Askep terbaru Pemvigus Bulgaris 2016


BAB II
TINJAUAN TEORI


I.     Konsep Teori
A.       Pengertian
Pemfigus berasal dari kata yunani pemphix yang berarti gelembung atau melepuh. Pemfigus menggambarkan sekelompok penyakit bulosa kronis (Wichman dalam Muttaqin& Sari, 2011). Pemfigus adalah suatu gangguan berlepuh autoimun yang jaringan terjadi akibat hilangnya integritas jembatan antarsel normal di epidermis dan epitel mukosa. Sebagian besar pasien yang terkena pemfigus berusia pertengahan atau lebih, dan perempuan dan sertalaki-laki sama seringnya terkena (Robbins, 2007).
Pemfugis vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai oleh timbulnya bula (lepuh) dengan berbagai ukuran pada kulit yang tampak normal dan membran mukosa (Misalnya: mulut, vagina) (Muttaqin& Sari, 2011).Pemfigus vulgaris merupakan tipe tersering mengenai mukosa dan kulit, terutama wajah, kulit kepala, ketiak, lipat paha, badan, dan daerah yang mengalami tekanan. Lesi primer berupa vesikel dan bula yang sangat superfisisal dan mudah pecah, meninggalkan erosi dangkal yang ditutupi oleh seum kering dan krusta (Robbins, 2007).
      Jadi pemfigus vulgaris adalah penyakit autoimun berupa bula bersifat kronik yang dapat mengenai membran mukosa dan kulit.





B.       Anatomi dan Fisiologi kulit
Kulit terdiri dari tiga lapisan, yang masing-masing memiliki berbagai jenis sel dan memiliki fungsi yang bermacam-macam. Ketiga lapisan kulit tersebut adalah epidermis, dermis, subkutan (Muttaqin & Sari, 2011).
Gambar. Wordpress.com

1.      Epidermis
      Epidermis merupakan struktur lapisan kulit terluar. Sel-sel epidermis terus-menerus mengalami mitosis, dan berganti dengan yang baru sekitar 30 hari. Epidermis mengandung reseptor-reseptor sensorik untuk sentuhan getaran, dan nyeri.
2.      Dermis
      Dermis atau kutan (cutaneus) merupakan lapisan kulit dibawah epidermis yang membentuk bagian terbesar kulit dengan memberikan kekuatan dan struktur kepada kulit. Lapisan papila dermis berada langsung dibawa epidermis dan tersusun terutama dari sel-sel fibroblas yang dapat menghasilkan salah satu bentuk kolagen, yaitu suatu komponen dari jaringan ikat. Dermis juga tersusun dari pembuluh darah dan limfe, serabut saraf, kelenjar keringat dan sebasea serta akar rambut.
3.      Subkutis
      Lapisan Subkutis kulit terletak dibawah dermis. Lapisan ini terdiri atas lemak dan jaringan ikat dimana berfungsi untuk memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang serta sebagai peredam kejut dan insulator panas.
C.       Etiologi
Penyebab pasti pemphigus vulgaris tidak diketahui, dimana terjadinya pembentukkan antibodi IgG, beberapa faktor potensial yang relevan yaitu (Lubis, 2008):
1.      Faktor genetik: molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas II berhubungan degnan human leukocyte antigen DR4 dan human leukocyt antigen DRw6.
2.      Pemphigus sering terdapat pada pasien dengan penyakit autoimun yang lain, terutama pada myasthenia gravis dan thymoma.
3.      D-Penicillamine dan captopril dilaporkan dapat menginduksi terjadinya pemphigus (jarang).

D.      
Tanda dan Gejala
Gambar diambil dari
Gejala klinis pemphigus vulgaris biasanya didahului dengan keluhan subjektif berupa malaise, anoreksia, subfebris, kulit terasa panas dan sakit serta sulit menelan. Rasa gatal (pruritus) jarang didapat. Kelainan kulit ditandai dengan bula berdinding kendur yang timbul di atas kulit normal atau pada selaput lendir. Bila lesi mengenai paru akan timbul kesukaran menelan karena sakitnya. Selaput lendir lain juga dapat terkena, seperti konjungtiva, hidung, vulva, penis, dan mukosa hidung-anus (Saffira, 2012).

