ASKEP THALESEMIA
I.
KONSEP
DASAR
A. PENGERTIAN
Thalasemia adalah :
suatu penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara outosom berdasarkan
kelainan hemoglobin, di mana satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin
kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik
( Broyless, 1997 ). Dengan kata lain , thalasemia merupakan penyakit anemia
hemolitik, di mana terjadi kerusakan sel darah di dalam pembuluh darah sehingga
umur eritrosit menjadi pendek ( kurang dari 120 hari ). Penyebab kerusakan
tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam
pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb.
B. ANATOMI
– FISIOLOGI DARAH
1. Karakterisitik
Darah
Karakteristik umum
darah meliputi warna, viskositas, pH, volume dan komposisinya :
a. Warna
Darah arteri berwarna
merah muda karena banyak oksigen yang berikatan dengan hemoglobin dalam sel
darah merah. Darah vena berwarna merah tua / gelap karena kurang oksigen
dibandingkan dengan darah arteri.
2. Struktur
sel darah merah
Sel darah mereh
berbentuk bikonkaf dengan diameter sekitar 7,5 mikron, tebal bagian tepi 2
mikron dan bagian tengahnya 1 mikron atau kurang, tersusun atas membran yang
sangat tipis sehingga sangat mudah terjadi diffusi oksigen, karbondioksida da
sitoplasma, tetapi tidak mempunyai inti.
Sel darah merahyang matang mengandung 200 – 300 juta hemoglobin
( terdirii dari hem merupakan gabungan protoporfirin dengan besi dan globin
adalah bagian dari protein yang tersusun oleh 2 rantai alfa dan 2 rantai beta )
dan enzim – enzim G6PD.
Hemoglobin mengandung kira – kira 95 % besi dan berfungsi
membawwa oksigen dengan cara mengikat oksigen ( oksihemoglobin ) dan diedarkan
keseluruh tubuh untuk kebutuhan metabolisme.
Hemoglobin
Hemoglobin adalah protein berpigmen merah yang terdapat dalam
sel darah merah. Fungsi Hemolobin adalah:
1. Mengangkut
oksegen dari paru – paru dan dalam peredaran darah untuk dibawa kejaringan.
Ikatan hemoglobin dengan oksigen disebut oksihemoglobin ( HbO2 ).
2. Membawa
karbondioksida dan dengan karbondioksida membentuk ikatan karbon
monoksihemoglobin ( HbCO ).
3. Berperan
dalam keseimbangan pH darah.
Struktur hemoglobin
terdiri dua unsur utama yaitu :
1. Besi yang mengandung pigmen hem.
2. Protein
globin, seperti halnya jenis protein lain. Globin mempunyai rantai panjang dari
asam amino. Ada empat rantai globin yaitu : alpha ( α ), beta ( β ), delta ( δ ) dan gamma ( γ ).
Ada tiga jenis
hemoglobin yaitu :
1. Hb
A, merupakan kebanyakan dari hemoglobin oarang dewasa, mempunyai rantai globin
2α dan 2β.
2. Hb
A2, merupakan minoritas hemoglobin pada orang dewasa, mempunyai
rantai globin 2α dan 2δ.
3. Hb
F, merupakan hemoglobin fetal. Mempunyai rantai globin 2α dan 2γ. Saat bayi
lahir 2/3 nya adalah jenis hemoglobinnya adalah HbF dan 1/3 nya adalah HbA.
Menjelang usia 5 tahun menjadi HbA > 95 %, Hb A2 < 3,5 % dan
HbF < 1,5 %.
Gambar sel
darah dan rantai globin
C. ETIOLOGI
Penyakit Thalesemia
adalah penyakit keturunan yang tidak dapat di tularkan. Banyak diturunkan oleh
pasangan suami istri yang menderita thalesemia dalam sel –selnya.
Bagan.........................
D. KLASIFIKASI
Berdasarkan sintetis
rantai globinnya thalesemia dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
1. Thalesemia
alfa :
Dimana terjadi
penurunan sintetis rantai alfa. Thalesemia ini memiliki gejala yang ringan,
bahkan tanpa gejala. Keadaan sel darah merahnya mikrositik.Thalesemia alfa
banyak dijumpai si Asia Tenggara.
2. Thalesemia
beta :
Merupakan thalesemia
yang sering terjadi, biasanya mempunyai tanda dan gejala bervariasi. Thalesemia
beta dibagi atas :
a. Thalesemia
Minor atau trait merupakan bentuk heterozigot, mikrositik anemia dan sering
tanpa gejala.
b. Thalesemia
intermedia, pada thalesemia beta ini didapatkan splenomegali, anemia sedang
sampai dengan berat.
c. Thalesemia
mayor atau Cooley Anemia, bentuk homozigot disertai anemia berat.
E. PATOFISIOLOGI
Konsekuensi thalesemia
karena kurangnya sintesis satu rantai globin disebabkan rendahnya hemoglobin
intraseluler ( hipokromia ) dan kelebihan relative rantai lainnya.
β
– Thalasemia : dengan berkurangnya sintesis β –
globin, sebagian besar rantai α yang diproduksi tidak dapat menemukan
pasangnnya rantai β untuk berikatan. Rantai α yang bebas membentuk a gregat
yang sangat tidak stabil dan menghasilkan berbagai akibat selanjutnya, yang
terpenting adalah kerusakan membran sel, menyebabkan keluarnya K+ dan
gangguan sintesis DNA. Perubahan ini menyebabkan destruksi precusor sel darah
merah dalam sumsum tulang ( eritropoesis in efektif ) dan hemolisis sel darah
abnormal di limpa ( status hemolitik ). Anemia yang disebabkannya, bila parah,
menyebabkan ekspansi kompensasi sumsum eritropoetik, yang dapat menembus
korteks tulang dan menyebabkan abnormalitas rangka pada anak – anak yang sedang
bertumbuh. Eritropoesis yang in efektif juga berkaitan dengan absorbsi
berlebihan dari makanan, yang bersama dengan berualangnya tranfusi darah (
diperlukan oleh beberapa penderita ) menyebabkan kelebihan zat besi.
