asuhan keperawatan pada klien dermatitis alergik, atopik dan alergi makanan


Hallo sobat admin kali ini membagikan Artikel Terbaru Tentang Asuhan Keperawatan Pada Klien Dermatitis Alergik, Atopik dan Alergi Makanan dan Teori Penyakitnya. semoga artikel ini dapat membantu pembaca semuanya.
BAB I
PENDAHULUAN
asuhan keperawatan pada klien dermatitis alergik, atopik dan alergi makanan
www.materikeperawatan.xyz
Kunjungi Juga Artikel baru kami Tentang: Cara Membuat SAP Keperawatan
A.    Latar Belakang
Sistem imun adalah suatu sistem kompleks yang memberikan respon imun (humoral dan selular) untuk menghadapi agen asing spesifik seperi bakteri, virus, toksin atau zat lain yang oleh tubuh dianggap bukan bagian diri. Imunitas baik bagi tubuh untuk menjaga tubuh dari segala jenis pathogen. Selain itu imun juga dapat menimbulkan penyakit bagi tubuhnya sendiri yang disebut hipersensitivitas.
Hipersensitivitas atau alergi adalah respon imun yang terjadi pada beberapa orang tertentu terhadap zat yang walaupun asing, tidak menimbulkan bahaya bagi tubuh. Keadaan ini ditandai dengan reaksi tubuh berupa respon imun yang berlebihan terhadap sesuatu yang dikatakan benda asing.berdasarkan mekanisme dan waktunya reaksi hipersensitivitas dibagi menjadi empat tipe.
Hipersensitivitas tipe I terjadi seketika dengan reaksi yang dimulai dalam tempo beberapa menit sesudah terjadi kontak dengan antigen. Respon hipersensitivitas tipe I mengakibatkan penyakit atopic (alergi). Penyakit ini akan memberikan efek pada kulit, paru-paru dan traktus gastrointestinal.
Faktor yang menyebabkan penyakit hipersensitivitas tipe I salah satunya faktor genetik. Faktor genetic memainkan peranan dalam kerentanan terhadap penyakit ini.
Banyaknya masyarakat yang kurang menyetahui tentang penyakit hipersensitivitas tipe I sehingga masyakat kurang mengerti bagaimana cara mencegah dan mengobati bila seseorang menderita penyakit hipersensitivitas tipe I.  maka dari itu kami menyajikan makalah tentang penyakit hipersensitivitas tipe I agar masyarakat memahami tentang penyakit hipersensitivtas tipe I.

B.     Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1.       Untuk mengetahui anatomi fisiologi sistem imunitas.
2.       Untuk mengetahui tentang penyakit rhinitis alergik.
3.       Untuk mengetahui tentang penyakit dermatitis atopic.
4.       Untuk mengetahui tentang penyakit urtikaria.
5.       Untuk mengetahui tentang penyakit alergi makanan.

  1. Metode penulisan
Metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah studi literatur dan konsultasi bersama dosen pembimbing.

  1. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri atas 3 bab, yang pertama pendahuluan tersusun atas latar belakang, tujuan, kegunaan atau manfaat, dan metode penyusunan. Bab 2 adalah bab pembahasan yang berisi mengenai pembahasan penyakit hioersensitivitas tipe I. Bab 3 adalah bab penutup, yang terdiri atas kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    Anatomi Fisiologi Sistem Imunologi
1.      Pengertian
Sistem Imun yaitu suatu sistem kompleks yang memberikan respon imun (humoral dan selular  untuk menghadapi agens asing spesifik seperti bakteri, virus, toksin atau zat lain yang oleh tubuh dianggap “bukan bagian diri” (Ethel Sloane, 2003: 255).
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh.

2.       Letak-letak sistem imun
·         1) Sumsum
Semua sel sistem kekebalan tubuh berasal dari sel-sel induk dalam sumsum tulang. Sumsum tulang adalah tempat asal sel darah merah, sel darah putih (termasuk limfosit dan makrofag) dan platelet. Sel-sel dari sistem kekebalan tubuh juga terdapat di tempat lain.
·         2) Timus
Dalam kelenjar timus sel-sel limfoid mengalami proses pematangan sebelum lepas ke dalam sirkulasi. Proses ini memungkinkan sel T untuk mengembangkan atribut penting yang dikenal sebagai toleransi diri.
·         3) Getah bening
Kelenjar getah bening berbentuk kacang kecil terbaring di sepanjang perjalanan limfatik. Terkumpul dalam situs tertentu seperti leher, axillae, selangkangan dan para-aorta daerah. Pengetahuan tentang situs kelenjar getah bening yang penting dalam pemeriksaan fisik pasien.
  