E.        Patofisiologi
Pemvigus merupakan penyakit autoimun yang melibatkan IgG, suatu imunologlobulin. Diperkirakan bahwa antibody pemfigus ditujukan langsung kepada antigen permukaan-sel yang spesifik dalam sel-sel epidermis. Bula terbentuk akibat reaksi antigen-antibodi. Kadar antibodi dalam serum merupakan pentunjuk untuk memprediksikan intensitas penyakit. Faktor-faktor genetik dapat memainkan peranan dalam perkembangan penyakit. Kelainan ini biasanya terjadi pada laki-laki dan wanita usia pertengahan, serta akhir usia dewasa. Komplikasi paling sering pada pemfigus vulgaris terjadi ketika proses penyakti tersebut menyebar luas. Sebelum ditemukannya kortikosteroid dan terapi imunosupresif, pasien sangat rentan terhadap infeksi bakteri sekunder. Bakteri kulit relatif mudah mencapai bula karena bula mengalami pembesaran cairan, pecah, meninggalkan daerah-daerah terkelupas yang terbuka terhadap lingkungan. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit terjadi akibat kehilangan cairan, serta protein ketika bula mengalami ruptur. Hipoalbuminemia lazim dijumpai kalu proses penyakitnya mencakup daerah permukaan kulit tubuh dan membran mukosa yang luas. Adaya kerusakan jaringan kulit pada pemvigus vulgaris memberikan menifestasi pada berbagai masalah keperawatan (Muttaqin, 2011).

Respon autoimun yang melibatkan IgG
Reaksi antigen antibodi
Pemfigus vulgaris
 



Peningkatan produksi bula pada kulit
Ruptur bula
Terbentuknya jaringan nekrotik, krusta, dan erosi pada kulit
Terbentuknya lesi terbuka pada kulit
Erosi jaringan lunak dan keterlibatan saraf perifer
Respon psikologis
Kehilangan cairan dan elektrolit melalui ruptur bula
Resiko tinggi ketidakseeimbangan cairan dan elektrolit
Reiko tinggi infeksi
Defisit perawatan diri
Kelemahan fisik secara umum
Kecemasan
Nyeri
Kerusakan integritas jaringan
 













F.        Pemeriksaan Diagnostik
Pemvigus dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan diagnostik yaitu:
1.      Gambaran klinis yang khas dan tanda dari niklsky positif.
2.      Test tzanck positif dengan membuat apusan dari dasar bula dioleskan dengan gemsa akan terlihat sel tzank atau sel akantolitik yang berasal dari sel-sel lapisan spinosum berbentuk agak bulat dan berinti besar dengan dikelilingi sitoplasma jernih (halo).
3.      Pemeriksaan histopatologik: terlihat gambaran yang khas, yakni bula yang terletak supra basal dan adanya akantolisis.
4.      Pemerikasaan imunofluoresensi. Pada tes imunofluoresensi langsung didapatkan antibody intraseluler tipe IgG dan C3. Pada tes imunofluresensi secara langsung didapatkan antibody pemphigus tipe IgG. Tes pertama lebih terpercaya dari pada tes kedua, karena telah positif pada penuaan penyakit. Kadar titernya pada umumnya sejajar dengan beratnya penyakit dan akan menurun dan menghilang dengan pengobatan kortikosteroid (Saffira, 2012).

G.       Penatalaksanaan
Penyakit pemfigus yang berat ditangani seperti menangani penderita yang mengalami kebakaran berat. Penderita harus dirawat di rumah sakit pada unit kebakaran atau unit perawatan intensif untuk mencagah komplikasi.
Pemberiran cairan intravenus, elektrolit dan protein mungkin diperlukan, juga misalnya jika terjadi ulkus mulut yang memerlukan pemberian makanan melalui intravenus. Antibiotik dan anti jamur diperlukan untuk mencegah infeksi sekunder. Anestesi lokal dengan mouth lozenges diberikan untuk meredakan rasa sakit akibat ulkus di mulut.
Pengobatan sistemik harus segera diberikan, dengan senantiasa memperlihatkan efek samping yang mungkin terjadi akibat pemakaian jangka panjang kortikosteroid atau obat-obatan yang menghambat sistem imun (misalnya azathioprine, dan  methotrexate). Pemberian plasmapheresis, yaitu plsama yang diambil antibodinya, dapat diberikan sebagai terapi sistemik untuk mengurangi jumlah antibodi yang beredar di dalam darah.
Pengobatan lokal terhadap ulkus atau kulit yang rusak dilakukan dengan memberikan lotion, kompres basah, atau tindakan sejeni lainnya.
Tanpa pengobatan phemigus vulgaris dapat menyebabkan kematian penderita dalam jangka waktu 2 bulan sampai 5 tahun (Soedarto, 2012).

