hallo sobat semua kali ini admin akan membagikan pengetahuan yang pernah admin pelajari di kuliahan yaitu Asuhan keperawatan pada klien Plebitis dan DVT dan Kerangka Teorinya.
BAB
I
PENDAHULUAN
www.materikeperawatan.xyz |
kunjungi juga artikel menarik dan singkat lainnya : Asuhan Keperawatan Pada Klien Limfoma Hodgkin dan Non Hodgkin.
1.
LATAR BELAKANG
Phlebitis terjadi karena pemberian intra vena yang
tidak benar dan tidak streril karena adanya mikrooganisme di bagian suntikan
yang akan dilakukan tenaga kesehatan kesehatan kepada klien. Phlebitis ini akan
memperparah keadaan menjadi tromboflebitis.
Sebagian
besar kejadian dan kesakitan yang disebabkan oleh tromboflebitis seperti
pada kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan paska persalinan terjadi
empat jam setelah kelahiran bayi. Karena itu penting sekali memantau
tromboflebitis secara ketat, khusunya kejadian saat persalinan dilakukan. Jika sudah ada tanda-tanda yang
menyerupai tromboflebitis segera periksa apakah memang gejala tromboflebitis
atau hanya gejala radang biasa.
Kita
harus dapat membedakan gejala antara tromboflebitis dengan flebotrombosis
ataupun radang biasa.Oleh karena itu, kita harus tahu sebenarnya gejala
dari keduanya agar dapat membedakannya sehingga kita dapat tanggap dalam
menanganinya,agar jangan sampai ke tahap yang lebih parah.
Selama kehamilan kejadiannya relatif rendah, risiko
tromboflebitis vena kaki atau pelvis meningkat setelah kehamilan atau operasi.Insiden
tromboflebitis superfisial sekitar 1dalam 600 pasien-pasien antepartum dan 1
dalam 95 bagi pasien-pasien postpartum.
Insiden
tromboflebitis profunda berkisar 1 dalam 1900 pasien antepartum dan 1 dalam 700
pasien postpartum.Faktor-faktor yang mempermudah trombosis vena(tromboflebitis)
antar lain, stasis (perlambatan aliran darah), luka
pada dinding pembuluh darah (iritasi lokal dan infeksi), dan perubahan fisika atau kimia
pada konstituen darah.
2. RUMUSAN
MASALAH
o Apakah
pengertian dari trombosis vena dalam dan phlebitis ?
o Apa
penyebab/etiologi trombosis vena dalam dan phlebitis ?
o Bagaimana
patogenesis dari trombosis vena dalam dan phlebitis ?
o Bagaimana
perjalanan trombus vena dalam
dan phlebitis ?
o Apakah
efek dari trombosis vena dalam
dan phlebitis ?
o Bagaimana penatalaksanaan thrombosis vena dalam dan
phlebitis ?
o Apa saja komplikasi dari thrombosis vena dalam dan
phlebitis ?
o Apa tanda gejala dari thrombosis vena dalam dan
phlebitis ?
3. TUJUAN
o Untuk
mengetahui pengertian dari trombosis vena dalam dan phlebitis
o Untuk
mengetahui penyebab trombosis vena dalam dan phlebitis
o Unruk
mengetahui patogenesis trombosis vena dalam dan phlebitis
o Untuk
mengetahui pengaruh dari trombosis vena dalam dan phlebitis terhadap tubuh
o Untuk mengetahui penatalaksanaan thrombosis vena dalam
dan phlebitis baik secara farmaklogi dan non farmakologi
o Untuk mngetahui komplikasi dari thrombosis vena dalam
dan phlebitihs
o Untuk mngetahui tnda gejala dari thrombosis vena dalam
dan phlebitis
BAB
2
LANDASAN TEORI
1.
Deep Vena Trombosis
A.
Konsep Dasar Medis
A.
Pengertian
Deep Vena Trombosis (DVT)
adalah Suatu kondisi dimana terbentuk bekuan darah dalam vena
sekunder akibat inflamasi / trauma dinding vena atau karena obstruksi vena
sebagian, yang mengakibatkan penyumbatan parsial atau total sehingga aliran
darah terganggu (Doenges, 2000).
Trombosis vena dalam adalah kondisi terbentuk bekuan dalam vena sekunder
akibat inflamasi / trauma dinding vena atau karena obstruksi vena sebagian
(Triat,2001).
Trombosis Vena Dalam (DVT) adlah
gumpalan darah (jiga disebut trombus) yang terbentuk pada vena dalam tubuh.
Kebanyakan gumpalan vena dalam terjadi pada kaki bagian bawah atau paha tetapi
dapat juga terjadi pada bagian tubuh lain. (brunner dan suddarth,2002).
Tromboflebitis adalah peradangan dari vena. dengan trombosis vena istilah
yang lebih akurat mendefinisikan kondisi bekuan darah yang telah terbentuk di
dalam pembuluh darah, sedangkan tromboflebitis mengacu pada inflamasi yang
memprakarsai pembentukan gumpalan. Phlebothrombosis mengacu pada trombus sebagai
faktor awal dari peradangan tersebut. perjalanan klinis penyakit ini sama
terlepas dari urutan kejadian, namun perhatian diarahkan khususnya untuk deep
vein thrombosis (DVT), yang memiliki 50% kemungkinan membentuk embolus.Trombus
dapat terjadi pada arteri atau pada vena, trombus arteri di sebut trombus putih
karena komposisinya lebih banyak trombosit dan fibrin, sedangkan trombus vena
di sebut trombus merah karena terjadi pada aliran daerah yang lambat yang
menyebabkan sel darah merah terperangkap dalam jaringan fibrin sehingga
berwarna merah.
Trombosis
vena dalam adalah satu penyakit yang tidak jarang ditemukan dan dapat
menimbulkan kematian kalau tidak di kenal dan di obati secara efektif.
Kematian terjadi
sebagai akibat lepasnya trimbus vena, membentuk emboli yang dapat menimbulkan
kematian mendadak apabila sumbatan terjadi pada arteri di dalam paru-paru
(emboli paru).Pada kasus-kasus yang mengalami trombosis vena perlu pengawasan
dan pengobatan yang tepat terhadap trombosisnya dan melaksanakan pencegahan
terhadap meluasnya trombosis dan terbentuknya emboli di daerah lain, yang dapat
menimbulkan kematian.
B.
Anatomi
dan Fisiologi
Pembuluh
darah terdiri atas arteri dan vena.
Struktur
pembuluh darah adalah arteri dan vena terletak bersebelahan. Dinding arteri dan
vena mempunyai tiga lapisan yaitu lapisan bagian dalam yang terdiri dari
endothelium, lapisan tengah yang terdiri atas otot polos dengan serat elastis
dan lapisan paling luar yang terdiri atas jaringan ikat ditambah dengan serat
elastis. Cabang terkecil dari arteri dan vena disebut kapiler.
