halo sobat kali ini admin akan memberikan pengetahuan tentang Asuhan Keperawatan pada Klien Limfoma Hodgkin dan Non Hodgkin dari Teori Penyakitnya sampai dengan Asuhan Keperawatannya.
BAB
1
PENDAHULUAN
www.materikeperawatan.xyz |
mugkin anda juga akan mengunjungi artikel yang menarik dan seru yaitu : Asuhan Keperawatan pada klien Dermatitis Alergik, Atopik dan Alergi Makanan.
A. Latar
Belakang
Limfoma
adalah keganasan sel yang berasal dari sel limfoid. Biasanya diklasifikasikan
sesuai derajat differensiasi dan asal sel ganas yang dominan. Dimana limfoma ini belum diketahui penyebabnya
sehingga penyakit ini sulit untuk di sembuhkan dan perlu operasi besar .
limfoma terbagi 2 yaitu Limfoma Hodgkin dan Non Hodgkin yaitu kanker yang
akibat dari jaringan limfatik. Sehingga kita harus mengetahui teori dasar
sehingga kita sebagai perawat mengetahui asuhan keperawatan yang tepat bagi
klien yang memiliki diagnose penyakit ini.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
yang di maksud dengan Limfoma
Hodgkin dan Non Hodgkin ?
2. Apa
saja jenis limfoma ?
3. Foktor-
faktor apa saja yang menyebabkan limfoma
Hodgkin dan Non Hodgkin ?
4. Bagaimana
patofisiologi limfoma Hodgkin
dan non hodgkin ?
5. Apa
saja tanda- tanda limfoma
Hodgkin dan non hodgkin ?
6. Apa
yang di maksud limfoma
Hodgkin dan non hodgkin ?
7. Apa
Saja penyebab limfoma Hodgkin
dan non hodgkin ?
8. Bagaimana
Manifestasi dari limfoma
Hodgkin dan non hodgkin ?
9. Bagaimana
Cara mendiagnostik limfoma
Hodgkin dan non hodgkin ?
10. ASKEP
yang harus di
berikan kepada klien limfoma
Hodgkin dan non hodgkin ?
BAB
II
TINJAUAN
TEORITIS
I.
DEFINISI UMUM
1. Definisi
Limfoma
Limfoma adalah
keganasan sel yang berasal dari sel limfoid. Biasanya diklasifikasikan sesuai
derajat differensiasi dan asal sel ganas yang dominan. Tumor ini biasanya
berawal dari nodus limfe, tapi dapat melibatkan jaringan limfoid dalam limfa,
traktus gastrointestinal (misalnya dinding lambung), hati atau sumsum tulang.
Biasanya menyebar ke semua wilayah tersebut dan ke jaringan ekstralimfatik
(paru,ginjal,kulit) pada saat akan meningal. Penyebab tumor ini tidak diketahui. (Brunner
dan Suddarth, 2001).
2. Definisi
Limfoma Hodgkin
Limfoma Hodgkin
adalah penyakit keganasan tanpa diketahui penyebabnya yang berasal dari sistem
limfatika dan terutama melibatkan nodus limfe. Sel ganas pada penyakit hodgkin
adalah Reed Sternburg Cells, suatu sel tumor raksasa yang khas, dengan
morfologi unik dan batas sel tidak jelas.Biasanya lebih sering terjadi pada
pria dibanding wanita dan mempunyai dua puncak insiden: satu pada awal 20-an
dan lainnya setelah usia 50.(Brunner
dan Suddarth, 2001).
Limfoma
Hodgkin adalah kanker yang muncul dalam
sistem limfatik yang menghubungkan noda limfa atau kelenjar getah bening di
seluruh tubuh. Sistem limfatik termasuk bagian penting dalam sistem kekebalan
tubuh manusia. (Alodokter).
Limfoma
hodgkin adalah jenis kanker yang dimulai
pada sel sistem kekebalan yang disebut limfosit. Limfosit adalah sel darah
putih yang bergerak di seluruh tubuh dalam cairan yang disebut getah bening (kamus
kesehatan).
3. Definisi
Limfoma non-Hodgkin
Limfoma non-hodgkin
adalah kelompok penyakit heterogen yang dapat didefinisikan sebagai keganasan
jaringan limfoid
selain penyakit hodgkin. Dan sudah pasti sel tumor sudah menyebar ke sistem
limfatik. (Brunner dan Suddarth, 2001).
Limfoma non hodgkin adalah jenis kanker darah yang
berawal dari limfosit dari dalam sistem limfatik. Terdapat 2 tipe Limfoma
yaitu, Limfoma Non-Hodgkin dan Limfoma Hodgkin. Kelompok Limfoma Non-Hodgkin
terbagi atas sel Limfoma Sel T & B dimana sel Limfoma Sel B kemudian terbagi
lagi menjadi beberapa Limfoma kelas rendah atau kelas tinggi. (parkwaycancercentre)
Limfoma Non
Hodgkin dapat berasal baik dari sel B atau
sel T abnormal, dengan 30 subtipe yang dibedakan dengan penanda genetik yang
unik. (kamus kesehatan)
Limfoma
Hodgkin berkembang dari garis keturunan
abnormal tertentu dari sel B. (kamus kesehatan)
·
Kesimpulannya, bahwa limfoma
adalah keganasan sel di kelenjar limfe, dan terbagi atas dua: limfoma hodgkin dan Non hodgkin. Yang membedakan antara dua
jenis penyakit ini adalah, kalau limfoma sel ganasnya adalah Reed Sternburg Cells. Sedangkan, limfoma
non-hodgkin keganasan sel tumornya sudah sangat meluas.