Menurut Rezeki dan Setyawati penatalaksanaan pemfigus vulgaris yaitu dengan:
1.      Pembersihan gigi dan mulut semaksimal mungkin. Perawatan mulut dengan obat anti jamur seperti nistatin suspensi bila perlu. Olesi bibir dengan prednisolon.
2.      Bila ada bula dikompres menggunakan larutan NaCl 0,9% 2 kali/hari.
3.      Bila ada lesi erosi kulit diberikan silver sulfadiazine salep.
4.      Pemberian antibiotik golongan kilindamisin selama 3 hari, tablet kalsium karbonat kalsitriol, ranitidin dan diit cair.
5.      Pemberian obat golongan kortikosteroid seperti metilprednisolon melalui intravena 2×31,25mg perhari selama 6 hari dan prednison 60mg/hari.












II.  Konsep Asuhan Keperawatan
A.    Pengkajian
1.      Riwayat kesehatan
2.      Keluhan utama:
a.         Ditemukannya lesi oral, terasa nyeri dan mudah berdarah, dan sembuhnya lambat.
b.        Terdapat bula yang membesar, pecah dan meninggalkan daerah-daerah erosi yang lebar, nyeri, pembentukan krusta dan perembesan cairan.
c.         Bau yang khas memancar dari bula dan serun yang merembes keluar.
d.        Bila di tekan akan terjadi pementukan lepuh atau pengelepasan kulit yang normal.
e.         Kulit yang erosi akan sembuh dengan lambat sehingga daerah tubuh yang terkena sangat luas.
f.         Pasien pemfigus vulgaris sering berlanjut pada kondisi sepsis.

3.      Pemeriksaan fisik
Penyakit di pantau secara klinis dengan memeriksa kulit untuk mendeteksi timbulnya bula yang baru yaitu pada daerah-daerah berikut ini:
a.         Kulit kepala
b.        Dada
c.         Daerah-daerah kulit sekitarnya diperiksa untuk menemukan bula.
d.        Daerah-daerah tempat kesembuhan apakah sudah terjadi tanda-tanda hiperpigmentasi.
e.         Mengkaji tanda-tanda dan gejala infeksi



B.     Diagnosa
1.        Resiko tinggi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan hilangnya cairan pada jaringan, penurunan intake cairan, pengeluaran cairan berlebihan dengan peningkatan terbentuknya bula dan rupture bula.
2.        Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas, adanya port de entree pada lesi.
3.        Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak, erosi jaringan lunak.
4.        Kerusakan integritas kulit berhubunngan dengan lesi dan reaksi inflamasi lokal.
5.        Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik, penurunan kemampuan aktivitas umum efek sekunder dari adanya nyeri, kerusakan luas kulit.
6.        Kecemasan berhubungan dengan kondisi penyakit, kerusakan luas pada jaringan ikat.