ü Pembuluh
darah arteri
-
Membawa
O2 (kecuali arteri pulmonalis)
-
Tunika adventitia, media dan intima
-
Elastis
-
Tidak
memeliki katup
-
Dinding
tebal
-
Memiliki
denyut jantung yang terasa
-
Tekanan
darahnya kuat
ü Pembuluh
darah vena
-
Membawa CO2 (kecuali vena
Pulmonalis)
-
Tunika adventitia, media dan intima
-
Kurang elastis
-
Terdapat katup
-
Dinding tipis
-
Tidak memiliki denyut jantung
-
Tekanan darahnya tidak kuat
Aliran pembuluh darah
AORTA è ARTERI è ARTERIOL è KAPILER è VENULA èVENA è VENA CAVA SUPERIOR DAN INFERIOR
·
Aorta
adalah suatu pembuluh arteri terbasar di pembuluh darah arteri dan langsung
berhubungan dengan jantung.
·
Arteri
adalah percabangan dari aorta yang membawa darag ke organ yang dituju.
·
Arteriol
adalah pembuluh darah arteri terkecil yang berhubungan langsung dengan kapiler.
·
Kapiler
adalah suatu pertemuan pembuluh darah artei dan vena khususnya arteriol dan
venula dimana terjadi pertukaran gas antara O2 dan CO2 dan
pertukaran nutrisi.
·
Venula
adalah suatu pembuluh vena terkecil yang membawa CO2.
·
Vena
adalah percabangan dari Vena cava superior maupun inferior yang membawa darah
ke jantung.
·
Vena
cava superior dan inferior adalah pembeluh vena terbesar yang berhubungan
langsung dengan jantung dan masuk ke atrium kanan.
C.
Etiologi
Resiko
berkembangnya DVT termasuk duduk terlalu lama, istirahat tempat tidur, atau
imobilitas (seperti perjalanan panjang di pesawat terbang atau mobil), operasi
atau trauma terakhir (khususnya panggul, lutut atau operasi ginekologi), retak,
melahirkan dalam 6 bulan terakhir dan penggunaan obat-obatan seperti esterogen
dan pil pengontrol kelahiran.
Berrdasarkan
“Triad of vircow” Ditemukan 3 faktor yang berperan dalam terjadinya
trombosis vena dalam:
a.
Cedera pada lapisan vena.
Kerusakan dinding pembuluh vena menciptakan pembentukan bekuan darah.
Trauma langsungbpada pembubuluh darah, seperti pada fraktur dan dislokasi,
penyakit vena dan iritasi bahan kimia terhadapa vena baik akibat obat atau
larutan intravena yang tidak steril, semuanya dapat merusak vena.
b.
Meningkatnya kecenderungan pembekuan darah dan gangguan pembekuan darah.
terjadi pada beberapa penyakit kanker dan pemakaian
pil KB (lebih jarang). Cedera atau
pembedahan mayor juga bisa meningkatkan kecenderungan terbentuknya bekuan
darah. Dan kenaikan koagulabilitas
terjadi paling sering pada pasien dengan penghentian obat antikoagulan secara
mendadak. Kontrasepsi oral dan jumlah besar diskrasia dapat menyebabkan
hiperkoagulabilitas.
c.
Melambatnya aliran darah di dalam vena dan statis vena.
Terjadi bila aliran darah melambat, seperti pada gagal jantung atau syok,
ketika vena berdilatasi sebagai akibat terapi obat dan bila kontraksi otot
skeletal berkurang sperti pada saat beristirahat lama, paralisis ekstremitas,
atau anesthesia. Tirah baring memperlambat aliran darah tungkai sebesar 50%.
Duduk yang dikategorikan sebagai duduk terlalu lama adalah duduk selama berjam-jam ( 3-4 jam). Duduk yang dilakukan terlalu lama dapat
mengakibatkan pembekuan darah di bagian kaki (biasanya di tungkai). Jika duduk
terlalu lama akan menghambat sirkulasi darah. Jika darah berkumpul di satu
tempat di kaki, trombosit cenderung menempel satu sama lain dan membentuk
bekuan. Pembekuan / penggumpalan darah bagian vena dalam disebut dengan DVT (Deep Vein Thrombosis). DVT sendiri bisa disebabkan oleh dua hal, yaitu terlalu lama duduk dan terlalu lama tidur.
Kedua aktivitas ini dapat memperlambat aliran darah melalui pembuluh darah. Hal
ini menjadi sangat berbahaya apabila gumpalan / bekuan darah tersebut bergerak
karena terbawa oleh aliran darah maka akan sangat membahayakan organ-organ
vital seperti jantung, paru-paru dan otak manusia.
D. Patofisiologi
Terjadinya
thrombus :
1.
Abnormalitas
dinidng pembuluh darah
Formasi thrombus
merupakan akibat dari statis vena, gangguan koagubilitas darah atau kerusakan
pembuluh maupun endothelial. Statis vena lazim dialami oleh orang yang
imobilisasi maupun yang istirahat di tempat tidur dengan gerakan otot yang
tidak memadai untuk mendorong aliran darah. Statis vena juga mudah terjadi pada
orang yang berdiri terlalu lama, duduk denagn lutut dan paha ditekuk,
berpakaian ketea, obesitas, tumor maupun wanti hamil.
2.
Perubahan
komposisi darah (hiperkoagulabilitas)
Hiperkoagulabiloitas
darah yang menyertai trauma, kelahiran dan infark miokard akut juga
memepermudah terjadinya thrombosis. Banyak faktor dianggap terlibat dalam
patogenesis flebitis karena infuse intravena, antara lain sebagai berikut.
a.
faktor-faktor kimia seperti obat atau cairan
yang iritan (flebitis kimia):
·
pH dan
osmolaritas cairan infus yang ekstrem selalu diikuti risiko flebitis tinggi.
Obat suntik yang dapat menyebabkan peradangan vena yang hebat, antara lain
kalium klorida, vankomisin, amfoterisin B, sefalosporin, diazepam, midazolam
dan banyak obta kemoterapi.
·
Mikropartikel
yang terbentuk bila partikel obat tidak larut sempurna selama pencampuran.
·
Penempatan
kanula pada vena proksimal (kubiti atau lengan bawah) sanagt dianjurkan untuk
larutan infuse denagn osmolaritas >500 mOsm/L. Hindarkan vena pada punggung
tangan jika mungkin, terutama pada klien lanjut usia.
·
Kateter yang
terbuat dari silicon dan polietilen kurang bersifat iritasi disbanding
politetrafluoroetilen karena permukaan lebih halus, lebih termoplastik dan
lentur. Risiko tertinggi untuk flebitis dimiliki kateter yang terbuat dari
polivinil klorida atau polietilen.
b.
Faktor
mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi. (kanula yang
dimasukkan ada daerah lekukan sering menghasilkan flebitis mekanis. Ukuran
kanula harus dipilh sesuai denga ukuran vena dan difikasi dengan baik).
c.
Agen
infeksius
Faktor yang
berkontribusi terhadap flebitis bakteri meliputi:
·
Teknik
pencucian tangan yang buruk.
·
Kegagalan
memeriksa peralatan yang rusak.
·
Pembungkus
yang bocor atau robek mengundang bakteri.
·
Teknik
aseptic tidak baik.
·
Teknik
pemasangan kanula yang buruk.