II.
PERBEDAAN
LIMFOMA HODGKIN DAN NON HODGKIN
III.
- FISIOLOGIS SEL
1)
Nucleus fungsinya yaitu mengatur semua aktivitas di dalam sel
2)
Nucleolus fungsinya yaitu penyokong sintesis protein
3)
Ribosom fungsinya yaitu sintesis protein
4)
Sentrosom fungsinya yaitu pembentukan sentriol
5)
RE kasar fungsinya yaitu menampung protein yang di sintesis oleh
ribosom
6)
RE halus fungsinya yaitu transportasi molekul dari bagian sel
yang satu ke lain
7)
Badan golgi fungsinya yaitu untuk mengeksresi zat sisa dalam sel
8)
Rangka sel fungsinya yaitu sitoskeleton
9)
Mitokondria fungsinya yaitu tempat penghasil energy
10) Vakuola
fungsinya yaitu tempat
cadangan makanan
11) Sitoplasma sebagai medium dalam sel dan untuk pertumbuhan sel
12) Lisosom
fungsinya yaitu intra sel
13) Sentriol fungsinya yaitu pembelahan sel
14) Mikrotubular fungsinya yaitu bagian dari skeleton untuk
mempertahankan bentuk sel
15) Mikrofilamen fungsinya yaitu bagian dari skeleton untuk
mempertahankan bentuk sel
16) Kromosom
fungsinya yaitu mewariskan
genetic ke generasi penerus
- MITOSIS SEL
Mitosis adalah pembelahan sel dimana susunan kromosom sel anak tetap sama
dengan susunan kromosom sel induk, baik jumlah maupun macam kromosom itu.
Mitosis dibagi atas 2 fase utama :
·
Persiapan (interfase)
o
periode G1
G berasal dari kata gap yang artinya senggang. Periode G1 adalah
periode sel sedang aktif mensintesa ARN( ARN untuk transkripse) dan protein
(translasi). Ini untuk membentuk protoplasma baru yang membina sel anak kelak.
Selain bahkan genetis, seluruh bahkan sitoplasma dan organel dibikin rangkap 2.
Dengan proses transkripsi dan translasi serta sintesa bahan protoplasma baru
itu, menyebabkan inti dan sitoplasma membesar dari sebelumnya. Lama G1 30-40%
waktu daur(10 jam)
o
periode S
S berasal dari kata sintesis.Periode S adalah masa aktif
mensintesa ADN (replikasi). Pilinan benang ADN yang sepasang, terbuka dari oleh
enzim replikase, sehingga terangsang untuk replikasi. Cara replikasi itu
disebut semiortodok. A berpasangan dengan T dan G dengan C antara ADN yang lama
dan yang baru, dengan gulanya deoksiribosa. Pada transkripsi ARN yang terbentuk
basa T-nya ditempat U,gulanya ribosa,dan tiap benang ,tidak berpasangan.Dengan
replikasi terbentuk genetis baru yang persis sama susunan ADN-nya dengan yang
lama. Berarti sel anak mengandung bahan genetis sama dengan sel induk. Lama
peiode S 30-40% waktu daur (8 jam)
o
periode G2
ialah persiapan sitoplasma untuk membelah. Pada periode inilah
bahan yang disintesa pada periode G1 dirampungkan sehingga semua bahan
sitoplasma dan organel jadi rangkap dua. Lama G2 10-20% waktu daur (5 jam).
G2 segera disusul oleh pembelahan sesungguhnya (mitosis).
·
Pembelahan (mitosis)
Mitosis memiliki 4 fase yaitu:
·
Profase
ADN kromatin makin rapat dan padat menyebabkan bahan genetis itu jadi tebal dan pendek. Sekarang kromatin itu disebut kromosom. Karena dimasa persiapan kromatin sudah rangkap 2 maka kromosom yang terbentukpun rangka dua (kromatid). Muncul sentromer yang jumlahnya satu. Nukleus membesar kemudian pecah dan hancur. Sentromeryang mengandung satu pasang sentriol itu membelah jadi dua lalu sentrosom meregang. Selaput inti hancur dengan demikian kromosom terendam dalam sitoplasma. Serentak dengan hilangnya selaput inti antara sentrosom terentang serat mikrotubul dan mikrovilamen, yang disebut gelondong (spindel). Sentrosom kini disebut titik kutub.
ADN kromatin makin rapat dan padat menyebabkan bahan genetis itu jadi tebal dan pendek. Sekarang kromatin itu disebut kromosom. Karena dimasa persiapan kromatin sudah rangkap 2 maka kromosom yang terbentukpun rangka dua (kromatid). Muncul sentromer yang jumlahnya satu. Nukleus membesar kemudian pecah dan hancur. Sentromeryang mengandung satu pasang sentriol itu membelah jadi dua lalu sentrosom meregang. Selaput inti hancur dengan demikian kromosom terendam dalam sitoplasma. Serentak dengan hilangnya selaput inti antara sentrosom terentang serat mikrotubul dan mikrovilamen, yang disebut gelondong (spindel). Sentrosom kini disebut titik kutub.
·
Metafase
kromosom bergerak di bidang ekuador. Kini seluruh kromosom suatu sel bersama sentromelnya berada persis pada satu bidang datar, yakni bidang ekuator itu. Karena itu untuk memeriksa morfologi dan jumlah kromosom yang tepat pada sesuatu individu
kromosom bergerak di bidang ekuador. Kini seluruh kromosom suatu sel bersama sentromelnya berada persis pada satu bidang datar, yakni bidang ekuator itu. Karena itu untuk memeriksa morfologi dan jumlah kromosom yang tepat pada sesuatu individu
·
Anafase
Sentromer tiap kromosom membelah jadi dua, berikut kromatik dari
satu kromosom berpisah. Tiap kromatik pergi kekutub bersebrangan. Karena
kromatik dari tiap kromosom mengandung ADN yang sama persis maka tiap daerah
kutub kini mengandung kromosom yang jumlah dan kandungan ADN pun sama.
·
Telofase
Kromosom mengalami pelonggarann pilinan ADN lagi, menyebabkannya
jadi panjang dan halus. Nukleolus mulai muncul pada suatu bagian kromosom, yang
disebut pusat pengatur nukleolus. Serat gelondong hilang, disusul dengan muncul
selaput inti disekeliling kromosom. Pilinan ADN jadi sangat longgar, dan
kromosom kembali dalam bentuk kromatin.
·
Sitokinesis
Profase sampai telofase adalah kariokineis. Yakni pembikian inti
baru. Kariokinesis disusul oleh sitokinesis. Yakni pembikian sitoplasma bagi
tiap inti baru.
Meiosis
Adalah pembelahan reduksi yang hanya terjadi pada gametogenesis.
Sel induk ( gametogonium ) yang bersusunan diploid (2N) pada akhir pembelahan jadi sel anak atau
gamet yang bersusunan haploid (N). Meiosis terdiri dari dua tahap :
o
Meiosis pertama
o
Meiosis kedua
Masing- masing tahap memeiliki ke 4 fase yaitu profase, metafase,
anafase, dan telofase. Istrahat antara kedua tahap disebut interkinase
- ANATOMI FISIOLOGI LEUKOSIT DAN SISTEM PEREDARAN GETAH BENING
1.
Sistem peredaran getah bening
Sistem peredaran getah bening merupakan transportasi
di dalam tubuh manusia selain peredaran darah. Fungsi utamanya yaitu transport
lemak ke sirkulasi darah dan pertahanan tubuh terhadap infeksi oleh antibodi. Sistem
peredaran getah bening atau limfa terdiri dari cairan, pembuluh dan kelenjar
limfa.
·
Cairan limfa: selama darah beredar dalam
kapiler, terdapat cairan yang mengandung sel darah putih yang merembes keluar
dari kapiler. Cairan tersebut mengisi ruang-ruang antarsel. Cairan ini keluar
dari kapiler darah dan masuk ke sistem limfa yaitu ke pembuluh limfe.Cairan
yang mengandung sel darah putih ini sangat berfungsi dalam sistem pertahanan
tubuh manusia.
·
Pembuluh Limfa: Struktur limfa mirip
seperti vena kecil, namun banyak katup dan terletak di sel-sel otot serta
mempunyai cabang yang halus dengan bagian ujung yang terbuka. Pembuluh limfa
dibagi dua sesuai letaknya, yaitu :
o
Ductus Limfatikus Dekstra, menampung
cairan limfa dari kepala, leher bagian kanan, dada kanan, dan lengan kanan.
Pembuluh limfa ini bermuara di vena bawah selangka kanan.
o
Ductus Thoraktikus: atau disebut
pembuluh dada atau pembuluh limfa kiri, menampung cairan limfa dari kepala,
dada kiri, lengan kiri, dan tubuh bagian bawah. Pembuluh limfa ini bermuara di
vena bawah selangka kiri.
Kedua duktus tersebut mengalir ke pertemuan
vena subklavia dan jugularis interna.Pembuluh limfa perifer bergabung menjadi
pembuluh limfa yang lebih besar dan melintasi nodus limfatikus regional sebelum
memasuki sirkulasi vena. Nodus limfatikus berperan penting dalam penyaringan
partikel asing.
·
Kelenjar Limfa
Kelenjar limfa, terutama pada pangkal
paha, ketiak, dan leher. Kelenjar limfe yang berfungsi dalam menghasilkan sel
darah putih dan akan membengkak bila terkena infeksi.Di dalam tubuh ada alat
tubuh yang fungsinya sama dengan kelenjar limfa yaitu limpa dan tonsil.
Tonsil merupakan kelenjar limfe yang terdapat
cavum oris dan faring, dan merupakan garis depan pertahanan infeksi yang
terjadi di mulut, hidung dan tenggorokan.