α - Thalasemia,
berikatan dengan ketidak seimbangan sintesis rantai α dan rantai non α ( β,γ
atau δ ). Rantai non α yang tidak mempunyi pasangan akan membentuk agregat yang
tidak stabil yang merusak sel darah merah dan prekusornya.
F. TANDA
DAN GEJALA
1. Anemia
sedang ( Hb 7 – 10 gr/dl ), anemia berat ( Hb 3 – 9 gr/dl ).
2. Adanya
tanda – tanda hipoksia kronik : nyeri kepala, nyeri tulang, intoleransi
aktifitas, anoreksia, kelelahan.
3. Keterlambatan
kematangan fungsi seksual.
4. Pada
anak – anak yang tidak ditangani dapat mengakibatkan pembesaran kepala,
pembesaran maksila, hidung pesek tanpa pangkal hidung.
G. TES
DIAGNOSTIK
1. Perubahan
karakteristik sel darah merah seperti mikrositas, hipokromia.
2. Hemoglobin
dan hematokrit menurun.
3. Serum
bilirubin pada feses dan urine meningkat.
4. Pada
elektroforesis hemoglobin tida adanya Hb A, prosentasi Hb F dan Hb A2 meningkat.
5. Umur
sel darah merah memendek.
6. Pada
sumsum tulang terdapat hiperplasia eritroid dan cadangan besi meningkat.
7. Test
globin chain syntetis dalam retikulosit terdapat menurunkan sintetis rantai
beta.
H. KOMPLIKASI
1. Infeksi
sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak – anak.
2. Pada
orang dewasa : menurunnya faal paru – parudan ginjal dapat berlangsung
progresif kolelikiasis.
3. Komplikasi
lain : infark tulang, nekrosis, aseptik kapur femoralis, asteomilitis (
terutama salmonella ), hematuri sering berulang – ulang.
I. PENATALAKSANAAN
1. Transfusi
darah jika Hb rendah ( , 6 gr/dl ) atau bila anak terlihat lemah dan tak ada
nafsu makan.
2. Terapi
khelasi, pemberian desferioksamin untuk mengurangi penimbunan besi.
3. Pemberian
vitamin C : 200 mg peroral, Asam folat : 5
mg per oral / hari.
4. Splenektomi
dilakukan untuk mengurangi kebutuhan akan transfusi.
5. Konseling
perkawinan untuk mengurangi resiko herediter.
6. Peningkatan
asupan nutrisi, dengan diet rendah besi.
7. Vaksinasi
hepatitis B, Pneumococcus.
II. ASUHAN
KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Asal
keturunan / kewarganegaraan :
Thalesemia banyak
dijumpai pada bangsa sekitar laut tengah ( mediterania ), seperti : Turki,
Cyprus, dll.
Di Indonesia :
Thalesemia banyak dijumpai pada anak – anak, bahkan merupakan penyakit darah
yang paling sering diderita.
2. Umur
:
a. Thalesemia
mayor : gejala terlihat sejak anak berumur 1 tahun.
b. Thalesemia
minor : gejala lebih ringan, biasany
anak baru datang berobat pada usia sekitar 4 – 6 tahun.
3. Riwayat
Kesehatan :
Anak cenderung lebih
mudah terkena infeksi saluran nafas bagian atas.
4. Pertumbuhan
dan perkembangan :
Sering didapatkan data
mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak masih
bayi.
5. Pola
makan :
a. Anak
sering mengalami susah makan karena anoreksia.
b. Berat
badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengn usianya.
6. Pola
aktifitas :
a. Anak
terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya.
b. Anak
banyak tidur / istirahat, karena bila beraktifitas seperti anak normal mudah
terasa lelah.
7. Riwayat
kesehatan keluarga :
Ada keluarga yang menderita penyakit
yang sama.
8. Riwayat
Ibu Hamil ( ANC ) :
Selama kehamilan,
hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya resiko thalesemia.
9. Pemeriksaan
fisik :
a. Keadaan
umum :
-
Anak terlihat lemah dan kurang bergairah
serta tidak selincah anak seusianya.
b. Kepala
dan bentuk muka :
Anak yang belum
mendapat pengobatan mempunyai bentuk yang khas, yaitu ; kepala membesar dan
bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak
kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat besar.
c. Mata
dan kongjungtiva : terlihat pucat kekuningan.
d. Mulut
dan bibir : terlihat pucat kehitaman.
e. Dada
: pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan anemia kronik.
f. Perut
: Kelihatan membuncit dan pada perabaan
terdapat pembesaran limpa dan hati ( hepatosplenomegali ).
g. Pertumbuhan
organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas ada keterlambatan kematangan
seksual, misalnya : tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis atau
kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya
anemia kronik.
h. Kulit
: warna kulit pucat kekuning – kuningan.
Jika anak telah sering mendapat transfusi darah , maka warna kulit menjadi
kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dala jaringan kulit (
hemosiderosis ).
B. DIANGNOSA
KEPERAWATAN
1. Gangguan
perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigenasi ke sel – sel.
2. Defisit
volume cairan elektrolit berhubungan dengan penurunan input ( muntah ).
3. Gangguan
rasa nyaman nyeri berhubungan dengan nyeri tekan pada daerah abdomen kwadran
kiri atas.
C. INTERVENSI