3.      Mekanisme pertahanan
a.       Non spesifik
Dilihat dari caranya diperoleh, mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga respons imun alamiah.yang merupakan mekanisme pertahanan non spesifik  kita adalah kulit dengan kelenjarnya , lapisan mukosa dengan enzimnya, serta kelenjar lain dengan enzimnya.
Imunitas non spesifik merupakan respon awal terhadap mikroba untuk mencegah,mengontrol dan mengeliminasi terjadinya infeksi pada host, merangsang terjadinya imunitas spesifik untuk mengoptimalkan efektifitas kerja dan hanya bereaksi terhadap mikroba ,bahan bahan akibat kerusakan sel (heat shock protein) dan memberikan respon yang sama untuk infeksi yang berulang.
b.      Pertahanan spesifik
Bila pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi invasi mikroorganisme maka imunitas spesifik akan terangsang. Mekanisme pertahanan spesifik adalah mekanisme pertahanan yang diperankan oleh sel limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya seperti sel makrofag dan komplemen.
Imunitas humoral adalah imunitas yang diperankan oleh sel limfosit B dengan atau tanpa bantuan sel imunokompeten lainnya. Tugas sel B akan dilaksanakan oleh imunoglobulin yang disekresi oleh sel plasma. Terdapat lima kelas imunoglobulin yang kita kenal, yaitu IgM, IgG, IgA, IgD, dan IgE. Imunitas selular didefinisikan sebagai suatu respons imun terhadap antigen yang
diperankan oleh limfosit T dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya.
c.       Fagositosis
Merupakan garis pertahanan tubuh terhadap agens infeksius. Pertahanan ini terdiri dari proses penelanan dan pencernaan mikroorganisme serta toksin setelah berhasil menembus kulit.
Fagosit utama tubuh adalah neutrophil darah dan makrofag jaringan yang merupakan derivate monosit darah. Neutrophil dan makrofag bergerak ke seluruh jaringan melalui kemotaksis, yaitu gerakan leukosit yang dipengaruhi zat kimia.makrofag memiliki nama khusus pada berbagai jaringan, diantaranya makrofag alveolar dalam paru-paru, sel kupffer dalam hati, sel Langerhans dalam saraf pusat dan sel mesangial dalam ginjal.