Limpa adalah kelenjar yang terletak di
regio hipogastrium sinistra, di dalamnya berisi banyak jaringan limfe dan sel
darah merah.
2.
Sel Darah Putih
Pertahanan
tubuh melawan infeksi adalah peran utama leukosit atau sel darah putih. Batas
normal jumlah sel darah putih berkisar dari 4000 sampai 10.000/mm3.Leukosit
dibagi dua yaitu :Granulosit (eosinofil, basofil, dan neutrofil) dan agranulosit
(monosit dan limfosit yang terdiri dari sel T dan sel B)
VII.
PENGERTIAN KANKER
Kanker atau neoplasma ganas adalah penyakit yang ditandai dengan kelainan siklus sel khas yang menimbulkan kemampuan sel
untuk:
·
Tumbuh tidak terkendali
(pembelahan sel melebihi batas normal)
·
Bermigrasi ke jaringan
tubuh yang lain melalui sirkulasi
darah atau sistem limfatik, disebut metastasis.
VIII.
PEMBELAHAN SEL TUMOR
Sel tumor atau karsinogen akan merusak Prontoonkogen , gen
supresor tumor dan akhirnya merusak regulasi atau siklus sel.
a.
Prontoonkogen dan Onkogen
Prontoonkogen adalah gen selular yang berfungsi untuk mendorong dan
meningkatkan pertumbuhan normal dan pembelahan sel dan memilki
kemungkinan besar untuk berkembang menjadi ganas dan bereplikasi menjadi banyak
dan tak terbatas
b.
Gen gen supresor tumor
Kebalikan dari protein mengubah protoonkogen yang meningkatkan
pertumbuan sel, gen gen supresor tumor menghambat atau “mengambil kerusakan”
pada pertumbuhan sel dan siklus pembelahan.
Mutasi pada gen supresor tumor menyebabkan sel mengabaikan satu
atau lebih komponen jaringan sinyal penghambat, memindahkan kerusakan dari
siklus sel dan menyebabkan angka yang tinggi dari pertumbuhan yang tidak
terkontrol (kanker). Pada cara yang menyerupai onkogen, hasil protein dari gen
supresor tumor berfungsi dalam semua bagian sel, pada permukaan sel dalam
sitoplasma dan nukleus.
c.
Kontrol siklus sel
Jika terjadi destruksi atau induktifasi, akan mengakibatkan
telomer normal (ujung kromosom yang memendek pada saat replikasi sel) jadi akan
stabil (panjang stabil atau tidak bisa memendek untuk pembelahan sel).
IX.
PATOFISIOLOGI KANKER
Penyebab dari kanker adalah dimana adanya agen perusak DNA yang
terdapat pada lingkungannya yaitu kimia,radiasi, dan virus. Sel
normal akan mengalami kerusakan DNA yang dimana akan terjadinya mutasi yang
dapat diturunkan dalam gen-gen yang menyerang perbaikan DNA dan Apoptosis.
Adanya mekanisme dimana aktifnya onkogen yang meningkatkan pertumbuhan,
mengganti gen yang mengatur Apoptosis
dan menon-aktifkan gen supresor kanker sehingga akan terjadinya hasil gen yang
sudah diganti dan hasil gen pengatur hilang. Jadi, adanya peluasan salinan
sehingga mutasi tambahan akan terjadi heterogenetik . Dan muncullah neoplasma
yang ganas yang akan menjadi kanker.
a) Etiologi
Penyebab limfoma
Hodgkin sampai saat ini tidak diketahui secara pasti, namun salah satu yang
paling dicurigai adalah virus Epstein-barr.dan resiko besar bagi penderita HIV.
b) Klasifikasi
Pada
umumnya limfoma Hodgkin diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi WHO classification system
yang membagi penyakit Hodgkin menjadi empat golongan.
1. Tipe
lymphocyte predominance
-
Merupakan 5% dari penyakit Hodgkin.
-
Pada tipe ini limfosit kecil merupakan
sel latar belakang yang dominan, hanya sedikit sel R-S yang dijumpai.
-
Dapat bersifat nodular atau difus.
2. Tipe
mixed cellularity
-
Terdapat sebanyak 30% dari penyakit
Hodgkin.
-
Jumlah sel R-S mulai banyak dijumpai
dalam jumlah seimbang dengan limfosit.
3. Tipe
lymphocyte depleted
-
Kurang dari 5% limfoma Hodgkin, tetapi
merupakan tipe yang paling agresif.
-
Sebagian besar terdiri atas sel R-S
sedangkan limfosit jarang ditemui.
4. Tipe
nodular sclerosis
-
Tipe ini merupakan tipe yang paling
sering dijumpai, yaitu 40-69% dari seluruh penyakit Hodgkin.
-
Ditandai oleh fibrosis dan sklerosis
yang luas.
-
Sel eosinofil banyak dijumpai, juga
terdapat sel R-S.
c) Stadium
Tingkatan
penyakit
Menurut
symposium penyakit Hodgkin di Ann Arbor, tingkatan penyakit Hodgkin
diklasifikasikan menjadi empat stadium.