·
Kanula
dipasang terlalu lama.
·
Tempat
suntik jarang diinspeksi visual.
·
Gangguan
aliran darah.
Alur klinis
Faktor trombogenik
·
Terpaparnya sub endotel
·
Aktivasi tror koagulasi
·
Aktivasi koagulasi
·
Gangguan fibrinolobosis
·
statis
|
Faktor trombogenik
·
Pelepasan antitrombolitik
·
Netralisasi faktor koagulan oleh endotel
·
Hambatan faktor koagulan
·
Protaese: lisis faktor koagulasi
·
Pengenceran faktor koagulasi
·
fibrinolisis
|
Trias
Virchow
1. Statis Vena è
gangguan aliran darah
2. Ketidakseimbangan prokoagulan è
penurunan antikoagulan
3. Gangguan dinding endotel è
peningkatan
|
Degradasi fibrin
|
Fibrin
& sel darah
|
antitrombin
|
D Dimer
|
Statis
|
Edema
|
Kompresi
|
Gangguan
Endotel
|
Terdapat Hb di-oksigenasi dalam darah
|
tekanan
turgor jaringan
|
Distensi Vena Superfisial
|
Tekanan saraf
|
Reaksi Inflamasi
|
hangat
|
Eritma
|
Nyeri
|
Diagmosis keperawatan : Nyeri akut/kronis
|
Kulit biru/ sianosis
|
Diagmosis keperawatan : Gangguan perfusi Jaringan Perifer
|
Diagmosis keperawatan : Gangguan perfusi Jaringan Perifer
|
Kulit biru/ sianosis
|
medikamentosa
|
terapi
|
pencegahan
|
·
Antikoagulan
·
Trombolitik
·
Trombektomi
·
Filter vena cava
|
Komplikasi
·
Emboli paru
·
Kematian
·
Post trombotik syndrome
·
Trombositopenia
·
|
·
Tidur dengan posisi jantung lebih rendah dari kaki
·
Pemberian heparin dosis rendah
|
Prognobaik bila diagnosis dan teapi cepat
dan tepat serta menggunakan profilaksissis
|
E. Tanda dan Gejala
Trombosis vena
terutama mengenai vena-vena di daerah tungkai antara lain vena tungkai
superfisialis, vena dalam di daerah betis atau lebih proksimal seperti vena
poplitea, vena femoralis dan vena illiaca. Sedangkan vena-vena di bagian tubuh
yang lain relatif jarang di kenai.
Vena dalam. Obstruksi venda dalam di tungkai menyebabkan
edema dan pembengkakan ekstremitas karena aliran darah tersumbat. Nyeri tekan
biasanya terjadi karena akibat dari inflamasi dinding dan dapat dideteksi dengan palpasi lembut pada tungkai.
Manifestasi
klinik trombosis vena dalam tidak selalu jelas, kelainan yang timbul tidak
selalu dapat diramalkan secara tepat lokasi/tempat terjadinya trombosis. Trombosis
di daerah betis mempunyai gejala klinis yang ringan karena trombosis yang
terbentuk umumnya kecil dan tidak menimbulkan komplikasi yang hebat. Sebagian
besar trombosis di daerah betis adalah asimtomatis, akan tetapi dapat menjadi
serius apabila trombus tersebut meluas atau menyebar ke lebih proksimal.
Trombosis vena
dalam akan mempunyai keluhan dan gejala apabila menimbulkan :
§ Bendungan
aliran vena.
§ Peradangan dinding vena dan jaringan perivaskuler.
§ Emboli
pada sirkulasi pulmoner.
Keluhan dan
gejala trombosis vena dalam dapat berupa :
a.
Nyeri
Intensitas nyeri tidak tergantung
kepada besar dan luas trombosis. Trombosis vena di daerah betis menimbulkan
nyeri di daerah tersebut dan bisa menjalar ke bagian medial dan anterior paha. Keluhan
nyeri sangat bervariasi dan tidak spesifik, bisa terasa nyeri atau kaku dan
intensitasnya mulai dari yang enteng sampai hebat. Nyeri akan berkurang kalau penderita istirahat di tempat
tidur, terutama posisi tungkai ditinggikan.
b.
Pembengkakan
Pembengkakan
disebabkan karena adanya edema. Timbulnya edema disebabkan oleh sumbatan vena
di bagian proksimal dan peradangan jaringan perivaskuler.Apabila pembengkakan
ditimbulkan oleh sumbatan maka lokasi bengkak adalah di bawah sumbatan dan
tidak nyeri, sedangkan apabila disebabkan oleh peradangan perivaskuler maka
bengkak timbul pada daerah trombosis dan biasanya disertai nyeri. Pembengkakan
bertambah kalau penderita berjalan dan akan berkurang kalau istirahat di tempat
tidur dengan posisi kaki agak ditinggikan.
c.
Perubahan
warna kulit
Perubahan warna kulit tidak
spesifik dan tidak banyak ditemukan pada trombosis vena dalam dibandingkan
trombosis arteri. Pada trombosis
vena perubahan warna kulit di temukan hanya 17%-20% kasus. Perubahan warna
kulit bisa berubah pucat dan kadang-kadang berwarna ungu.
Perubahan warna kaki menjadi pucat,
merupakan tanda-tanda adanya sumbatan vena yang besar yang bersamaan dengan adanya spasme arteri,
keadaan ini di sebut flegmasia alba dolens.
d.
Sindroma post-trombosis.
Penyebab
terjadinya sindroma ini adalah peningkatan tekanan vena sebagai konsekuensi
dari adanya sumbatan dan rekanalisasi dari vena besar. Keadaan ini
mengakibatkan meningkatnya tekanan pada dinding vena dalam di daerah betis sehingga
terjadi inkompeten
katup vena dan perforasi vena dalam.
Semua keadaan di
atas akan mengkibatkan aliran darah vena dalam akan membalik ke daerah
superfisilalis apabila otot berkontraksi, sehingga terjadi edema, kerusakan
jaringan subkutan, pada keadaan berat bisa terjadi ulkus pada daerah vena yang
di kenai. Manifestasi klinis sindroma post-trombotik yang lain adalah nyeri
pada daerah betis yang timbul/bertambah waktu penderitanya berkuat (venous
claudicatio), nyeri berkurang waktu istirahat dan posisi kaki ditinggikan,
timbul pigmentasi dan indurasi pada sekitar lutut dan kaki sepertiga bawah.
e.
Tanda
Homan
Nyeri pada betis
ketika kaki di dorsofleksikan secara mendadak. Tidak spesifik untuk thrombosis vena dalam karena dapat
ditimbulkan oleh berbagai kondisi nyeri pada betis.
F. Komplikasi
-
Pulmonary
embolism adalah komplikasi utama dari deep
vein thrombosis. Hal ini dapat ditandai dengan nyeri dada dan sesak napas
sehingga dapat mengancam nyawa. Lebih dari 90% dari pulmonary emboli timbulya
dari kaki.
-
Post-thrombotic
syndrome dapat terjadi setelah deep vein
thrombosis. Kaki yang terpengaruh dapat menjadi bengkak dan nyeri secara kronis
dengan perubahan-perubahan warna kulit dan pembentukan borok-borok (ulcer)
disekitar kaki dan pergelangan kaki.
G. Tes Diagnostik
Teknik non invasif :
·
Ultrasonografi Doppler dilakukan
dengan cara meletakkan probe Doppler diatas vena yang tersumbat.
·
Pletismografi Impedansi digunakan untuk mengukur perbedaan volume darah dalam vena. Manset
tekanan darah dipasang pada paha pasien dan dikembungkan secukupnya (sekitar 50
– 60 mmHg) sampai aliran arteri berhenti. Kemudian gunakan eletroda betis untuk
mengukur tahanan elektris yang terjadi akibat perubahan volume darah dalam
vena. Apabila terdapat trombosis vena dalam, peningkatan volume vena yang
normalnya terjadi akibat terperangkapnya darah dibawah ikatan manset akan lebih
rendah dari yang diharapkan. Hasil false-positif dapat terjadi akibat dari
berbagai factor yang menyebabkan vasokontriksi, peninggian tekanan vena,
penurunan curah jantung atau kompresi eksternal pada vena. False-negatif dapat terjadi akibat adanya trombosis lama,
menimbulkan sirkulasi kolateral yang adekuat atau dari flebitis superficial.
·
Pencitraan vena ganda digunakan
untuk mendapatkan informasi anatomis selain untuk mengkaji parameter
fisiologis.
Teknik Invasif :
·
Teknik infasif berdasar pada injeksi media kontras ke
system vena yang kemudian berikatan dengan elemen structural thrombus.
H. Pencegahan
1)
Stoking plastic
Memberikan
tekan secara terus menerus dan merata di seluruh permukaan betis, menurunkan
diameter vena superficial di tungakai, sehingga meningkatkan aliran vena lebih
dalam. Stoking elastic dilepas pada malam hari dan dipakai kembalai sebelum
tungkai di turunkan dari tempat tidur ke lantai di pagi hario. Pemakaian
stoking yang terus menerus akan membuat vena sedikit menyempit dan darah
mengalir lebih cepat. Sehingga bekuan darah tidak mudah terbentuk. Akan tetapi,
stoking elastic akan memberika sedikit perlindungan dan jika tidak digunakan
dengan benar, dapat memperburuk keadaan dengan menyumbat aliran darah di
tungkai.
2)
Alat penekan pneumatic intermitten (IPC)
Dapat
digunakan bersama stoking elastic untuk mencegah thrombosis vena dalam. Alat
IPC tersusun atas pengontrol listrik yang di hubungkan dengan pipa udara ke
pembalut tungkai. Keuntungan IPC adalah kemampuannya meningkatkan kecepatan
aliran darah dibandingkan dengan yang dilakukan oleh stoking elastic.
Stoking
pneumatic merupakan cara lainnya untuk mencegah pembentukan bekuan darah.
Stoking ini terbuat dari plastic, secara otomatis akan memompa dan
mengososngkan melalui suatu pompa listrik, karena itu secara berulang ulang
akan meremas betis dan mengosongkan vena. Stoking digunakan sebelum ,selama dan
sesudah pembedahan hingga penderita dapat berjalan kembali.
3)
Pemberian heparin subkutan
Yang lebih
efektif dalam mengurangi pembekuan darah adalah pemberian obat antikoagulan
sebelum, selama, dan kadang setelah pembedahan.
4)
Posisi tubuh dan latihan
Saat
berbaring di tempat tidur , kaki dan tungkai bawah harus ditinggikan beberapa
kali lebih tinggi daripada jantung. Latihan tungkai aktif maupun pasif, khusus
nya yang melibatkan otot betis, harus dilakukan sebelum dan sesudah operasi
untuk meningkatkan aliran vena.
I. Penatalaksanaan
a.
Non
farmakologi
Ø Konsul ulang dengan dokter untuk merubah resep obat dan tes darah
Ø Jika duduk terlalu lama latihlah otot betis dengan menarik jempol kaki
kearah lutut
Ø Tidak diperbolehkan menggunakan stocking atau pakaian yang ketat
Ø Hindari kafein dan alkohol, perbanyak minum air putih
Ø Tirah baring
Ø Kompres basah, hangat
Ø Peninggian tungkai sampai 15 cm (6 inci)
b.
Farmakologi
Ø Terapi trombolitik
Intervensi
klinis yang ditujukan untuk reperfusi jaringan miokardium dengan memperbaiki
aliran darah pada pembuluh darah yang tersumbat.
Ø Terapi antikoagulan
Terapi
antikoagulan dilakukan dengan pemberian obat untuk memperlambat waktu pembekuan
darah, mencegah pembentukan trombus pasien pasca bedah, dan menghambat
perkembangan trombus yang sudah terjadi. Antikoagulan tidak dapat melarrutkan
thrombus yang telah terbentuk.
B. Asuhan Keperawatan Konsep Dasar
I.
Pengkajian
a. Pasien dengan
riwayat varises, hiperkoagulasi, penyakit neoplasma, penyakit kardiovaskuler,
pembedahan mayor yang baru saja dilakukan atau cedera, obesitas, manula.
b. Tanyakan pada
pasien mengenai adanya nyeri tungkai, rasa berat, setiap adanya
gangguan fungsi atau edema.
c. Lakukan
inspeksi tungkai mulai dari selangkangan kaki, perhatikan perbedaan antara
keduanya, ukur dan catat lingkar betis
d. Perhatikan
setiap kenaikan suhu pada tungkai yang terkena ( untuk dapat menentukan
perbedaan suhu yan lebih efektif, dinginkan tangan dalam air, keringkan dan
letakkan pada kedua tumit pasien, pada kedua betis)
e. Untuk
menentukan daerah nyeri tekan dan trmbosis (terlihat segmen vena yang seperti
kabel), lakukan palpasi bagian medial tungkai dengan cermat dengan 3-4 jari,
kemudian dilanjutkan mengusapkan tangan pada tumit ke lutut dan selangkangan.
Diagnosa Keperawatan
|
Intervensi
|
Tujuan
|
Rasional
|
a.
Nyeri berhubungan dengan gangguan aliran balik vena
|
-
Tinggi kaki tungkai
bawah yang sakit lebih tinggi dari ketinggian jantung untuk meningkatkan
drainase vena
|
-
Klien dapat melaporkan penurunan nyeri setelah
mendapatkan tindakan penghilangan nyeri
|
-
nyeri vena biasanya diperburuk dengan posisi kaki
menggantung dan sedikit menghilang dengan meninggikan kaki.
|
b.
Nyeri berhungan dengan ansietas
|
-
Ajarkan klien tentang kerentanan kulit pada pergelangan
kaki terhadap pengaruh insufisiensi vena kronik
-
Ajarkan klien untuk menghindari situasi yang mengganggu
sirkulasi tungkai ( duduk dalam waktu yang lama, dli)
-
klien untuk melakukan latihan tungkai setiap jam, bila
memungkinkan
-
Bila terjadi edema
pergelangan kaki, anjurkan untuk menggunakan stoking penyangga
-
Ajarkan klien untuk segera melaporkan adanya cedera
atau lesi
-
Instruksikan klien untuk segera melaporkan riwayat
trombosis kapan saja klien akan dirawat dikemudian
-
|
-
supaya sirkulasi klien darah lancar dan tidak terganggu
-
meningkatakan mobilisasi klien
|
-
sindrom pascaflebitis disebabkan oleh inkompetensi
katup pada vena dalam, mengibatkan edema, perubahan pigmentasi dan statis
dermatitis.
