kebutuhan
cairan.
3.
Pengurangan dalam
sirkulasi volume cairan dapat mengurangi tekanan darah, mekanisme kompensasi
awal takikardia untuk emningkatkan curah jantung dan tekanan darah sistemik.
4.
Merupakan indicator
dari kekurangan volume cairan dan sebagi pedoman untuk penatalaksanaan
dehidrasi.
|
D. Evaluasi
1. Tidak
terjadi hipoksia sehingga perfusi jaringan serebral tidak terganggu.
2. tekanan
intracranial sudah berkurang dan klien merasa nyaman.
3. Persespi
sensori dapat teratasi.
4. Mual
muntah klien dapat teratasi
BAB IV
PENUTUP
- Kesimpulan
Trauma kepala itu adalah gangguan
traumatic yang mencakup kulit kepala, tengkorak, atau otak yang disebabkan oleh
kekuatan eksternal yang menimbulkan perubahan tingkat kesadaran. Penyebabnya
bisa karena kevelakaan lalu lintas, kecelakaan industry, kecelakaan saat
berolah raga dan jatuh. Mekanisme saat cidera kepala ada empat jenis.
Klasifikasi trauma kepala dapat dibedakan berdasarkan lokasi terjadinya trauma.
Manifestasi klinisnya bermacam-macam diantaranya penurunan kesadaran,
pengeluaran cairan serebrospinal, muntah, kekakuan dan lain-lain. Komplikasi
dari trauma kepada ini ada hemtoma, kejang, infeksi, iskemia, infark hingga
kematian. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan dapat dilakukan tindakan
pembedahan dan penatalaksanaan keperawatan yang dilakukan yaitu melakukan
perawatan luka untuk menghindarinya
terjadi infeksi pasca pembedahan.
B. Saran
Kecelakaan
dapat terjadi kapan saja dan dimana saja, dan akibat dari kecelakaan itu bisa
menyebabkan trauma kepala bila kepala tidak terlindungi. Sebaiknya saat
mengendarai kendaraan bermotor pengendara harus menggunakan helm untuk
menghindari terjadinya trauma kepala, menghindari dari benda-benda yang
beresiko mencederai kepala, saat melakukan olah raga gunakan pelindung kepala
bila memadai. Menjaga kepala dari benturan dan kecelakaan adalah hal yang
penting agar tidak terjadi masalh penyakit yang berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Suzanne
CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal
Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC,1999.
Rahariyani,
Loetfia Dwi, 2008. Asuhan Keperawatan Klien Trauma Kepala,Jakarta:EGC
Hudak
& Gallo.1996. Keperawatan Kritis : pendekatan holistic. Jakarta EGC