1. Stadium
I
Penyakit mengenai satu
regio kelenjar getah bening yang terletak di atas atau bawah diafragma, atau
satu organ, atau terdapat pada letak ekstralimfatik.
2. Stadium
II
Penyakit mengenai lebih
dari satu regio yang berdekatan atau dua regio yang letaknya jauh pada satu
sisi diafragma dengan satu atau lebih regio kelenjar getah bening di sisi yang
sama pada diafragma.
3. Stadium
III
Penyakit di atas dan di
bawah diafragma, tetapi terbatas pada kelenjar getah bening dan ditambah dengan
organ atau tempat ekstralimfatik.
4. Stadium
IV
Terdapat keterlibatan
difus atau diseminata pada satu atau lebih organ atau jaringan ekstralimfatik,
seperti sumsum tulang atau hati. Subklasifikasi lebih jauh menunjukkan tidak
ada atau adanya gejala sistemik, penurunan berat badan melebihi 10% berat
badan, demam, dan berkeringat di malam hari.
d) Manifestasi
klinik
Berawal
dari pembesaran nodus limfe (mediastinal dan retroperitonial) tanpa nyeri
menjadi besar serta menyebar dari salah satu sisi leher ke sisi leher
sebelahnya, menyebar ke :
o
Penekanan terhadap trakea jadi sulit
bernapas (duktus toraks
kiri membesar)
o
Penekanan terhadap esofagus jadi sulit menelan (duktus toraks kiri membesar)
o
Penekanan terhadap saraf mengakibatkan nyeri (di daerah tertentu pembesaranya)
o
Penekanan
pada
vena mengakibatkan
edema pada ekstermitas
(system limfatik dan system pembuluh darah bersebelahan )
dan pada lapisan paru
mengakibatkan efusi pleura(duktus limfatik kiri dan kanan)
o
Pada kandung kemih jadi ikterik
obstruktif dan limfa menjadi teraba (splenomegali) dan hati membesar (hepatomegali).
o
Demam ringan (namun pada pasien yang
mengalami mediastinal dan abdominal (duktus toraks) , suhu bisa menjadi 400 C,
0,
selama 3 sampai 14 hari, dan kembali normal dalam beberapa minggu)
e) Test Diagnostik
Diagnosis
penyakit hodgkin tergantung pada ditemukannya sel Reed Stenburg di nodus
limfatikus yang diambil. Dengan uji laboratorium (hitung darah lengkap) :
·
Hitung darah rutin
·
Laju endap darah (pemeriksaan Doppler)
·
Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal
·
Biopsi sumsum tulang, scan hati dan
ginjal (menentukan organ tersebut terlibat)
·
Rontgen dada
·
Scan tulang pelvis, vertebrata, dan
tulang panjang
f) Penatalaksanaan
1.
Radioterapi
a. Merupakan
modalitas terapi utama untuk penyakit Hodgkin yang terlokalisasi (derajat I dan II). Dosis radiasi
adalah 4.000-5.000 rad.
b. Diberikan
dengan teknik penyinaran extended field (lesi diatas atau dibawah atau diafragma) atau total nodal
irradiation (TNI) untuk lesi diatas atau dibawah atau diafragma.
2.
Kemoterapi
Merupakan
pilihan utama untuk penyakit derajat III dan IV. Kombinasi yang paling umum
digunakan adalah :
ü Regimen
MOPP
- Mustargen :
6 mg/m2 IV hari ke-1 dan 8
- Mustaargen : 6 mg/m2 IV hari ke-1
dan 8
- Mustaargen : 6 mg/m2 IV hari ke-1
dan 8
- Mustaargen : 6 mg/m2 IV hari ke-1
dan 8
ü Regimen
ABVD
- Doxorubicin (Adriamycin): 25 mg/m,
IV hari ke-1 dan 15
- Bleomycine 10 mg/m, IV hari ke 1dan
15
- Vinblastin 6 mg/m IV hari ke 1dan
15
ü Kombinasi
regimen MOPP dan ABVD
ü Regimen
Hybird MOP/ABV
ü Kombinasi
radioterapi dan kemoterapi
Terapi kombinasi
terdiri atas kombinasi radioterapi sebelum atau sesudah kemoterapi. Diberikan
untuk penyakit derajat III dan IV.
g) Komplikasi
akibat Terapi :
-Radioterapi :
dapat menimbulkan nausea, disfagia, oseofagitis, dan hipotiroid
-Kemoterapi : dapat
menimbulkan mielosupresi, sterilitas, edan timbulnya keganasan
II. LIMFOMA
NON-HODGKIN (LNH)
a) Etiologi:
Etiologi
pada penyakit limfoma non-Hodgkin adalah sebagai berikut:
a. Abnormalitas
sitogenik, seperti translokasi kromosom
b. Infeksi
virus, yang menyebabkan antara lain adalah:
·
Virus Epstein Barr
·
HIV
b) Klasifikasi
Klasifikasi
menurut National Cancer
Institut LNH dibagi menjadi tiga golongan besar berikut ini.
1. LNH
dengan derajat keganasan rendah
Contoh :
small limfosit
2. LNH
dengan derajat keganasan sedang
Contoh :
mixed limfosit
3. LNH
dengan derajat keganasan tinggi
Contoh :
large cell
c) Penentuan
Derajat Penyakit
1. Tahap
I
a. Pengambilan riwayat
penyakit yang cermat.
b. Pemeriksaan fisik
yang lengkap.
c. Pemeriksaan
laboratorium lengkap terdiri atas :
- hemogram lengkap ;
- apusan darah tepi ;
- tes faal hati dan
ginjal.
d. Pemeriksaan radiologi terdiri atas :
- toraks PA ;
- jika perlu survey
kerangka.
e. Fine needle aspiration pada kelenjar getah bening yang dicurigai
pada sisi lain diafragma.
2. Tahap
II
Pada penderita dengan
dugaan stadium I derajat keganasan tinggi atau stadium I dan II derajat
keganasan menengah dilakukan biopsy sumsum tulang bilateral.
3. Tahap
III
Penderita dengan
stadium I derajat keganasan tinggi atau stadium I dan II derajat keganasan
menengah dilakukan penelitian radiologi traktus gastrointestinal.
4. Tahap
IV
Penderita dengan dugaan
stadium I derajat keganasan menengah setelah prosedur limfangiografi.
d) Gejala
klinis
Gejala
klinis yang dirasakan pada sebagian besar klien asimptomatik adalah sebagai
berikut.
1. Pembesaran
kelenjar getah bening yang asimetris.
2. Demam,
berkeringat pada malam hari.
3. Hepatomegali
dan splenomegali.
4. Dapat
timbul komplikasi saluran cerna.
5. Demam,
kelelahan, atau terjadi penurunan berat badan.
6. Nyeri
punggung dan leher yang disertai dengan hiperefleksia.
7. Anemia,
infeksi, dan pendarahan dapat dijumpai pada kasus yang mengenai sumsum tulang
secara difus.
e) Pemeriksaan
diagnostik
1. Pada
pemeriksaan hematologi dapat ditemukan :
- Adanya anemia
bersifat normositer normokromik.
- Adanya
trombositopenia serta gambaran leukoertroblastik.
- Pada biopsy sumsum
tulang menunjukkan lesi fokal.
2. Pemeriksaan
kromosom à
adanya kelainan yang khas (limfoma burkitt’s, follicular lymphoma).
3. LDH
à
sering meningkat pada LNH dengan proliferasi yang cepat.
4. Pemeriksaan
pertanda imunologis à untuk menentukan jenis sel (sel T atau
B) serta perkembangannya.
f) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
medis yang dilakukan pada klien dengan LNH adalah sebagai berikut.
1. Radioterapi
LNH sangat radiosensitif, radioterapi
ini dapat dilakukan untuk penyakit lokal, stadium I limfoma indolen, dan untuk
tujuan paliatif pada stadium lanjut.
2. Kemoterapi
Kemoterapi dapat
dilakukan pada :
-
LNH indolen derajat ringan dengan menggunakan
klorambusil atau siklofasfamid dengan atau
tanpa
prednison.
-
Limfoma stadium I atau II derajat
menengah atau tinggi.
3. Kombinasi
radioterapi dan kemoterapi setelah biopsi bedah.
4. Dapat
diusahakan transplantasi sumsum tulang.
5. Kemoterapi
dosis tinggi dengan memakai peripheral
blood stem cell transplantation.
6. Terapi
dengan imunomodulator. Terapi yang dilakukan dengan interferon dikombinasikan
dengan kemoterapi.
g) Komplikasi
1. Akibat
langsung penyakitnya
- Penekanan terhadap
organ, khususnya jalan napas, usus, dan saraf.
- Mudah terjadi
infeksi, bisa berakibat fatal.
2. Akibat
efek samping pengobatan biasanya terjadi aplasia sumsum tulang, gagal jantung,
gagal ginjal, serta neuritis oleh obat vinkristin.
III.
ASUHAN KEPERAWATAN
a) Pengkajian
Gejala
pada limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak terasa
nyeri, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran
kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini
dapat segera dicurigai segera Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi
di sistem limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil
perlawanan kelenjar limfe dengan sejenis virus atau mungkin tuberculosis limfa.
Pada
pengkajian data yang dapat ditemukan pada pasien limfoma antara lain :
1. Data
subjektif
a. Demam
berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38oC
b. Sering
keringat malam
c. Cepat
merasa lelah
d. Badan
lemah
e. Mengeluh
nyeri pada benjolan
f. Nafsu
makan berkurang
2. Data
Obyektif
a. Timbul
benjolan yang kenyal, mudah digerakkan pada leher, ketiak atau pangkal paha
b. Wajah
pucat
3. Pemeriksaan Fisik dan kebutuhan dasar
AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala :
ü
Kelelahan, kelemahan
ü Kehilangan
produktifitas dan penurunan toleransi latihan
ü Kebutuhan
tidur dan istirahat lebih banyak
Tanda :
ü Penurunan
kekuatan, bahu merosot, jalan lamban dan tanda lain yang menunjukkan kelelahan
SIRKULASI
Gejala :
ü Palpitasi,
angina/nyeri dada
Tanda :
ü Takikardia, Distritmia
ü Sianosis
wajah dan leher (obstruksi drainase vena
karena pembesaran nodus limfa adalah kejadian yang jarang )
ü Ikterus
sklera dan ikterik umum sehubungan dengan kerusakan hati dan obstruksi duktus
empedu dan pembesaran nodus limfa (mungkin tanda lanjut),Pucat (Anemia), keringat malam.