d.      Antibodi (Immunoglobulin)
Antibodi adalah suatu protein yang dapat larut yang dihasilkan sistem imun sebagai respon terhadap keberadaan antigen dan akan bereaksi khusus dengan antigen tersebut ( Ethel Sloane dalam buku anatomi dan fisiologi dasar, 2003: 256).
Antibodi A (bahasa Inggris: Immunoglobulin A, IgA) adalah antibodi yang memainkan peran penting dalam imunitas mukosis (en:mucosal immune). IgA banyak ditemukan pada bagian sekresi tubuh (liur, mukus, air mata, kolostrum dan susu) sebagai sIgA (en:secretoryIgA) dalam perlindungan permukaan organ tubuh yang terpapar dengan mencegah penempelan bakteri dan virus ke membran mukosa. Kontribusi fragmen konstan sIgA dengan ikatan komponen mukus memungkinkan pengikatan mikroba.
Antibodi D (bahasa Inggris: Immunoglobulin D, IgD) adalah sebuah monomer dengan fragmen yang dapat mengikat 2 epitop. IgD ditemukan pada permukaan pencerap sel B bersama dengan IgM atau sIga, tempat IgD dapat mengendalikan aktivasi dan supresi sel B. IgD berperan dalam mengendalikan produksi autoantibodi sel B. Rasio serum IgD hanya sekitar 0,2%.
Antibodi E (bahasa Inggris: antibody E, immunoglobulin E, IgE) adalah jenis antibodi yang hanya dapat ditemukan pada mamalia. IgE memiliki peran yang besar pada alergi terutama pada hipersensitivitas tipe 1. IgE juga tersirat dalam sistem kekebalan yang merespon cacing parasit (helminth) seperti Schistosoma mansoni, Trichinella spiralis, dan Fasciola hepatica,  serta terhadap parasit protozoa tertentu sepertiPlasmodium  falciparum, dan artropoda.
Antibodi G (bahasa Inggris: Immunoglobulin G, IgG) adalah antibodi monomeris yang terbentuk dari dua rantai berat dan rantai ringan , yang saling mengikat dengan ikatan disulfida, dan mempunyai dua fragmen antigen-binding. Populasi IgG paling tinggi dalam tubuh dan terdistribusi cukup merata di dalam darah dan cairan tubuh dengan rasio serum sekitar 75% pada manusia dan waktu paruh 7 hingga 23 hari bergantung pada sub-tipe.
Antibodi M (bahasa Inggris: Immunoglobulin M, IgM, macroglobulin) adalah antibodi dasar yang berada pada plasma B. Dengan rasio serum 13%, IgM merupakan antibodi dengan ukuran paling besar, berbentuk pentameris 10 area epitop pengikat, dan teredar segera setelah tubuh terpapar antigen sebagai respon imunitas awal (en:primary immune response) pada rentang waktu paruh sekitar 5 hari. Bentuk  monomeris dari IgM dapat ditemukan pada permukaan limfosit- B dan reseptor sel-B. IgM adalah antibodi pertama yang tercetus pada 20 minggu pertama masa janin kehidupan seorang manusia dan berkembang secara fitogenetik (en:phylogenetic). Fragmen konstan IgM adalah bagian yang menggerakkan lintasan komplemen klasik.
e.       Tahapan Mekansme Tubuh
Mikrorganisme menyerang tubuh mekanisme pertahanan pertama (first line difence) akan melindungi tubuh diantaranya kulit, mucus, membrane. Jika mikrroorganisme telah lolos ada garis pertahanan kedua  (second line difence ) yaitu leukosit dengan mengeluarkan neutrophil dan monosit, jika dalam tahap ini mikroorganisme masih tetap lolos ada mekanisme pertahanan ketiga (third line difence) ada sel B dan sel T. sel B diransang oleh sel T helper untuk membelah diri apanila lolos sel T killer yang akan bekerja unuk membunuh mikro organisme. Jika sudah mati sel T supresor mengirim sinyal ke sel B untuk menekan perang. Sel T helper akan memberi sinyal ke sel B unuk berhenti membelah diri yan membuat antibody.
f.       Fungsi sistem imun
Sistem imun berfungsi untuk :
1)      mempertahankan dan melindungi tubuh.
2)      Menghancurkan dan memusnahkan mirkoorganisme.
3)      Mengidentifikaasi dan merusak sel mutan.
4)      Menolak/reject mikroorganisme
B.     Konsep Penyakit Sistem Imunologi
1.      Rinitis Alergik
a.       Pengertian
Rinitis alergik merupakan bentuk alergi respiratorius yang paling sering ditemukan dan diperkirakan diantarai oleh reaksi imunologi cepat (hipersensitivitas tipe I) ( Smeltzer & Bare, 2001 : 1767).
b.      Etiologi
Rinitis alergi ditimbulkan oleh tepung sari atau kapang yang terbawa angin, keadaan ini ditandai oleh insiden musiman atau empat musim.

c.       Insiden
Penyakit ini mengenai sekitar 8%-10% dari populasi penduduk A.S. (20%-30% penduduk remaja).
d.      Komplikasi
Kalau tidak diobati, dapat terjadi banyak komplikasi seperti astma alergi, obstruksi nasal kronik, otitis kronik, dengan gangguan pendengaran, anosmia (gangguan kemampuan membau), dan pada anak-anak, depormitas dental orofasial.
e.       Patofisiologi
Sensitisasi dimulai dengan konsumsi atau inhalasi anti gen. Pada pemajanan ulang, mukosa nasal bereaksi dengan pelambatan kerja silia, pembentukan edema dan ilfiltrasi leukosit (terutama eosinifil). Histamin merupakan mediator utama reaksi alergi pada mukosa nasal. Edema jaringan terjadi akibat vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler.
f.       Manifestasi Klinis
Gambaran rhinitis alergik yang khas mencakup kongesti nasal, secret hidung yang jernih serta encer, bersin-bersin dan rasa gatal pada hidung. Sering terdapat rasa gatal pada tenggorokan dan platum mole. Drainase mukus ke dalam faring akan merangsang upaya yang berkali-kali untuk membersihkan tenggorok dan menimbulkan batuk kering atau suara yang parau. Sakit kepala, nyeri di daerah sinus paranasal dan epiktasis dapat menyertai rhinitis alergik. Keadaan ini merupakan rhinitis kronik, dan gejalanya bergantung pada pajanan lingkungan serta daya responsif instrinsik hospes.
g.      Tes Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan mencakup sediaan apus nasal, hitung darah perifer, total serum IgE, tes epikutan, tes intramedal, RAST, pemeriksaan eliminasi serta provokasi makanan, dan tes provokasi nasal.
h.      Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah untuk meringankan gejala. Terapi dapat mencakup salah satu atau seluruh intervensi berikut ini: tindakan menghindari alergen, farmakoterapi atau imunoterapi.