C.     Intervensi
1.        Resiko tinggi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan hilangnya cairan pada jaringan, penurunan intake cairan, pengeluaran cairan berlebihan dengan peningkatan terbentuknya bula dan rupture bula.
Tujuan: dalam waktu 1x 24 jam tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria evaluasi:
a.       Tidak terdapat tanda-tanda syok: pasien tidak mengeluh pusing, tanda-tanda vital dalam batas normal, kesadaran optimal, urine lebih dari 600 ml/hari.
b.      Memberan mukosa lembab, turgor kulit normal, CRT lebih dari 3 detik.
c.       Laboratorium: nilai elektrolit normal, nilai hematokrit dan protein serum meningkat, BUN/keratin menurun.
Intervensi keperawatan:
a.         Identifikasi factor penyebab, awitan(onset), spesifikasi usia dan adanya riwayat penyakit lain.
Rasional: parameter dalam menentukan intervensi kedaruratan. Adanya usia anak atau lanjut usia memberikan tingkat keparahan dari kondisi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
b.      Beri cairan oral
Rasional: WHO memberikan rekomendasi tentang cairan oral berisikan 90 mEq/L Na+, 20 mEq/L K+, 80 mEq/L Cl-, 20 g/L glukosa; osmolaritas 310; CHO: Na = 1,2:1; diberikan 250 mL setiap 15 menit sampai keseimbangan cairan terpenuhi dengan tanda klinik yang optimal atau pemberian 1 ½ liter air pada setiap 1 liter feses ( Diskin, 2009).
c.       Lakukan pemasangan intravenous fluid drops ( IVFD)
Rasional: apabila kondisi dan muntah berlanjut, maka lakukan pemasangan IVFD, pemberian 1-2 L cairan RL secara tetesan cepat sebagai kompensasi awal dehidrasi cairan diberikan untuk mencegah syok hipovolemik.
d.        Dokumentasi dengan akurat tentang input dan output cairan
Rasional:  sebagai evaluasi penting dari intervensi hidrasi dan mencegah terjadinya over hidrasi.
e.         Bantu pasien apabila muntah
Rasional: aspirasi muntah dapat terjadi terutama pada usia lanut dengan perubahan kesadaran. Perawat mendekatkan  tempat muntah dan memberikan masase ringan pada pundak untuk membantu menurunkan respon nyeri dari muntah.
f.         Evaluasi kadar elektolit serum
Rasional: untuk mendeteksi adanya kondisi hopinatremi dan hipokalemi skunder dari hilangnya elektrolit dari plasma.
2.        Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas, adanya port de entree pada lesi.
Tujuan : Dalam waktu 7 x 24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada integritas jaringan lunak.
Kriteria evaluasi:
a.       Lesi akan menutup pada hari ketujuh tanapa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area lesi.
b.      Leukosit dalam batas normal, tanda-tanda viatal dalam batsa normal.
Intervensi keperawatan:
a.       Kaji kondisi lesi, banyak dan besarnya bula, serta adakah adanya order khusus dari tim dokter dalam melakukan perawatan luka.
Rasional : Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari tujuan yang diharpkan.
b.      Buat kondisi balutan dalam keadaan bersih dan kering.
Rasional : Kondisi bersih dan kering akan menghindarkan kontaminasi komensal, serta akan menyebabkan penyembuhan luka.
c.       Lakukan perawatan luka steril setiap hari
Rasional : perawatan luka sebaiknya dilakukan setiap hari untuk membersihkan debris dan emnurunkan kotak kuman masukke dalam lesi. Intervensi dilakukan dalam kondisi steril sehingga mencegah kontaminasi kuman ke lesi pemfigus.
d.      Bersihkan luka dan drainase dengan cairan Nacl 0,9% atau antiseptic jenis iodine provadum dengan cara swabbing dari arah dalam ke luar.
Rasional : pembersihan luka (sisa fagositosis, jaringan mati) dan kuman sekitar luka denganmeongoptimalkan kelebihan dari iodine providum sebagai antiseptic dan denganarah dari dalam keluar dapat mencegah kontaminasi kuman ke jaringan luka.
e.       Tutup luka dengan kasa steril dan jangan menggunakan dengan plester adhesive.
f.       Rasional : penutupan luka secara menyeluruh dapat menghindari kontaminasi dari benda atau udara yang bersentuhan dengan lesi pemfigus.
g.      kolaborasi penggunaan antinbiotik.
Rasional : Antibiontik injeksi diberikan untuk mencegah aktivasi kuman yang bisa masuk. Peran perawat mengkaji adanya reaksi dan riwayat alergi antibiotic, serta memberikan antibiotic sesuai pesan dokter.
3.        Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak, erosi jaringan lunak.
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurang/hilang atau teradaptasi.
Kriteria hasil :
a.       Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, Sklala nyeri 0-1 (0-4).
b.      Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau mennurukna nyeri.
c.       Pasien tidak gelisah.
Intervensi keperawatan:
a.       Kaji dengan pendekatan PQRST.
Rasional: menjadi parameter dasar untuk mengetahui sejauh mana intervensi yang diperlukan dan sebagai evaluasi keberhasilan dari intervensi menejemen nyeri keprawatan.
b.      Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvansif.
Rasional: pendekatan dengan menggunakan relaksasi den nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
c.       Lakukan menejemen nyeri keperawatan
1)      Atur posisi fisiologis
Rasional: posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 ke jaringan yang mengalami peradangan subkutan. Pengaturan posisi idealnya adalah pada arah yang berlawanan dengan letak lesi pemfigus. Bagian tubuh yang mengalami inflamasi lokal dilakukan imobilisai untuk menurunkan respon peradangan dan meningkatkan kesembuhan.
2)      Istirahatkan klien
Rasional: istirahat diperlukan  selama fase akut. Kondisi ini akan meningkatkan suplai darah pada jaringan yang mengalami peradangan.
3)      Menajemen lingkungan: lingkungan tenang dan batsi pengunjung.
Rasional: lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri external dan pembatasan pengunjung akan membantun meningkatkan kondisi O2 ruangan yang akan kurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan.
4)      Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
Rasional: meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri sekunderdari peradangan.
5)      Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.
Rasional: distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal dengan mekanisme peningkatan produksi endorphin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri.