INTEGRITAS EGO
Gejala
:
ü Faktor
stress, misalnya sekolah,pekerjaan, keluarga
ü ansietas
sehubungan dengan diagnosis dan kemungkinan takut mati
ü Takut
sehubungan dengan tes diagnostik dan modalitas pengobatan (kemoterapi dan
terapi radiasi)
ü Masalah
finasial : biaya rumah sakit, pengobatan mahal, takut kehilangan pekerjaan
sehubungan dengan kehilangan waktu kerja
ü Status
hubungan : takut dan ansietas sehubungan menjadi orang yang tergantung pada
keluarga
ü Tanda
: berbagai perilaku, misalnya marah, menarik diri, pasif
ELIMINASI
Gejala :
ü Peruabahan
karakteristik urine dan atau feses
ü Riwayat
obstruksi usus, contoh intususepsi atau sindrom malabsorbsi (infiltrasi dari
nodus limfa retroperitoneal )
Tanda :
ü Nyeri
tekan kuadran kanan atas dan pembesaran pada palpasi (hepatomegali)
ü Nyeritekan
pada kuadran kiri atas dan pembesaran pada palpasi (splenomegali)
ü Penurunan
haluaran urine urine gelap/ pekat, anuria (obstruksi uretal/gagal ginjal).
MAKANAN/CAIRAN
Gejala :
ü Anoreksia/kehilangan
nafsu makan
ü Disfagia
(tekanan pada esofagus)
ü Adanyan
penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan sama dengan 10% atau lebih
ndari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya diet
Tanda :
ü Pembengkakan
pada wajah, leher, rahang atau tangan kanan (sekunder terhadap kompresi vena
kava superior oleh pembesaran nodus limfa) intraabdominal (non-hodgkin)
ü Asites
(obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus limfa
intraabdominal)
NEUROSENSORI
Gejala:
ü Nyeri
saraf (neuralgia) menunjukkan kompresi akar saraf oleh pembesaran nodus limfa
pada brakial, lumbar dan pada pleksus sakral
ü Kelemahan
otot,parestesia.
Tanda :
ü Status
mental : letargi, menarik diri, kurang minatumum terhadap sekitar.
ü
Paraplegia (kompresi batang spinal dari
tubuh vetrebal, keterlibatan diskus pada kompresiegenerasi, atau kompresi
suplai darah terhadap batang spinal).
NYERI/KENYAMANAN
Gejala :
ü Nyeri
tekan/nyeri pada nodus limfa yang terkena misalnya, pada sekitar mediastinum,
nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebra), nyeri tulang umum (keterlibatan
tulang limfomatus).
ü Nyeri
segera pada area yang terkena setelah minum alkohol
Tanda :
ü Fokus
pada diri sendiri, perilaku berhati-hati.
PERNAPASAN
Gejala :
ü Dispnea,takikardia
ü Batuk
kering non-produktif
ü Tanda
distress pernapasan, contoh peningkatan frekuensi pernapasan dan kedalaman
pengunaan otot bantu, stridor, sianosis
ü Parau/paralilis
laringeal (tekanan dari pembesaran nodus pada saraf laringeal)
KEAMANAN
Gejala :
ü Riwayat
sering/adanya infeksi (Abnormalitasimunias seluler pencetus untuk infeksi virus
herepes sistemik, TB, toksoplasmosis atau infeksi bakterial)
ü Riwayat
monokleus (resiko tinggi penyakit hodgkin pada pasien yang titer tinggi virus
Epsteuin-Barr)
ü Pola
sabit adalah peningkatan suhu malam hari terakhir sampai beberapa minggu (demam
pel Ebstein) diikuti oleh periode demam, keringat malam tanpa menggigil
ü Kemerahan/pruritus
umum
Tanda
:
ü Demam
menetap tak dapat dijelaskan dan lebih tinggi dari 38oC tanpa gejala
infeksi
ü Nodus
limfesimetris,tak nyeri,membengkak/membesar (nodus servikal paling umum
terkena, lebih pada sisi kiri daripada kanan,kemudian nodus aksila dan
mediastina
ü Nodus
dapat terasa kenyal dan keras, diskrret dan dapat digerakkan
ü Pembesaran
tonsil
b) Diagnosa
Keperawatan
1. Nyeri
b.d agen cedera biologi
2. Hyperthermia
b.d tidak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamsi
3. Ketidakseimbangan
nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah
4. Kurang
pengetahuan b.d kurang terpajan informasi
5. Resiko
tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif b.d pembesaran nodus medinal/edema
jalan nafas
Diagnosa
|
Intervensi
|
Tujuan
|
Rasional
|
|
v Nyeri b.d agen cedera biologi
|
ü
Kaji skala nyeri dengan PQRST
ü
Ajarkan klien tekhnik relaksasi
ü
Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik
|
ü
setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
klien berkurang/ hilang dengan kriteria hasil :
1.