1)      Terapi Penghindaraan (Menghindari Alergen)
Dalam terapi penghindaran, setiap upaya harus dilakukan untuk menghilangkan alegen yang bekerja sebagai faktor pemicu. Tindakan sederhana dan kontrol lingkungan sering efektif untuk mengurangi gejala.
2)      Farmokoterapi
Anthistamin kini diklasifikasikan sebagai antagonis reseptor-H1 tau bloker-H1 yang digunakan dalam penanganan gangguan alergik yang ringan, dan antagonis reseptor-H2 yang digunakan untuk mengatasi ulkus lambung serta duodeni.
Antihistamin merupakan kelompok utama obat yang diprogramkan untuk mengatasi gejala rhinitis alergik. Efek samping yang utama dari kelompok obat ini adalah sedasi. Efek samping tambahan mencakup keadaan gelisah, tremor, vertigo, mulut yang kering, palpitasi, anoreksia, mual dan vomitus.
3)      Imunoterapi
Imunoterapi merupakan indikasi hanya jika hipersensitivitas IgE (hipersensitivitas I) terlihat pada alergen inhalan yang spesifik yang tidak dapat dihindari oleh klien (debu rumah, serbuk sari). Tujuan imunoterapi mencakup penurunan kadar IgE dalam  darah, peningkatan tingkat penghambatan antibody IgG dan pengurangan sensitivitas sel mediator. Imunoterapi juga efektif untuk mengatasi reaksi alergik dengan alergen rerumputan, pollen sejati, bulu kucing dan tungau debu rumah.
Ada tiga metode terapi penyuntikan, yaitu: metode coseasonal, preseasonal dan perennial. Kalau terapi dilakukan berdasarkan musim (coseasonal basis), penyuntikan dimulai dalam musim saaat klien mengalami gejala. Metode ini sudah jarang dilakukan dalm beberapa tahun kebelakang karena ternyata tidak efektif dan terdapat peningkatan risiko terjadinya reaksi sistemik. Penyuntikan pada terapi preseasonal dilakukan 2 hingga 3 bulan sebelum gejala timbul sehingga tersedia waktu untuk terjadinya hiposensitisasi. Terapi ini dihentikan ketika musimnya tiba. Terapi perennial dilakukan sepanjang tahun yang biasanya dengan dengan penyuntikan sebulan sekali.

2.      Dermatitis Atopik
a.       Pengertian
Dermatitis atopic merupakan kelainan kulit atau peradangan kronik bersifat pruritic dan eksematosa pada individu dengan predisposisi herediter terhadap pruritus pada kulit sering disertai dengan rinitis alergika, hay fever, dan asma (Dorlan, 2012: 301).
Dermatitis atopic dapat disebut juga eczema konstitusional, eksema fleksural, neurodermatitis diseminata, prurigo besnier (Kapita, Selekta, 2012 :45 ).

b.      Etiologi
Terdapat stigmata atropi (herediter) pada pasien atau anggota keluarga berupa:
1)      Rhinitis alergi, asma bronkial,hay fever
2)      Alergi terhadap pelbagai allergen protein
3)      Pada kulit: dermatitis atopic, dermatografisme putih, dan kecendrungan timbul urtika.
4)      Reaksi abnormal terhadap perubahan suhu
5)      Resistensi  menurun terhadap infeksi virus dan bakteri
6)      Lebih sensitive terhadap serum dan obat
7)      Kadang-kadang terdapat katarak juvenilis

c.        Faktor Predisposisi/Pencetus
Pasien  biasanya gugup dan irritable. Factor npsikologis dan psikosomatis dapat menjadi factor pencetus. Fenomena sensitisasi disebabkan oleh alergenper ingestionem, per inhalationem, atau kontak lansung.

d.       Patogenesis
Belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Histamine dianggap sebagai zat penting yang memberi reaksi dan menyebabkan pruritus. Histamine menghambat kemotaksis dan menekan produksi sel T.
Sel mast meningkat pada lesi dermatitis atopic kronis. Sel ini nmempunyai kemampuan melepaskan histamine. Histamine sendiri tidak dapat melepaskan  lesi ekzematosa. Kemungkinan zat tersebut menyebabkan pruritus dan eritema, mungkin karena garukan akibat gatal menimbulkan lesi ekzematosa.
Pada pasien dermatitis atopic kapasitas untuk menghasilkan IgE secara berlebihan diturunkan secara genetic. Demikian pula defisiensi sel T penekan (suppressor). Defisiensi ini menyebabkan produksi berlebih IgE.