-
gangguan sirkulasi tungkai dapat meningkatkan
berulangnya trombosis vena dalam
-
latihan tungkai meningkatkan efek pemompaan otot pada
vena dalam, memperbaiki aliran balik vena
-
stoking elastis mengurangi pooling vena oleh latihan
bahkan tekanan pada tungkai dan meningkatkan aliran vena dalam dengan
menurunkan diameter vena superfisial
-
penurunan sirkulasi dapat menyebabkan cedera minor
menjadi buruk dan serius
-
resiko klien tinggi harus mewaspadakan staf keperawatan
dan medis sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan
|
c.
Resiko tinggi terhadap inefektifitas penatalaksanaan regimen
terapeutik berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pencegahan
kekambuhan trombosis vena dalam dan tanda-tand serta gejala-gejala komplikasi
|
-
Jelaskan anatomi dan fisiologi vena yang relevan
meliputi :
·
Anatomi vena tungkai
·
Fungsi katup vena
·
Pentingnya kerja pemompaan otot
-
Ajarkan patofisiologi tentang trombosis vena dalam
meliputi :
·
Efek trombosis pada katup
·
Tekanan hidrostatik pada sistem kapiler
·
Tekanan yang disebarkan pada sistem kapiler
·
Tekanan pada jaringan subkutan
-
Ajarkan tindakan pencegahan :
·
melakukan program latihan reguler ( jalan-jalan atau
berenang)
·
hindari imobilitas
·
tinggikan tungkai kapan saja memungkinkan
·
gunakan stoking penyangga elastik (catatan : stoking
ini harus diperiksa oleh tenaga pelayanan kesehatan untuk memastikan
kesesuaiannya)
·
gunakan alat penyokong tambahan bila terpajan pada
resiko tambahan ( pompa kompresi atau duk ace bila diperlukan imobilitas
lama)
-
bila klien dipulangkan dengan terapi antikoagulan,
untuk informasi lebih rinci rujuk pada rencana perawatan Terapi Antikoagulan
-
Jelaskan kebutuhan untuk melakukan hal berikut:
·
pertahankan masukan cairan 2500mL / hari kecuali ada
kontraindikasi.
·
berhenti merokok
·
pertahankan berat badan ideal
·
hindari stoking yang dijual bebas
-
Ajarkan klien dan keluarga agar tetap mengawasi dan
segera melaporkan gejala-gejala ini :
·
penurunan sensasi pada tungkai atau telapak kaki
·
dingin atau kebiruan pada tungkai atau telapak kaki
·
peningkatan nyeri atau bengkak pada tungkai atau
telapak kaki
-
Nyeri dada
atau dispnue mendadak
·
Intruksikan klien dan keluarga untuk minta nasihat
pemberi pelayanan kesehatan tentang riwayat trombosis vena dalam (mis :
sebelum pembedahan )
|
-
Kriteria hasil pada diagnosa ini berkaitan dengan
kriteria hasil perencanaan pemulangan
-
|
-
penyuluhan ini membantu menguatkan pentingnya mematuhi
instruksi (pantangan, latihan
-
latihan ini meningkatkan tonus otot dan efek pemompaan
vena
-
imobilisasi meningkatkan statis
-
peningian tungkai mengurangi pooling vena dan
meningkatkan arus balik vena
-
penggunaan stoking penyokong yang dijual bebeas masih
kontroversial
-
kompresi elastis eksternal atau pompa kompresi dapat
memberikan tekanan eksternal selama periode imobilisasi
-
terapi heparin dosis rendah telah menunjukan manfaat
pencegahan trombosis vena dalam pada klien yan tidak mempunyai kontraindikasi
terhadap terapi ini
-
hidrasi adekuat mencegah peningkatan viskositas darah
-
nikotin adalah
vasokontsriktor poten
-
obesitas meningkatkan kompresi pembuluh darah dan
menyebabkan hiperkoegulabilitas
-
stoking yang dijual bebas mengkonstriksikan pembuluh
darah, menyebabkan poolig pada vena
-
perubahan pada tungkai dan elapak kaki ini menunjukan
luasnya bekuan yang mengakibatkan gangguan sirkulasi dan inflamasi
-
nyeri dada atau dispnea tiba-tiba dapat menunjukan
embolisme paru
-
orang dengan DVT sebelumnya beresiko 4x lebih besar
untuk terjadinya DVT baru
|
Dokumentasi :
-
Catatan ringkasan pulang
-
Penyuluhan klien
-
Status atau pencapaian hasil
II.
Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah
masalah keperawatan telah teratasi, tidak teratasi, atau teratasi sebagian
dengan mengacu pada kriteria evaluasi.
2. Phlebitis
A. Konsep Dasar Medis
A. PENGERTIAN
Dalam pemberian terapi intravena
tidak bisa lepas dari adanya komplikasi. Komplikasi yang bisa didapatkan dari
pemberian terapi intravena adalah komplikasi sistemik dan komplikasi lokal.
Komplikasi sistemik lebih jarang terjadi tetapi seringkali lebih serius
dibanding komplikasi lokal seperti kelebihan sirkulasi, emboli udara dan
infeksi. Komplikasi lokal dari terapi intravena antara lain infiltrasi,
phlebitis, trombophlebitis, hematoma, dan ekstravasasi (Potter and Perry, 2005)
Phlebitis merupakan inflamasi
vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Hal ini ditunjukkan
dengan adanya daerah yang merah, nyeri dan pembengkakan di daerah penusukan
atau sepanjang vena. Insiden plebitis meningkat sesuai dengan lamanya
pemasangan jalur intravena. Komplikasi cairan atau obat yang diinfuskan
(terutama PH dan tonisitasnya), ukuran dan tempat kanula dimasukkan. Pemasangan
jalur IV yang tidak sesuai, dan masuknya mikroorganisme pada saat penusukan
(Brunner dan Sudarth, 2002)
Phlebitis, which is the inflammation
of the intima of the vein, is a commonly reported complication of infusion
therapy. Inflammation occurs as a result of irritation to the endothelial cells
of the vein intima, creating a rough cell wall where platelets readly adhere.
Phlebitis is characterized by pain and tenderness along the course of couse of
the vein, erytema , and inflammatory swelling with a feeling of warmth at the
site, streak formation, and/or a palpable cord. (Alexander, M., Corrigan, A.,
Gorski, L. 2010)
Menurut kelompok kami phlebitis
terjadi akibat pemberian intravena yang tidak steril sehingga masuknya
mikroorganisme ke pembuluh darah vena sehingga terjadi peradangan terhadap
vena.
B.
Anatomi
dan Fisiologi
Pembuluh
darah vena
-
Membawa CO2 (kecuali vena
Pulmonalis)
-
Tunika adventitia, media dan intima
-
Kurang elastis
-
Terdapat katup
-
Dinding tipis
-
Tidak memiliki denyut jantung
-
Tekanan darahnya tidak kuat
Aliran
Vena
Pola
jalannya vena kordis pada umumnya sama dengan arteri-arterinya, hanya vena
berjalan lebih auperfisial. Sebagian besar vena kordis bermuara ke dalam sinus
koronarius (yang terletak pada sulkus atrioventrikularis di permukaan posterior
jantung) dan dari tempat inilah darah dialirkan ke dalam atrium dekstra.
Vena-vena kordis yang bermuara ke dalam sinus koronarius adalah sebagai
berikut.
1. Vena
kordis magna, berjalan pada sulkus interventrikularis anterior.
2. Vena
kordis media, berjalan pada sulkus interventrikularis posterior.
3. Vena
kordis parve, berjalan pada sulkus koronarius yang dilalui oleh ramus
merginalis arteri koronaria dekstra dan bagian akhir arteri koronaria dekstra.
4. Vena
kordis posterior ventrikular sinistra, terletak pada dinding posterior ventrikulus
sinistra.
5. Vena
kordis obliqua marshalli
C. Etitologi
Pengklasifikasian Phlebitis
didasarkan pada faktor penyebabnya. Ada empat kategori penyebab terjadinya
phlebitis yaitu kimia, mekanik, plebitis bakteri, dan post infus (INS, 2006) dan
umumnya Plebitis terjadi pada hari ke 2-3 pasca pemasangan intravena.
Secara garis besar penyebab
Plebitis dibagi menjadi 3 yaitu :
1) Faktor Mekanik hubungkan dengan
lokasi pemasangan kanul intravena, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan
dari vena-vena dari lokasi yang berbeda pada extremitas, ukuran besar lumen
dari vena tempat
Febitis mekanik di pemasangan intravena,
elastisitas vena, lokasi vena itu sendiri
cenderung mempengaruhi terjadinya Plebitis. Kanul yang
berukuran besar jika digunakan pada vena yang berlumen kecil dapat mengiritasi
bagian intima dari vena, disamping itu fixasi yang kurang tepat dapat
menyebabkan inflamasi atau plebitis.
Contoh alat infus abbocath
(ONC/Over The Needle Canulla), bertujuan untuk terapi jangka panjang dan pasien
yang agitasi atau pasien yang aktif. Manfaatnya : lebih nyaman bagi klien, ada
tempat mengecek aliran darah balik, kerusakan pada vena sedikit. Adapun
kerugiannya : lebih sulit dimasukkan kedalam pembuluh darah vena.
Contoh alat infus Through The
Neddle Canulla (venflon), bertujuan untuk terapi jangka panjang dan
pasien yang agitasi atau pasien yang aktif. Manfaatnya
: kerusakan vena lebih kecil, lebih nyaman bagi klien dan tersedia dalam
berbagai ukuran panjang. Adapun kerugiannya yaitu biasanya untuk lansia
menimbulkan kebocoran.
2) Faktor Kimia
Dihubungkan dengan respon dari bagian
intravena terhadap zat-zat kimia dalam terapi intra vena.
A) pH dan osmolaritas cairan infus yang ekstrem selalu
diikuti risiko Plebitis tinggi. pH larutan dekstrosa berkisar
antara 3 – 5, di mana keasaman diperlukan
untuk mencegah karamelisasi dekstrosa selama proses sterilisasi autoklaf, jadi
larutan yang mengandung glukosa, asam amino dan lipid yang digunakan dalam
nutrisi parenteral bersifat lebih flebitogenik dibandingkan normal saline. Obat
suntik yang bisa menyebabkan peradangan vena yang hebat, antara lain kalium
klorida, vancomycin, amphotrecin B, cephalosporins, diazepam, midazolam dan
banyak obat khemoterapi. Larutan infus dengan osmolaritas > 900 mOsm/L harus
diberikan melalui vena sentral.
B) Mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat tidak
larut sempurna selama pencampuran juga merupakan faktor kontribusi terhadap
Plebitis. Penempatan kanula pada vena proksimal (kubiti atau lengan bawah)
sangat dianjurkan untuk larutan infus dengan osmolaritas > 500 mOsm/L.
Hindarkan vena pada punggung tangan jika mungkin, terutama pada pasien usia
lanjut.
C) Kateter yang terbuat
dari silikon dan poliuretan kurang bersifat
iritasi dibanding politetrafluoroetilen (teflon) karena permukaan lebih halus,
lebih thermoplastik dan lentur. Risiko tertinggi untuk Plebitis dimiliki
kateter yang terbuat dari polintra venainil klorida atau polietilen.
3) Plebitis bakteri
Phlebitis bacteri dalah
peradangan vena yang berhubungan dengan adanya kolonisasi bakteri.
Berdasarkan laporan dari The
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2002 dalam
artikel intravaskuler catheter – related infection in adult and
pediatric kuman yang sering dijumpai pada pemasangan katheter infus
adalah stapylococus dan bakteri gram negative, tetapi dengan
epidemic HIV / AIDS infeksi oleh karena jamur dilaporkan meningkat.
Tabel 2.1 Kuman pathogen yang
sering ditemukan di aliran darah Pathogen
Phatogen
|
1986 – 1989
|
1992 - 1999
|
Coagulase-negatif
Staphylococus
|
27
|
37
|
S Aureus
|
16
|
13
|
Enterococcus
|
8
|
13
|
E coli
|
6
|
2
|
Enterobacter
|
5
|
5
|
P aeruginosa
|
4
|
4
|
K pneumonia
|
4
|
3
|
Candida species
|
8
|
8
|
Gram-negatif rods
|
19
|
14
|
Adanya bakterial phlebitis bisa
menjadi masalah yang serius sebagai predisposisi komplikasi sistemik yaitu
septicemia. Faktor – faktor yang berperan dalam kejadian phlebitis bakteri
antara lain :
1. Teknik cuci tangan yang
tidak baik.
2. Teknik aseptik yang kurang pada saat
penusukan.
3. Tehnik pemasangan katheter yang buruk.
4. Pemasangan yang terlalu lama. (INS, 2002)
Cuci tangan merupakan hal yang
penting untuk mencegah kontaminasi dari petugas kesehatan dalam tindakan
pemasangan infus. Dalam pesan kewaspadaan universal petugas kesehatan yang
melakukan tindakan invansif harus memakai sarung tangan. Meskipun telah memakai
sarung tangan, tehnik cuci tangan yang baik harus tetap dilakukan dikarenakan
adanya kemungkinan sarung tangan robek, dan bakteri mudah berkembang biak di
lingkungan sarung tangan yang basah dan hangat, terutama sarung tangan yang
robek ( CDC, 1989). Tujuan dari cuci tangan sendiri adalah menghilangkan
kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit dan mengurangi jumlah
mikroorganisme sementara. Cuci tangan menggunakan sabun biasa dan air, sama efektifnya
dengan cuci tangan menggunakan sabun anti mikroba (Pereira, Lee dan Wade,
1990).
Selama prosedur pemasangan atau
penusukan harus menggunakan tehnik aseptic. Area yang akan dilakukan penusukan
harus dibersihkan dahulu untuk meminimalkan mikroorganisme yang ada, bila kulit
kelihatan kotor harus dibersihkan dahulu dengan sabun dan air sebelum diberikan
larutan antiseptic.
Lama pemasangan katheter infus
sering dikaitkan dengan insidensi kejadian phlebitis. May dkk (2005) melaporkan
hasil, di mana mengganti tempat (rotasi) kanula ke lengan kontralateral setiap
hari pada 15 pasien menyebabkan bebas flebitis. Namun, dalam uji kontrol acak
yang dipublikasi baru-baru ini oleh Webster disimpulkan bahwa kateter bisa
dibiarkan aman di tempatnya lebih dari 72 jam jika tidak ada kontraindikasi. The Centers for
Disease Control and Prevention menganjurkan penggantian kateter setiap
72-96 jam untuk
membatasi potensi infeksi (Darmawan, 2008)
4) Post Infus Phlebitis
Phlebitis post infus juga sering
dilaporkan kejadiannya sebagai akibat pemasangan infus. Phlebitis post infus
adalah peradangan pada vena yang didapatkan 48 – 96 jam setelah pelepasan
infus. Faktor yang berperan dengan kejadian phlebitis post infus, antara lai :
1. Tehnik pemasangan
catheter yang tidak baik.
2. Pada pasien dengan
retardasi mental.
3. Kondisi vena yang baik.
4. Pemberian cairan yang
hipertonik atau terlalu asam.
5. Ukuran katheter terlalu
besar pada vena yang kecil.
D.
Patofisiologi
E.
Diagnosa dan
Pengenalan tanda Phlebitis
Phlebitis dapat didiagnosa atau
dinilai melalui pengamatan visual yang dilakukan oleh perawat. Andrew Jackson
telah mengembangkan skor visual untuk kejadian phlebitis, yaitu :
Gejala
Gejala yang terjadi pada plebitis
yaitu nyeri yang terlokalisasi, pembengkakan, kulit kemerahan timbul dengan
cepat di atas vena, pada saat diraba terasa hangat, panas suhu tubuh cukup
tinggi.
Tabel 2.2 VIP Score ( Visual
Infusion Phlebitis Score) oleh Andrew Jackson.
SKOR
|
KEADAAN AREA PENUSUKAN
|
PENILAIAN
|
0
|
Tempat suntikan
tampak sehat
|
Tak ada tanda
phlebitis
|
1
|
Salah satu dari berikut jelas
a. Nyeri area penusukan
b. Adanya eritema di area penusukan
|
Mungkin tanda dini
phlebitis
|
2
|
Dua dari berikut
jelas ;
a. Nyeri area
penusukan
b. Eritema
c. pembengkakan
|
Stadium dini
phlebitis
|
3
|
Semua dari berikut
jelas ;
a. nyeri sepanjang
kanul
b. eritema
c. indurasi
|
Stadium moderat
phlebitis
|
4
|
Semua dari berikut
jelas ;
a. nyeri sepanjang
kanul
b. eritema
c. indurasi
d. venous chord
teraba
|
Stadium lanjut atau
awal thrombophlebitis
|
5
|
Semua dari berikut
jelas ;
a. nyeri sepanjang
kanul
b. eritema
c. indurasi
d. venous chord
teraba
e. demam
|
Stadium lanjut
thrombophlebitis
|
F. Komplikasi
a. Trombosis vena profunda dengan
perluasan
b. Sangat jarang embolisme paru
G. Test Diagnostik
1. Phlebitis mudah dikenal pada
saat pemeriksaan fisik.
2. Pemeriksaan kecepatan aliran
Doppler dan pletismografi impedans mengkorfirmasi kebanyakan thrombosis.
3. Test venografi untuk melihat
kecepatan di pembuluh vena.
H.
Tindakan Pencegahan
Phlebitis
Kejadian phlebitis merupakan hal
yang masih lazim terjadi pada pemberian terapi cairan baik terapi rumatan
cairan, pemberian obat melalui intravena maupun pemberian nutrisi parenteral.
Oleh karena itu sangat diperlukan pengetahuan tentang faktor – faktor yang
berperan dalam kejadian phlebitis serta pemantauan yang ketat untuk mencegah
dan mengatasi kejadian phlebitis. Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya phlebitis yang telah disepakati oleh para ahli, antara lain
:
a. Mencegah phlebitis bakterial
Pedoman yang lazim dianjurkan
adalah menekankan pada kebersihan tangan, tehnik aseptik, perawatan daerah
infus serta antisepsis kulit. Untuk pemilihan larutan antisepsis, CDC
merekomendasikan penggunaan chlorhexedine 2 %, akan tetapi penggunaan tincture
yodium, iodofor atau alcohol 70 % bisa digunakan.
b. Selalu waspada dan tindakan aseptic.
Selalu berprinsip aseptic setiap
tindakan yang memberikan manipulasi pada daerah infus. Studi melaporkan
Stopcock (yang digunakan sebagai jalan pemberian obat, pemberian cairan infus
atau pengambilan sampel darah ) merupakan jalan masuk kuman.
c. Rotasi katheter.
May dkk (2005) melaporkan hasil
pemberian Perifer Parenteral Nutrition(PPN), di mana mengganti
tempat (rotasi) kanula ke lengan kontralateral setiap hari pada 15
pasienmenyebabkan bebas flebitis. Namun, dalam uji kontrol acak yang
dipublikasi baru-baru ini oleh Webster dkk disimpulkan bahwa kateter bisa
dibiarkan aman di tempatnya lebih dari 72 jam jika tidak ada
kontraindikasi. The Centers for Disease Control and Preventionmenganjurkan
penggantian kateter setiap 72-96 jam untuk membatasi potensi infeksi.
d. Aseptic dressing
INS merekomendasikan untuk
penggunaan balutan yang transparan sehingga mudah untuk melakukan pengawasan
tanpa harus memanipulasinya. Penggunaan balutan konvensional masih bisa
dilakukan, tetapi kassa steril harus diganti tiap 24 jam.
e. Kecepatan pemberian
Para ahli umumnya sepakat bahwa
makin lambat infus larutan hipertonik diberikan makin rendah risiko flebitis.
Namun, ada paradigma berbeda untuk pemberian infus obat injeksi dengan
osmolaritas tinggi. Osmolaritas boleh mencapai 1000 mOsm/L jika durasi hanya
beberapa jam. Durasi sebaiknya kurang dari tiga jam untuk mengurangi waktu
kontak campuran yang iritatif dengan dinding vena. Ini membutuhkan kecepatan
pemberian tinggi (150 – 330 mL/jam). Vena perifer yang paling besar dan kateter
yang sekecil dan sependek mungkin dianjurkan untuk mencapai laju infus yang
diinginkan, dengan filter 0.45mm. Katheter harus diangkat bila terlihat tanda
dini nyeri atau kemerahan. Infus relatif cepat ini lebih relevan dalam
pemberian infus sebagai jalan masuk obat, bukan terapi cairan maintenance atau
nutrisi parenteral.
f. Titrable acidity
Titratable acidity mengukur jumlah alkali yang dibutuhkan untuk
menetralkan pH larutan infus. Potensi phlebitis dari larutan infus tidak bisa
ditaksir hanya berdasarkan pH atau titrable acidity sendiri.
Bahkan pada pH 4.0, larutan glukosa 10% jarang menyebabkan perubahan
karena titrable acidity nya sangat rendah(0.16 mEq/L). Dengan
demikian makin rendah titrable acidity larutan infus makin rendah risiko
phlebitisnya.
g. Heparin dan hidrokortison
Heparin sodium, bila
ditambahkan ke cairan infus sampai kadar akhir 1 unit/mL, mengurangi masalah
dan menambah waktu pasang katheter. Risiko phlebitis yang berhubungan dengan
pemberian cairan tertentu (misal, kalium klorida, lidocaine, dan antimikrobial)
juga dapat dikurangi dengan pemberian aditif IV tertentu, seperti
hidrokortison. Pada uji klinis dengan pasien penyakit koroner, hidrokortison
secara bermakna mengurangi kekerapan phlebitis pada vena yg diinfus lidokain,
kalium klorida atau antimikrobial. Pada dua uji acak lain, heparin sendiri atau
dikombinasi dengan hidrokortison telah mengurangi kekerapan phlebitis, tetapi
penggunaan heparin pada larutan yang mengandung lipid dapat disertai dengan
pembentukan endapan kalsium.
I. Penatalaksanaan
a) Non farmakologi
èBerikan kompres hangat untuk menghilangkan nyeri.
èPasien tirah baring dengan
peninggian ekstremitas yang terlibat (untuk memperkecil terkena edema).
èPemeriksaan Doppler
b) Farmakologi
èBerikan 325 mg aspirin 4x
sehari atau satu obat anti
inflamasi non steroid untuk mengurangi radang.
èTerapi antikoagulan jangka
singkat bisa digunakan.
I.
Pengkajian
a. Pasien dengan
riwayat varises, hiperkoagulasi, penyakit neoplasma, penyakit kardiovaskuler,
trauma akibat IV yang tidak benar baru saja dilakukan atau cedera, obesitas,
manula.
b. Tanyakan pada
pasien mengenai adanya nyeri, rasa berat, setiap adanya gangguan fungsi atau edema.
c. Lakukan inspeksi,
perhatikan perbedaan antara keduanya, ukur dan catat phelbitis yang terjadi.
d. Perhatikan setiap
kenaikan suhu pada area yang terkena ( untuk dapat menentukan perbedaan suhu
yan lebih efektif, dinginkan tangan dalam air, keringkan dan letakkan pada kedua
tumit pasien, pada kedua betis)
e. Untuk
menentukan daerah nyeri tekan dan trombosis.
Diagnosa
|
Intervensi
|
Tujuan
|
Rasional
|
a.
Pembengkakan
|
ü Pemeliharaan
akses dialisis
ü Perawatan
area insisi
ü Surveinlans
kulit
ü Perawatan
luka
|
ü Keberfungsian
akses dialisis
ü Keutuhan
structural dan fungsi fisiologis kulit dan membrane mukosa
ü Tingkat
regenerasi yang telah dicapai oleh sel dan jaringan setelah penutupan yang
telah diharapkan
ü Tingkat
regenerasi yang telah dicapai oleh sel dan jaringan pada luka terbuka
|
ü Memelihara
area akses pembuluh darah (artei vena)
ü Membersihkan,
memantau, dan meningkatakan proses penyembuhan pada luka yang ditutup dengan
jaitan, klip atau staples
ü Mengumpulkan
dan menganalisis data pasien untuk mempertahankan intergritas kulit dan
membrane mukosa
ü Mecegah
komplikasi luka dan peningkatan penyembuhan luka
|
b.
Kulit kemerahan timbul dengan
cepat di atas vena
|
ü Pemberian
analgesik
ü Manajemen
medikasi
ü Menejemen
nyeri
|
ü Tindakan
individu untuk mengendalikan nyeri
ü Tindakan
individu untuk mengendalikan nyeri
ü Tingkat
persepsi positif terhadap kemudahan fisik atay psikologis
|
ü Menggunakan
agen agen farmakologi untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri
ü Memfasilitasi
penggunaan obat resep atau obat bebas secara aman dan efektif
ü Meringankan
atau mengurangi nyeri sampai tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh
klien
|
c. nyeri
yang terlokasi
|
|||
d. Panas
tubuh cukup tinggi
|
ü Regulasi
suhu
ü Pemantauan
tanda vital
|
ü Keseimbangan
antara produksi panas, peningkatan panas dan kehilangan panas
ü Nilai
suhu, denyut nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah dalam rentang
normal
|
ü Mencapai
atau mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal
ü Mengumpulkan
dan menganalisis data kardiovaskuler, pernapasan, dan suhu tubuh unutk
menentukan serta mencegah komplikasi
|
Dokumentasi :
-
Catatan ringkasan pulang
-
Penyuluhan klien
-
Status atau pencapaian hasil
II. Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah
masalah keperawatan telah teratasi, tidak teratasi, atau teratasi sebagian
dengan mengacu pada kriteria evaluasi.
BAB
3
Penutup
1.
Kesimpulan
Deep Vena
Trombosis
(DVT) adalah Suatu kondisi dimana terbentuk bekuan
darah dalam vena sekunder akibat inflamasi / trauma dinding vena atau karena
obstruksi vena sebagian, yang mengakibatkan penyumbatan parsial atau total
sehingga aliran darah terganggu.
Phlebitis adalah phlebitis terjadi akibat pemberian intravena
yang tidak steril sehingga masuknya mikroorganisme ke pembuluh darah vena
sehingga terjadi peradangan terhadap vena.
Jadi kita sebagai tenaga kesehatan dapat mampu menganalisa
penyakit DVT dan phlebitis dan cara pemberian asuhan keperawatan yang tepat dan
benar sehingga hasil yang diperoleh akan lebih maksimal.
2. Saran
Dalam
mempelajari materi ini, diharapkan
mahasiswa dan pembaca pada umumnya dapat mengetahui dan memahami tentang deep vena trombosis dan plebitis
yang telah di sampaikan oleh kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
Udjianto,
Wajan Juni. 2010. Keperawatan
Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika
Brunner
& Suddarth. 2002. Buku Ajar :
Keperawatan Medikal Bedah . Vol 2. Jakarta: EGC
Potter dan Perry. 2005. Fundamental of nursing.
Jakarta : EGC.
Donna D. Ignatavicus, dkk. 1995. Medical
Surgical Nursing: A Nursing Process Approach. United of America : W.B Saunders
Company.
Lemone, Pricilla. 2004.Medical
Surgical Nursing : Critical Thingking In Client Care II Edisi
3. Jilid 2. New Jersey : Pearson Educational
International
http://lindakaryanti.wordpress.com/2010/01/04/sistem-informasi-keperawatan/