d.      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
Rasional: analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang.
e.       Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotic
Rasional: terapi antibiotic sistemik yang dipilih berdasarkan pemeriksaan snsitivitas umumnya diperlukan. Preparat oral penisilin dan eritromisin juga efektif untuk mengatasi selulitis.

4.        Kerusakan integritas kulit berhubunngan dengan lesi dan reaksi inflamasi lokal.
Tujuan : Dalam 5 x 24 jam integritas kulit membaik secara optimal
Kriteria Evaluasi : pertumbuhan jaringan meningkat, keadaan luka membaik, pengeluaran pus pada luka tidak ada lagi, luka menutup.
Intervensi keperawatan:
a.       Kaji kerusakan jaringan lunak yang terjadi pad klien.
Rasional : menjadi data dasar untuk memnberikan informasi intervensi perawatan luka, alat apa yang akan dipakai, dan jenis larutan apa yang akan digunakan.
b.      Lakukan perawatan bula
Rasional : Pasien dengan daerah bula yang luas memiliki bau yang khas yang akan berkurang setelah infeksi skunder terkendali. Sesudah kulit pasien dimandikan, kulit tersebut dikeringkan dengan hati-hati dan ditaburi bedak yang tidak irigatif agar pasien dapat bergerak lebih bebas di atas tembat didurnya. Jumlah bedak yang cukup banyak mungkin diperlukan untuk menjaga agar kulit pasien tidak lengket pada sprei. Plester sama sekali tidak boleh digunakan pada kulit karena dapat menimbulkan lebih banyak bullae. Hipotermia sering terjadi dan tindakan untuk menjadga agar pasien tetap hangat serta nyaman merupakan prioritas dalam aktivitas keperawatan.
c.       Lakukan perawatan luka
1)      Lakukan perawatan perawatan luka dengan teknik steril
Rasional : perawatan luka dengan teknik steril dapat mengurangi kontaminsi kuman langsung ke area luka.
2)      Kaji keadaan luka dengan teknik membuka balutan dengan mengurangi stimulus nyeri. Bila melekat kuat, kasa diguyur dengan NaCl.
Rasional : menajeman membuka luka dengan mengguyur larutan NaCl ke kasa steril dapat mengurangi stimulus nyeri.
3)      Lakukan pembilasan luka dari arah dalam keluar dengan larutan Na
Cl
Rasional : teknik membuang jaringan dan kuman di area luka dan diharapkan keluar dari area luka.
4)      Tutup luka dengan kasa antimikroba steril dan dikompres dengan NaCl
Rasional : NaCl merupakan larutan fisiologis yang lebih mudah diabsorpsi oleh jaringan dibandingkan dengan larutan antiseptic, serta dicampur antibiotic dapat mempercepat penyembuhan luka.
5)      Lakukan nekrotomi
Rasional: Jaringan nekrotik pad luka furunkel akan memperlambat proses epitalisasi jaringan luka sehingga memperlambat perbaikan jaringan.
d.      Tingkatkan asupan nutrisi.
Rasional: Diet TKTP diperlukan untuk meningkatkan asupan dari kebutuhan pertumbuhan jaringan.
e.       Evaluasi kerusakan jaringan dan perkembangan pertumbuhan jaringan.
Rasional: apabila amsih belum mencapai dari kreteria evaluasi 15 x 24 jam, maka perlu dikaji ulang factor-faktor yang dapat menghambat pertumbuhan luka.