e.        Manifestasi klinis
Subyektif selalu terdapat pruritus. Terdiri atas tiga bentuk:
1)      Bentuk infantile (2 bulan – 2 tahun).
Karena letaknya didaerah pipi yang berkontak dengan payudara, secara salah sering disebutekzema susu. terdapat eritema berbatas tegas, dapat disertai papul-papul dan vesikel-vesikel miliar, yang menjadi erosive, eksudatif dan berkrusta. Tempat predileksi kedua pipi, ekstermitas bagian fleksor dan ekstensor.
2)      Bentuk anak (3- 10 tahun)
Pada anamnesis dapat didahului bentuk infantile. Lesi tidak eksudatif lagi, sering disertai hyperkeratosis, hiperpigmentasi, dan hipopigmentasi. Tempat predileksi tengkuk fleksor kubital,dan fleksor popliteal.
3)      Bentuk dewasa 13-30 tahun
Pada anamnesis terdapat bentuk infantil dan bentuk anak. Lesi selalu kering dan dapat disertai likenifikasi dan hiperpigmentasi. Tempat predileksi tengkuk serta daerah fleksor kubital dan poplitea.
Manisfestasi lain berupa kulit kering an sukar berkeringat, gatal-gatal terutama jika berkeringat. Berbagai kelainan yang dapat menyertainya ialah serosis kutis, iktiosis, hiperlinearis palmaris etplantaris, pomvoliks, pitiriasis alba, keratosis pilaris.

f.       pemeriksaan Penunjang
1)      darah perifer ditemukan eosinofil dan peningkatan kadar Ig E.
2)      Dermatografisme putih. Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan tiga respon yakni berturut-turut akan terlihat garis merah ditempat penggoresan selama 15 detik, warna merah disekitarnya selama beberapa detik, dan edema timbul sesudah beberapa menit. Penggoredan pada pasien atopik akan bereaksi berlainan. Garis merah tidak disusul warna kemerahan, tetapi kepucatan selama 2 detik sampai 5 menit. Sedangakan edema tidak timbul. Keadaan ini disebut dermatografisme putih.
3)      Percobaan asetil kolin. Suntikan secara intrakutan solusio asetil kolin 1/5000 akan menyebabkan hiperemia pada orang normal. Pada orang dermatitis atopik akan timbul vasokontriksi, terlihat kepucatan selama satu jam.
4)      percobaan histamin. Jika histamin fosfat disuntikan pada lesi eritema akan berkurang dibandingkan orang lain sebagai kontrol. Kalo obat tersebut disuntikan parenteral, tampak eritema bertambah pada kulit yang normal.

g.       Penatalaksanaan
Bila eksudasi  berat atau stadium akut dieri kompres terbuka, bila dingin dapat diberikan krim kortikosteroid ringan sedang.  Pada lesi kronis dan likenifikasi dapat diberikan salep kortikosteroid kuat. Anti histamin merupakan obat pilihan utama sebagai kompetitif histamin. Dapat digunakan golongan sedasi (klasik) maupun non sedasi (AH baru).

3.       Alergi makanan
a.       Pengertian Alergi makanan adalah suatu respons normal terhadap maknan yang dicetus oleh suatu reaksi yang spesifik didalam suau sistem imun dan diekspresikan dalam berbagai gejala yang muncul dalam hitungan menit setelah makanan masuk, namun gejala dapat muncul hingga beberapa jam kemudian ( Ilmu penyakit dalam ).
b.      Etilogi
Makanan yang paling banyak menyebabkan reaksi alergi yaitu makanan yang berasal dari laut seperti udang, lobster, kepiting, ikan dan telur. Biasanya makanan yang menyebabkan allergen adalah makanan berupa protein. Pada anak-anak, penyebab alergi makanan yang paling sering yaitu susu, telur, dan kacang. Sebagian besar alergi makanan akan menghilang setelah seseorang menghindar makanan tersebut dan kemudian melakukan eleminasi makanan, kecuali alergi terhadap kacang-kacangan, ikan, dan kerang cenderung menetap atau menghilang setelah jangka waktu sangat lama.
Faktor genetik juga bisa menjadi pencetus alergi makanan. Alergi dapat diturunkan dari orang tua atau kakek/nenek yang menderita alergi. Bila ada salah satu orang tua kita menderita gejala alergi, maka dapat menurunkan resiko pada anak sekitar 17-40%, bila kedua orang tua alergi maka resiko pada anak meningkat menjadi 53-70%.