Skala nyeri 0-3
2.
Wajah klein tidak meringis
3.
Klien tidak memegang daerah nyeri
|
ü
untuk mengetahui skala nyeri klien dan untuk
mempermudah dalam menentukan intervensi selanjutnya
ü Tekhnik
relaksasi yang di ajarkan kepada klien dapat membantu dalam mengurangi persepsi
klien terhadap nyeri yang diderita
ü obat
analgetik dapat mengurangi atau menghilangkan nyeri yang diderita oleh klien
|
|
v Hyperthermia b.d tidak efektifnya
termoregulasi sekunder terhadap inflamasi
|
ü
Observasi suhu tubuh klien
ü Berikan
kompres hangat pada dahi, aksila, perutdan lipatan paha
ü Anjurkan dan
berikan minum yang banyak kepada klien (sesuai dengan kebutuhan cairan tubuh
klien)
ü Kolaborasi
dalam pemberian antipiretik
|
ü
setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan suhu tubuh klien turun/ dalam keadaan normal dan Suhu tubuh dalam
batas normal (35,9-37,5oC)
|
ü
dengan memantau suhu tubuh
klien dapatmengetahui keadaan klien
dan juga dapat mengambil tindakan dengan tepat
ü
kompres dapat menurunkan suhu
tubuh klien
ü
dengan banyak minum diharapkan
dapat membantu menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh klien
ü
antipiretik dapat menurunkan suhu
tubuh
|
|
v Ketidakseimbangan
nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah
v Kurang pengetahuan b.d
kurang terpajan informasi
v Resiko tinggi bersihan
jalan nafas tidak efektif b.d pembesaran nodus medinal/ edema jalan nafas
|
ü Kaji
riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
ü Observasi
dan catat masukan makanan klien
ü Timbang
berat badan klien tiap hari
ü Berikan
makan sedikit namun frekuensinya sering
ü Kolaborasi
dalam pemberian suplemen nutrisi
ü Berikan komunikasi terapetik kepada klien dan
keluarga klien
ü Berikan edukasi terhadap proses penyakit
ü Kaji
frekuensi pernafasan,kedalaman,irama
ü Tempatkan
pasien pada posisi nyaman, biasanya dengan kepala tempat tidur tinggi/ duduk
tegak ke depan kaki digantun
ü Bantu dengan tekhnik
nafas dalam atau pernafasan bibir/diafragma. Abdomen bila diindikasikan
ü Kaji respon
pernafasan terhadap aktivitas
|
ü Setelah intervensi dilakukan diharapkan klien dapat memenuhi kecukupan
gizi.
ü setelah diberikan
asuhan keperawatan sela 1 x 24 jam diharpkan klien dan keluarganya dapat
mengetahui tentang penyakit yang diderita oleh klien dengan kriteria hasil :
1.
Klien dan keluarga klien dapat memahami proses penyakit klien
2.
Klien dan keluarga klien mendapatkan informasi yang jelas tentang
penyakit yang diderita oleh klien
3.
Klien dan keluarga klien dapat mematuhi proses terapetik yang akan
dilaksanakan
ü setelah diberikan
asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan bersihan jalan nafas efektif/
normla dengan kriteria hasil :
·
Klien dapat bernafas dengan normal/efektif
·
Klien bebas dari dispnea,sianosis
ü Tidak
terjadi tanda distress pernafasan
|
ü mengidentifikasi
defisiensi nutrisi dan juga untuk intervensi selanjutnya
ü mengawasi masukan
kalori
ü mengawasi penurunan
berat badan dan efektivitas intervensi nutrisi
ü meningkatkan pemasukan
kalori secara total dan juga untuk mencegah distensi gaster
ü meningkatkan
masukan protein dan kalori
ü Memudahkan
dalam
melakukan prosedur kepada klien
ü klien dan keluarga
klien dapat mengetahui proses penyakit yang diderita oleh klien
ü perubahan dapat
mengindikasikan berlanjutnya keterlibatan/pengaruh pernafasan yang
membutuhkan upaya intervensi
ü memaksimalkan ekspansi
paru, menurunkan kerja pernafasan dan menurunkan resiko aspirasi
ü membantu meningkatkan
difusi gas dan ekspansi jalan nafas kecil, memberikan klien kontrol terhadap
pernafasan, membantu menurunkan ansietas
ü penurunan
oksigenasi selular menurnkan toleransi aktivitas
|
v EVALUASI
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan :
ü Nyeri
klien berkurang/hilang
ü Suhu
klien dalam batas normal suhu tubuh dalam batas normal (35,9-37,5oC)
ü Kebutuhan
nutrisi klien dapat terpenuhi
ü Klien
dan keluarganya dapat mengetahui tentng penyakit yang diderita oleh klien
ü Bersihan
jalan nafas klien efektif/normal.
DAFTAR
PUSTAKA
Handayani
dan Hribowo.2008.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Hematologi Jakarta:Salemba
Medika.
Suzanne dan
Brenda.2002.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC
Lutfi.2004. IPA KIMIA jilid 2. Jakarta : Erlangga
Sylivia A Price and Lorraine
M.Wilson.2006.Patofisiologi. Jakarta : EGC