5.        Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik, penurunan kemampuan aktivitas umum efek sekunder dari adanya nyeri, kerusakan luas kulit.
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam kemampuan perawatan diri klien meningkat.
Kriteria evaluasi :
a.         Pelaksanaan intervensi perawatan diri dilakukan setelah fase akut.
b.        Tidak terjasi komplikasi skunder, seperti kejang dan peningkatan agitasi.
Intervensi keperawatan :
a.       Kaji perubahan pada sistem saraf pusat.
Rasional: identifikasi terhadap kondisi penurunan tingkat kesadaran.
b.      Tinggikan sedikit kepala pasien dengan hati-hati. Cegah gerakan yang tiba-tiba dan tidak perlu dari kepala dan leher, hindari fleksi leher.
Rasional: Untuk mengurangi tekanan intrakranial.
c.       Bantu seluruh aktivitas dan gerak-gerakan pasien. Beri petunjuk untuk BAB ( jangan edema), Anjurkan pasien untuk menghembuskan napas dalam bila miring dan bergerak di dalam tempat tidur. Cegah posisi fleksi pada dan lutut.
Rasional: untuk mencegah keregangan otot yang dapat menimbulkan resiko peningkatan stimulasi nikotinik-muskarinik pada sistem saraf pusat.
d.      Waktu prosedur-prosedur perawatan disesuaikan dan diatur tepat waktu dengan periodik relaksasi; hindari rangsangan lingkungan yang tidak perlu.
Rasional: untuk mencegah eksitasi yang merangsang otak yang sudah iritasi dan dapat menimbulkan kejang.
e.       Beri penjelasan kepada keadaan lingkungan pada pasien.
Rasional: Untuk mengurangi disorientasi dan untuk klarifikasi persepsi sensoris yang terganggu.

6.        Kecemasan berhubungan dengan kondisi penyakit, kerusakan luas pada jaringan ikat.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam kecemasan pasien berkurang.
Kriteria evaluasi:
a.       Pasien menyatakan kecemasan berkurang.
b.      Pasien mengenal perasaannya dan dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya.
c.       Pasien kooperatif terhadap tindakan, wajah rileks.
Intervensi keperawatan :
a.       Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, dampingi pasien dan lakukan tindakan bila menunjukkan perilaku merusak.
Rasional: Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukan rasa agitasi marah, dan gelisah.
b.      Hindari konfrontasi
Rasional: Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama, dan mungkin memperlambat penyembuhan.
c.       Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan susasana penuh istirahat.
Rasional: Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.
d.      Bina hubungan saling percaya.
Rasional: Hal utama dalam penatalaksanaan keperawatan yaitu dengan bina hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Hal ini mencakup cara perawat mendengarkan, berinteraksi, dan memperlihatkan sikap yang hangat, serta penuh perhatian.
e.       Orientasikan pasien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
Rasional: Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
f.       Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan ansietasnya.
Rasional: Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan.
g.      Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat
Rasional: Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih pasien melayani aktivitas dan pengalihan (misalnya membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi.
h.      Kolaborasi: berikan anticemas sesuai indikasi contohnya diazepam.
Rasional: Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.

D.    Evaluasi
1.        Tidak terjadi syok hipovolemik.
2.        Tidak terjadi infeksi.
3.        Terjadi penurunan respon nyeri.
4.        Peningkatan integritas jaringan kulit.
5.        Perawatan aktivitas dapat terlaksana.
6.        Tingkat kecemasan berkurang.


Daftar Pustaka

Saffira,Elen, KesehatandanBahayaPhempigusVulgaris, UNAIR, [internet] 
     2012, di ambil dari <
http://seaellen-fst09.web.unair.ac.id/artikel_detail-62737-
      Kesehatan-BAHAYAnya%20Phempigus%20Vulgaris.html
> , [diakses tanggal 6
     oktober 2014].
Muttaqin, Arif & Sari, Kumala, AsuhanKeperawatanGangguanSistem
Integumen, Salemba Medika, Jakarta, 2011.
Robbins, BukuAjarPatologiEdisi7, EGC, Jakarta, 2007.
Lubis, Ramona Dumasari, GambaranHispatologisPemphigusVulgaris, Tesis,
     Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
     Universitas Sumatera Utara, 2008.
Rezeki, Sri dan Setyawati, Titiek, PemphigusVulgaris:PentingnyaDiagnosis
Dini, PenatalaksanaanYangKomprehensifDanAdekuat, Indonesian Journal
     Of Dentistry, 16 (1):1-7, 2009

Fajarini, Gamabar Anatomi, [Internet] 2008, diambil dari
<
http://fajarini.files.wordpress.com/2008/11/ei_03901.gif?w=300>, [diakses
tanggal 08 oktober 2014].




Share this

Related Posts

Previous
Next Post »