c.       Patofisiologi
Secara imunologis, antigen protein untuh masuk ke dalam sirkulasi dan disebarkan diseluruh tubuh. Untuk mencegah respon imun terhadap semua makanan yang dicernadiperlukan respons yang ditekan secara selektif yang disebut toleransi.
Kegagalan untuk melakukan toleransi oral ini memicu produksi berlebihan antibodi IgE. Antibodi tersebut berikatan dengan kekuatan lebih rendah pada makrofag, monosit, limfosit, eosinofil dan trombosit. Ketika protein masuk melewati sawar mukosa, terikat dan bereaksi silang dengan antibodi tersebut, akan memicu IgE yang telah berikatan dengan sel mast. Kemudian sel mast akan melepaskan berbagai mediator (histamin, prostaglandin, leukotrien) yang menyebabkan vasodilatasi, sekreesi mukus, kontraksi otot polos. Sel mast yang teraktivasi juga mengeluarkan berbagai sitokinin lain yang dapat menginduksi reaksi tipe lambat. Selama 4-8 jam pertama, neutrophil dan eosinofil yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai mediator. Sedangkan pada 24-48 jam berikutnya, imfosit dan monosit menginfiltrasi lokasi tersebut dan memicu inflamasi kronik.

d.      Manifestasi klinis
Respon alergi terjadi dalam 30 menit setelah mengkonsumsi makanan. Klien yang sangat alergi dapatmenimbulkan reaksi dalam menit atau detik setelah konsumsi. Ciri kedua reaksi alergi nampaknya tidak tergantung dosis. Reaksi berat yang terjdi oleh dosis kecil sama dengan yang ditimbulkan dosis besar. Ciri reaksi alergi lainnya ialah terjasinya reaksi berat di berbagai tempat dan organ.
1)                        Gejala alergik yang klasik yaitu :
a)                  Urtikaria,
b)                  Dermatitis atopic
c)                  Batuk- batuk
d)                 Edema laring
2)         Gejala gastrointestinal berupa :
a)                  Gatal
b)                  Pembengkakan bibir, lidah serta palatum
c)                  Nyeri abdomen
d)                 Mual
e)                  Kram
f)                   Vomitus
g)                  Diare
e.       Tes diagnostik
Tes yang digunakan untuk mengetahui alergi makanan yaitu :
a)      Pemeriksaan tes kulit
Metode tes kulit mencakup tes penyuntikan,tes goresan, dan tes kulit intradermal. Sesuudah tes tusukan atau goresan dikerjakan, tes intradermal dilakuakn dengan menggunakan allergen. Tes kulit akan menunjukan atigen mana dari beberapa anigen yang paling besar kemungkinannya untuk mencetuskan gejala.
b)      RAST (radio-allergosorbent test)
Merupakan  pemeriksaaan untuk mngukur kadar IgE spesifik-alergen. Sampel serum klien dikenakan dengan sejumlah kompleks partikel alergen yang dicurigai.jika terdapat antibody, kompleks ini akan berikatan dengan allergen yang berlabel radio aktif.
c)      Double blind placebo-controlled food challenge
Prosedur tes ini lama dan terapi data dimodifikasi. Pasien pantang makanan terduga untuk sedikitnya 2 minggu, antihistamin dihentikan seuai waktu paruhnya. Makanan diberikan dalam bentuk kapsul. Selama diuji, klien diawasi seringkali unuk perubahan kulit, dan saluran cena dan saluran napas. Tes tanangan dihentikan bila timbul reaksi.
f.       Penatalaksanaan
Penatalaksanaan alergi makanan yaitu menggunakan terapi yang dibagi menjadi dua :
1)      Menghindari makanan
Sebenarnya terapi alergi makanan adalah menghindari makanan  penyebab. Hal itu kadang sulit untuk dilkukan, konsultasi dengan ahli gizi dapat berguna.
2)      Medikamentosa
Pada reaksi alergi makanan ringan hanya diberikan antihistamin, dan jika perlu ditambahkan kortikosteroid pada reaksi sedang. Sedangkan pada serangan anafilaksis terapi utamanya adalah epinfrin/adrenal.
4.      Urtikaria
a.       Pengertian
Urtikaria atau biduran adalah penyakit alergi yang sangat mengganggu dan membuat penderita atau dokter kadang frustasi. Frustasi karena pada keadaan tertentu gangguan ini sering hilang timbul tanpa dapat diketahui secara pasti penyebabnya.

Urtikaria, yang dikenal dengan hives, terdiri atas plak edematosa (wheal) yang terkait dengan gatal yang hebat (pruritus). Urtikaria terjadi akibat pelepasan histamine selama respons peradangan terhadap alegi sehingga individu menjadi tersensitisasi. Urtikaria kronis dapat menyertai penyakit sistemik seperti hepatitis, kanker atau gangguan tiroid. (Elizabeth, 2007) .
b.            Etiologi
Berdasarkan kasus-kasus yang ada, paling banyak urtikaria di sebabkan oleh alergi, baik alergi makanan, obat-obatan, dll.
1)      Obat
Hampir semua obat dapat menimbulkan urtikaria secara imunologik tipe I dan II. contohnya adalah obat-obat tipe penicilin,sulfonamid,analgesik,pencahar,hormon dan diuretik.aspirin menimbulkan urtikaria karena menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakidonat.
2)      Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria yang akut,umumnya akibat reaksi imunolgik,makanan berupa protein atau bahan lain yang di campurkan ke dalam nya seperti zat warna,penyedap rasa,atau bahan pengawet.sering menimbulkan urtikaria.
3)      Gigitan/sengatan serangga
Gigitan serangga dapat menimbulkan urtikaria setempat,agaknya hal ini di perantarai oleh IgE(tipe I) dan tipe seluler(tipe IV).nyamuk,lebah dan serangga lainnya menimbulkan urtikaria bentuk papul di sekitar tempat gigitan,biasanya sembuh sendiri.
4) Trauma fisik
Dapat di akibatkan oleh faktor dingin,yakni berenang atau memegang benda dingin,Faktor panas misalnya sinar matahari,radiasi dan pana pembakaran.Faktor tekanan yaitu,goresan,pakaian ketat,ikat pinggang,dan tekanan berulang-ulang yakni,pijatan,keringan,pekerjaan berat dan demam.


c.       Patofisiologi  
Pada awalnya alergen yang menempel pada kulit merangsang sel mast untuk membentuk antibodi IgE, setelah terbentuk, maka IgE berikatan dengan sel mast. Setelah itu, pada saat terpajan untuk yang kedua kalinya, maka alergen akan berikatan dengan igE yang sudah berikatan dengan sel mast sebelumnya. Akibat dari ikatan tersebut, maka akan mengubah kestabilan dari isi sel mast yang mengakibatkan sel mast akan mengalami degranulasi dan pada akhirnya sel mast akan mengeluarkan histamin yang ada di dalamnya. Perlu diketahui bahwa hanya sel mast adalah mediator kimia yang dapat menyebabkan gejala yang terjadi pada seseorang yang mengalami urtikaria.
Urtikaria terjadi akibat vasodilatasi dan peningkatan permiabilitas dari kapiler atau pembuluh darah kecil sehingga terjadi transudasi cairan dari pembuluh darah di kulit. Hal in karena adanya pelepasan mediator kimia dari sel mast atau basofil terutama histamine.

d.     Manifestasi klinik
Gejalanya di sebabkan oleh reaksi dan serangan imunologi terhadap serum dan obat,Keluhan utama biasanya gatal, rasa terbakar atau tertusuk. Tampak eritema (kemerahan) dan edema (bengkak) setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat. Urtika biasa terjadi dalam berkelompok. Satu urtika sendiri dapat bertahan dari empat sampai 36 jam. Bila satu urtika menghilang, urtika lain dapat muncul kembali.Bila mengenai organ dalam, misalnya saluran cerna dan napas, disebut angioedema.

e.       Tes diagnostik
1) Laboratorium. Hitung darah lengkap dengan diferensial, profil kimia, laju endap darah (LED), T4, pengukuran TSH, urinalisis dan biakan urine, antibody antinuclear.
2) Radiografik. Radiograf dada, foto sinus, foto gigi, atau panorex.

f.  Penatalaksanaan
1)  Non Farmakologi           
Yang bisa dilakukan untuk pengobatan secara non farmakologi  ini adalah dengan menghindari alergen yang diperkirakan sebagai penyebab dari urtikaria, tetapi pada umumnya hal ini sulit dilaksanakan.

D.    Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
a.       Identitas Pasien.
b.      Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
c.       Riwayat Kesehatan.
1)      Riwayat Penyakit Sekarang :
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.
2)      Riwayat Penyakit Dahulu :
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
3)      Riwayat Penyakit Keluarga :
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
4)      Riwayat Psikososial :
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami stress yang berkepanjangan.
5)      Riwayat Pemakaian Obat :
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.
6)      Pemeriksaan fisik
a)      KU : lemah
b)      TTV : suhu naik atau turun.
c)      Kepala
Bila kulit kepala sudah terkena dapat terjadi alopesia.
d)     Mulut
Dapat juga mengenai membrane mukosa terutama yang disebabkan oleh obat.
e)      Abdomen
Adanya limfadenopati dan hepatomegali.

f)       Ekstremitas
Perubahan kuku dan kuku dapat lepas.
g)      Kulit
Kulit periorbital mengalami inflamasi dan edema sehingga terjadi ekstropion pada keadaan kronis dapat terjadi gangguan pigmentasi. Adanya eritema , pengelupasan kulit , sisik halus dan skuama.

2.      Diagnosa
a.       Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ansietas.
b.      Gangguan rasa integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan reaksi inflamasi.
c.       Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit.
d.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan.

3.      Intervensi dan Implementasi
No
Intervensi
Rasional
Implementasi
1
a.       Manajemen anafilaksis



b.       Ventilasi mekanisme
a.       Meningkatkan ventilasi dan perfusi jaringan yang adekuat untuk individu yang mengalami alergi yang berat.

b.       Menggunakan alat buatan untuk membantu klien bernafas
a.       Melakukan manajemen anafilaksis dengan cara menganjurkan klien memakai masker dalam melakukan kegiatan yang dapat memicu reaksi alergik.
b.       Menganjurkan nafas dalam melalui abdomen selama periode gawat nafas.
Membantu klien untuk menggunakan spirometer insentiv jika perlu.
2`
a.       Tingkatkan integritas kulit
a.       Kulit yang kering akan memperburuk pseoriasis
a.       Meningkatkan integritas kulit dengan cara menasihati  klien untuk tidak menggaruk daerah yang sakit untuk menjaga kelembaban dapat di basuh menggunakan air hangat dan mengeringkan dengan menepuk menggunakan handuk dan tidak digosok.

3
a.       Peningkatan citra tubuh
a.       Meningkatkan presepsi sadar dan tak sadar klien serta sikap terhadap tubuh klien.
a.       Bantu klien dan keluarga untuk secara bertahap menjadi terbiasa dengan perubahan pada tubuhnya, mungkin menyentuh area yang terganggu sebelum melihatnya.
4
Manajemen nutrisi
a.       Membantu dan menyediakan supan makanan dan cairan diet seimbang.
a.       Buat perencanaan makan dengan klien yang masuk dalam makan, kesukaan dan ketidaksukaan klien, serta suhu makana.


4.      Evaluasi
a.       Tidak terjadinya kerusakan kulit klien
b.      Klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal  karena berkurangnya pruritus dan ditandai dengan berkurangnya lecet akibat garukan.
c.       Klien tidur nyenyak tanpa terganngu pola nafas karena pola nafas telah efektif.
d.      Tercapainya pola tidur/istirahat yang memuaskan.
e.       Menerima keadaan diri.
f.       Memahami tentang perawatan kulit dan terapi pengobatan.
g.      Mengurangi level ansietas.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pada sistem imunologi terdapat berbagai macam penyakit yang dapat menyerang sistem kekebalan tubuh kita. Hal itu dapat terjadi bila daya tahan tubuh atau sistem imun kita menurun. Beberapa penyakit yang dapat terjadi pada reaksi hipersensitivitas tipe 1 adalah rhinitis atopik, dermatitis atopik, alergi makanan, dan urtikaria. Reaksi hipersensitifitas tipe 1 terjadi hanya dalam waktu 24 jam. Penyebabnya bisa bermacam-macam namun kebanyakannya merupakan alergi terhadap sesuatu dengan tanda dan gejala yang muncul seperti gatal-gatal, bengkak, sakit kepala dan berbagai tanda gejala lainnya. Untuk pengobatannya bisa diberikan sesuai dengan tanda dan gejala yang dialami namun untuk pencegahannya dengan menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan alergi tersebut.

B.     Saran
Perlu menjaga kebersihan diri, lingkungan sekitar yang dapat menyebabkan alergi. Dan juga untuk yang rentan mengalami alergi terhadap suatu hal harus menjaga kekebalan tubuh dan menghindari alergen tersebut.
Daftar Pustaka

Dorlan, Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Edisi 8. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 2012. Kapita Selekta Kedokteran Edisi  3 Jilid 1. Jakarta : EGC
Setiati, Siti, et.al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.  Jakarta Pusat : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta : EGC.
Suddarth & Brunner.  2001. Buju Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8.  Jakarta : EGC.
Wilkinson, Judith. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 9. Jakarta : EGC.
Herdman, Heather. 2012. NANDA International Diagnosis Keperawatan 2012-2014. Jakarta : EGC.
www. academia.edu/9045789/hipersensitivitas di akses 15.00 WIB 8 September 2015-09-10.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »