asuhan keperawatan pada klien ISPA


BAB I
PENDAHULUAN
asuhan keperawatan pada klien ISPA
Kunjungi Juga Artikel menarik lainnya :

Evidence Based Nursing practice 2016

A.  Latar Belakang
Hidup sehat merupakan hak yang di miliki oleh setiap manusia yang ada didunia ini, akan tetapi di perlukan berbagai cara untuk mendapatkannya  (DepKes, 2007).  Sebagaimana kesehatan itu sangat sulit untuk didapatkan dan dipertahankan. Status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Ketika individu merasa sehat tidak menjamin esok hari dia dapat mempertahankanya. Karena berbagai faktor salah faktor penularan infeksi.
World Health Organization (WHO) memperkirakan insiden Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada usia balita.
Di Indonesia, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005 menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (DepKes, 2008).
Berdasarkan prevalensi ISPA tahun 2010 di Indonesia telah mencapai 25% dengan rentang kejadian yaitu sekitar 17,5 % - 41,4 % dengan 16 provinsi diantaranya mempunyai prevalensi di atas angka nasional. Prevalensi ISPA tertinggi pada balita (>35%), sedangkan terendah pada kelompok umur 15 - 24 tahun. Prevalensi cenderung meningkat lagi sesuai dengan meningkatnya umur. Prevalensi antara laki-laki dan perempuan relatif sama, dan sedikit lebih tinggi dipedesaan. Prevalensi ISPA cenderung lebih tinggi pada kelompok dengan pendidikan dan tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita lebih rendah. (DepKes, 2010) Menurut data Riskesdas tahun 2007 – 2011 sekitar 18 Juta penduduk dilaporkan memiliki prevalensi penyakit ISPA.
Berdasarkan data diatas  kita sebagai perawat diharapkan mampu  memberikan asuhan keperawatan yang efektif, dan mampu ikut serta dalam upaya penurunan angka insiden ISPA melalui upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. Juga tepat dalam memberikan tindakan keperawatan pada klien dengan infeksi saluran pernafasan atas.
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam makala ini yaitu:
1.    Apa yang dimaksud dengan infeksi saluran pernafasan atas?
2.    Organ pernafasan mana yang termasuk pada saluran pernafasan atas?
3.    Penyakit apa saja yang termasuk pada infeksi saluran pernafasan atas?
4.    Bagaimana manifestasi pada infeksi saluran pernafasan atas?
5.    Bagaimana pengkajian pada klien dengan infeksi saluran pernafasan atas?
6.    Diagnose keperawatan apa saja yang dapat ditegakkan pada infeksi saluran pernafasan atas?
7.    Apa saja intervensi yang dapat dilakukan pada klien dengan infeksi saluran pernafasan atas?

C.  Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penyusunan makalah ini mempunyai dua tujuan. Yakni sebagai berikut:
1.    Tujuan Khusus
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Asuhan Keperawatan pada Sistem Respirasi oleh dosen Ns. Lidwina Triastuti L.,M.Kep
2.    Tujuan Umum
a.    Untuk mengetahui yang dimaksud dengan infeksi saluran pernafasan atas.
b.    Untuk mengetahui  organ pernafasan yang termasuk pada saluran pernafasan atas.
c.    Untuk mengetahui penyakit yang termasuk pada infeksi saluran pernafasan atas.
d.   Untuk mengetahui bagaimana manifestasi pada infeksi saluran pernafasan atas.
e.    Untuk mengetahui bagaimana pengkajian pada klien dengan infeksi saluran pernafasan atas.
f.     Untuk mengetahui diagnose keperawatan yang dapat ditegakkan pada infeksi saluran pernafasan atas.
g.    Untuk mengetahui intervensi yang dapat dilakukan pada klien dengan infeksi saluran pernafasan atas.


BAB II
TINJAUAN TEORITIS


A.  Anatomi dan Fisologi
Saluran nafas atas terdiri dari rongga hidung, faring, laring, dan trakea.Meskipun ada beberapa buku yang menyebutkan bahwa tidak trakea termasuk ke dalam saluran pernafasan bagian bawah.
1.    Rongga hidung
Merupakan organ pertama yang dilalui udara pernafasan pada saat memasuki tubuh. Dilapisi selaput lendir yang mengandung banyak pembuluh darah. Bersambung dg faring & selaput lendir sinus. Dilapisi sel epitel berambut. Anterior nares/nostril meruapakan saluran dalam lubang hidung, bermuara di vestibulum hidung. Mengandung kelenjar sebaseus ditutupi bulu kasar. Berfungsi untuk menyaring udara melalui rambut hidung. Melembabkan udara yang mesuk dengan dinding mukosa dan menghangatkan udara dengan pembuluh darah.
Hidung bagian dalam merupakan struktur yang membentang dari os internum disebelah anterior hingga koana diposterior , yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Septum nasi merupakan struktur tulang digaris tengah, secara anatomi membagi organ menjadi dua hidung. Selanjutnya, pada dinding lateral hidung terdapat pula konka dengan rongga udara yang tak teratur diantaranya : meatus superior, media dan inferior. Sementara kerangka tulang menentukan diameter yang pasti dari rongga udara, struktur jaringan lunak yang menutupi hidung dalam cenderung bervariasi tebalnya, juga mengubah resistensi, dan akibatnya tekanan dan volume aliran udara inspirasi dan ekspirasi. Diameter yang berbeda-beda disebabkan oleh kongesti mukosa, perubahan badan vascular yang dapat mengembang pada konka dan septum atas, dan dari krusta dan deposit atau sekret mukosa.
Duktus nasolakrimalis pada meatus inferior berada dibagian anterior. Hiatus semilunaris dari meatus media merupakan muara sinus frontalis, etmoidalis anterior dan sinus maksilaris. Sel-sel sinus etmoidalis posterior bermuara pada meatus superior, sedangkan sinus sfenoidalis bermuara pada resesus sfenoetmoidalis.
Ujung-ujung saraf olfaktorius menempati daerah kecil pada bagian medial dan lateral dinding hidung dalam dan keatas hingga kubah hidung. Deformitas struktur demikian pula penebalan atau edema mukosa berlebihan dapat mencegah aliran udara untuk mencapai daerah olfaktorius dan dengan demikian dapat sangat menggangu penghidungan.
Sinus merupakan empat rongga  tulang yang dilapisi oleh mukosa hidung dan epitel kolumnar/ epithelium yang berambut seperti halnya rongga hidung. Dihubungkan dengan rongga hidung oleh duktus. Terdiri dari sinus: frontalis, ethmoidalis, sfenoidalis, maksilaris. Berfungsi sebagai bilik peresonansi ketika berbicara, melembapkan udara inspirasi, membantu penghancuran kearah indra nasal dan tekanan serum gas, mendukung pertahanan imun, meningkatkan area permukaan mukosa, menyerap goncangan dan mendukung pertumbuhan masase muka. .Semua sinus bermuara ke dalam rongga hidung. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernafasan yang mengalami modifikasi, dan mampu menghasilkan mucus dan bersilia, secret disalurkan ke dalam rongga hidung.
a.    Mukosa pernafasan hidung
Lapisan mucus yang sangat kental dan lengket menangkaop debu, benda asing, dan nakteri yang terhirup, dan melalui kerja silia benda-benda ini diangkut ke faring, selanjutnya ditelan dan dihancurkan dalam lambung.Lisozim dan Imunoglobulin A (IgA) ditemukan pula dalam lapisan mucus, dan melindungi lebih lanjut terhadap pathogen.Lapisan mucus hidung diperbarui tiga sampai empat kali dalam satu jam. Silia-struktur kecil mirip  rambut- bergerak serempak secara cepat kea rah aliran lapisan, kemudian membengkok dan kembali tegak dengan lebih lambat. Kecepatan pukulan silia kira-kira 700-1000.
2.         Faring
Merupakan sebuah saluran respirasi dan pencernaan yakni jalan udara dan makanan.Biasa di sebut tenggorokan. Berawal dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan  krikoid. Dindingnya dikelilingi oleh mukosa dan mengandung otot rangka yang terutama digunakan untuk menelan. Dibelakang mukosa dinding belakang faring terdapat didasar tulang sfenoid dan dasar tulang oksiput disebelah atas, kemudian di bagian depan tulang atlas dan sumbu badan, dan vertebra servilakis lain.
Faring terbagi menjadi tiga  bagian yang berdampingan letaknya:
a.         Nasofaring
Paling superior dari faring.Terletak posterior terhadap rongga hidung dan superior terhadap soft palatum, yang memisahkannya dengan rongga mulut.Secara normal, hanya dilalui oleh udara.  Bahan dari rongga mulut dan orofaring dihambat masuk nasofaring oleh soft palatum, yang akan naik saat kita menelan. Pada sisi dinding nasofaring, sepasang tuba auditori (tuba eustacius) menghubungkan nasofaring pada telinga bagian tengah.Dinding nasofaring posterior juga terdapat tonsil faringeal tunggal yang biasa disebut adenoid.
Tuba eustakius menghubungkan rongga telingan tengah dengan nasofaring. Bagian lateral tuba eustakius adalah yang bertulang sementara duapertiga bagian medial bersifat kartilaginosa.Origo otot tensor timpani terletak disebelh atas bagian bertulang sementara kanalis karotikus terletak di bagian bawahnya.Bagian bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk masuk ke faring di atas otot kontrikstor superior.Bagian ini biasanya tertutup tapi dapat dibuka melalui kontraksi otot levator palatinum dan tensor palatinum yang masing-masing disarafi pleksus faringealis dan saraf mendibularis.Tuba ini berfungsi untuk menyeimbangkan udara pada kedua sisi membrane timpani.Disfungsi tuba eustakius merupakan etiologi terjadinya otitis media.
b.        Orofaring
Orofaring ke arah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila faringeal dalam kapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga mulut. Di depan tonsila, arkus faring anterior disusun oleh otot palatoglosus, dan di belakang dari arkus faring posterior disusun oleh palatofaringeus. Otot-otot ini membantu menutupnya ororfaring bagian posterior.Semuanya dipersarafi oleh pleksus faringeus.
Tonsila disusun oleh jaringan limfoid yang diliputi oleh epitel skuamosa yang berisi beberapa kripta.Celah di atas tonsila merupakan sisa dari endodermal muara arkus brankial kedua, dimana fistula brankial atau sinus internal bermuara.Infeksi dapat terjadi di antara kapsul tonsil dan ruangan sekitar jaringzn dan dapat meluas ke atas pada dasar palatum mole sebagai abses peritonsilar.
c.         Laringofaring
Bagian Inferior faring yakni bagian sempit faring.Berada inferior dari tulang hioid dan berlanjut dengan laring dan esophagus.Berakhir pada batas superior esofagus dan terhadap batas inferior tulang rawan krikoid pada laring.Laring membentuk dinding anterior yg dilapisi epitelium squamosa non keratin yang berlapis. Memungkinkan dilewati baik makanan dan udara.
Hipofaring terbuka ke arah depan masuk ke introitus laring. Epiglotis dilekatkan pada lidah oleh dua frenulum digaris tengah. Hal ini menyebabkan terbentuknya dua valekula disetiap sisi. Dibawah valekula adalah permukaan laringea dari epiglotis. Dibawah muara glotis bagian medial dan lateral terdapat ruangan yang disebut sinus piriformis yaitu diantara lipatan ariepiglotika dan kartilago tiroid. Lebih ke bawah lagi terdapat otot-otot dari lamina krikoid dan dibawahnya terdapat muara esophagus.
Esofagus bagian servikal terletak kurang lebih pada garis tengah leher dibelakang trakea da didepan korpus vertebra. Saraf laringeus rekurens terdapat pada alur diantara esofagus dan trakea. Arteri karotis komunis dan isi dari selubung karotis terletak dilateral esofagus. Pada lapisan otot faring terdapat daerah trigonum yang lemah diatas otot krikofaringeus yang berkembang dari krikoid dan mengelilingi esofagus bagian atas. Divertikulum yang disebut divertikulum Zenker dapat keluar melalui daerah yang lemah ini dan berlawanan dengan penelanan.
3.         Laring
Laring terdiridari kepingan tulang rawan yang diikat oleh ligamen dan membrane.Disebut juga kotak suara (menghasilkan suara). Saluran berbentuk silindris yang terikat di belakang oleh laringofaring dan di bagian depan oleh trachea. Mencegah tersedaknya bahan2 masuk ke dalam saluran nafas bawah.Mengkonduksi udara masuk ke saluran nafas bawah.Ditunjang oleh 6 buah rangka kartilage/tulang rawan (tiroid, krikoid, 2 aritenoid, kuneiform, kornikulata) yang diikat bersama oleh ligamen dan otot.


BAB III
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS (ISPA)

Infeksi saluran pernafasan atas merupakan infeksi yang terjadi pada organ respirasi bagian atas. Terjadi penyebab invasi dari berbagai virus dan bakteri yang masuk melewati aliran udara dan makanan. Berikut ini adalah beberapa penyakit infeksi saluran pernafasan atas.

A.  Influenza
1.    Pengertian
Influenza merupakan sinonim dari flue atau common cold. Influenza merupakan infeksi saluran pernafasan atas yang disebabkan oleh virus yang menjangkiti pasien pada semua tingkat usia. Istilah ‘common cold’ lebih menjelaskan suatu kompleks gejala daripada suatu penyakit tertentu, yang memiliki ciri seperti hidung tersumbat (nasal congestion), suara serak (sore thorat), dan batuk. (A.soemantri, 2010)
2.    Etiologi
Penyebab timbulnya influenza adalah Haemophillus influenza (tipe A,B dan C).
a.    Virus tipe A
Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza A. Unggas akuatik liar merupakan inang alamiah untuk sejumlah besar varietas influenza A. Kadangkala, virus dapat ditularkan pada spesies lain dan dapat menimbulkan wabah yang berdampak besar pada peternakan unggas domestik atau menimbulkan suatu pandemi influenza manusia.
Virus tipe A merupakan patogen manusia paling virulen di antara ketiga tipe influenza dan menimbulkan penyakit yang paling berat. Virus influenza A dapat dibagi lagi menjadi subdivisi berupa serotipe-serotipe yang berbeda berdasarkan tanggapan antibodi terhadap virus ini. Serotipe yang telah dikonfirmasi pada manusia, diurutkan berdasarkan jumlah kematian pandemi pada manusia, adalah:
1)   H1N1, yang menimbulkan Flu Spanyol pada tahun 1918, dan Flu Babi pada tahun 2009
2)   H2N2, yang menimbulkan Flu Asia pada tahun 1957
3)   H3N2, yang menimbulkan Flu Hongkong pada tahun 1968
4)   H5N1, yang menimbulkan Flu Burung pada tahun 2004H7N7, yang memiliki potensi zoonotik yang tidak biasa
b.    Virus tipe B
Genus ini memiliki satu spesies, yaitu virus influenza B. influenza B hampir secara eksklusif hanya menyerang manusia dan lebih jarang dibandingkan dengan influenza A. Hewan lain yang diketahui dapat terinfeksi oleh infeksi influenza B adalah anjing laut dan musang. Jenis influenza ini mengalami mutasi 2-3 kali lebih lambat dibandingkan tipe A dan oleh karenanya keragaman genetiknya lebih sedikit, hanya terdapat satu serotipe influenza B. Karena tidak terdapat keragaman antigenik, beberapa tingkat kekebalan terhadap influenza B biasanya diperoleh pada usia muda. Namun, mutasi yang terjadi pada virus influenza B cukup untuk membuat kekebalan permanen menjadi tidak mungkin.Perubahan antigen yang lambat, dikombinasikan dengan jumlah inang yang terbatas (tidak memungkinkan perpindahan antigen antarspesies), membuat pandemi influenza B tidak terjadi.
Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza C, yang menginfeksi manusia, anjing, dan babi, kadangkala menimbulkan penyakit yang berat dan epidemi lokal.Namun, influenza C lebih jarang terjadi dibandingkan dengan jenis lain dan biasanya hanya menimbulkan penyakit ringan pada anak-anak.
Virus penyebab influenza merupakan suatu orthomyxovirus golongan RNA. Struktur antigenik virus influenza meliputi antara lain 3 bagian utama yaitu : Antigen S (soluble Antigen), hemaglutinin dan Neuramidase. Antigen S merupakan suatu inti partikel virus yang terdiri atas ribonuldeoprotein.Antigen ini spesifik untuk masing-masing tipe.Hemaglutinin dan neuramidase berbentuk seperti duri dan tampak menonjol pada permukaan virus.Hemaglutinin diperlukan untuk lekatnya virus pada membran sel penjamu sedangkan neuromidase diperlukan untuk pelepasan virus dari sel yang terinfeksi.
c.    Virus Tipe C
Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza C, yang menginfeksi manusia, anjing, dan babi, kadangkala menimbulkan penyakit yang berat dan epidemi lokal. Namun, influenza C lebih jarang terjadi dibandingkan dengan jenis lain dan biasanya hanya menimbulkan penyakit ringan pada anak-anak.
Virus penyebab influenza merupakan suatu orthomyxovirus golongan RNA. Struktur antigenik virus influenza meliputi antara lain 3 bagian utama yaitu : Antigen S (soluble Antigen), hemaglutinin dan Neuramidase. Antigen S merupakan suatu inti partikel virus yang terdiri atas ribonuldeoprotein.Antigen ini spesifik untuk masing-masing tipe.Hemaglutinin dan neuramidase berbentuk seperti duri dan tampak menonjol pada permukaan virus.Hemaglutinin diperlukan untuk lekatnya virus pada membran sel penjamu sedangkan neuromidase diperlukan untuk pelepasan virus dari sel yang terinfeksi.

3.    Patofisologi
Virus influenza A, B dan C masing-masing dengan banyak sifat mutagenik yang mana virus tersebut dihirup lewat droplet mukus yang terarolisis dari orang-orang yang terinfeksi.Virus ini menumpuk dan menembus permukaan mukosa sel pada saluran napas bagian atas, menghasilkan sel lisis dan kerusakan epithelium silia.Neuramidase mengurangi sifat kental mukosa sehingga memudahkan penyebaran eksudat yang mengandung virus pada saluran napas bagian bawah.Di suatu peradangan dan nekrosis bronchiolar dan epithelium alveolar mengisi alveoli dan exudat yang berisi leukosit, eritrrosit dan membran hyaline. Hal ini sulit untuk mengontrol influenza sebab permukaan sel antigen virus memiliki kemampuan untuk berubah. Imunitas terhadap virus influenza A dimediasi oleh tipe spesifik immunoglobin A (lg A) dalam sekresi nasal. Sirkulasi lg G juga secara efektif untuk menetralkan virus. Stimulus lg G adalah dasar imunisasi dengan vaksin influenza A yang tidak aktif.
Setelah nekrosis dan desquamasi terjadi regenerasi epithelium secara perlahan mulai setelah sakit hari kelima. Regenerasi mencapai suatu maximum kedalam 9 sampai 15 hari, pada saat produksi mukus dan celia mulai tampak. Sebelum regenerasi lengkap epithelium cenderung terhadap invasi bakterial sekunder yang berakibat pada pneumonia bakterial yang disebabkan oleh staphiloccocus Aureus.

4.    Manifestasi klinis (tanda dan gejala)
a.    Nyeri kepala hebat
b.    Nyeri otot
c.    Demam dan menggigil
d.   Kelelahan dan kelemahan
e.    Anoreksia
f.     Manifestasi klinik pada sistem pernafasan:
1)        Sakit tenggorokan
2)        Batuk, bersin, dan hidung tersumbat
3)        Terdapat beberapa keluhan perasaan lemas selama 1-2 minggu setelah periode akut.

5.    Tes Diagnostik
a.    Kultur jaringan nasal atau sekret pharyngeal.
b.    Kultur sputum.Keterangan hasilnya bila:
(+)ada bakteri / virus
(-)Tidak ada bakteri/ virus

6.    Tindakan Keperawatan
a.    Menyarankan pasien agar melakukan bedrest
b.    Meningkatkan intake cairan jika tak ada kontra indikasi
c.    Memberikan obat kumur untuk menurunkan nyeri tenggorokan
d.   Kompres hangat basah
e.    Ajarkan cara batuk efektif
7.         Menciptakan lingkungan yang nyaman dan bersih

8.    Penatalaksanaan
Tidak terdapat tindakan yang spesifik untuk pasien dengan common cold.
Manajemen medis yang biasa dilakukan berupa
:
a.         Medis
1)        Memberikan obat yang bersifat simpomatik (sesuai dengan gejala yang muncul) sebab antibiotik tidak efektif untuk infeksi virus.
2)        Memberikan anti histamin untuk menurunkan rinorrhea.
3)        Memberikan vitamin C dan ekspektoran.
4)        Memberikan Vaksinasi : Vaxigrip boleh diberikan mulai bayi usia 6 bulan
9.    Komplikasi
Secara umum, komplikasi yang sering ditimbulkan dari influenza adalah infeksi saluran nafas (bronkitis) dapat terjadi karana adanya virus dan paru-paru (pneumonia) oleh bakteri.
B.  Sinusitis
1.    Pengertian
Peradangan pada membrane mukosa sinus. Sinusitis merupakan penyakit yang sering terjadi meskipun kejadiannya mulai berkurangnya dengan adanya antibiotika.
Sinusitis adalah inflamasi mukosa sinus. Penyebab utamanya adalah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.
Sinusitis merupakan suatu proses peradangan pada mukosa atau selaput lendir sinus paranasal. Akibat peradangan ini dapat menyebabkan pembentukan cairan atau kerusakan tulang di bawahnya., terutama pada daerah fossa kanina dan menyebabkan sekret purulen, nafas bau, post nasal drip.
2.    Klasifikasi
Terdapat dua Klasifikasi sinusitis, yakni berdasarkan waktunya dan penyebabnya:
a.    Berdasarkan waktu berlangsungnya atau secara klinis:
1)   Akut, bila infeksi terjadi kurang dari 4 minggu.
2)   Subakut, bila infeksi terjadi sampai 4 minggu-3 bulan.
3)   Kronis, bila infeksi berulang dan terjadi lebih dari 3 bulan.
b.    Berdasarkan asal penyebabnya:
1)   Rhinorenik (penyebab kelainan/masalah di hidung)
2)   Dentogenik/odontogenik (penyebab kelainan/ masalah di gigi)
3.    Etiologi
a.    Bakteri
1)      Streptokokus pneumoniae
2)      Stapilokokus aureus
3)      Haemofilus influenza
b.    Faktor predisposisi lokal
1)      Alergi hidung kronik
2)      Benda asing
3)      Deviasi septum nasi
c.    Komplikasi
1)   Infeksi gigi /Abses gigi/karies gig
2)   Komplikasi rhinitis

4.    Manifestasi klinis
a.    Sinusitis akut
5)   Gejala umum
o  Demam
o  Malaise
o  Sekresi secret mukopurulen
o  Drainase dan Penyumbatan hidung
o  Batuk irigatif nonproduktif
o  Kemampuan penciuman hilang
6)   Maksilaris
o  Nyeri kepala yang tak jelas
o  Nyeri pada pergerakan kepala mendadak
o  Nyeri pipi khas tumpul dan menusuk
o  Nyeri palpasi dan perkusi pada pipi
7)   Etmoidalis/selulitis orbita
o  Nyeri dan nyeri tekan di antara kedua mata dan jembatan hidung
8)   Frontalis
o  Nyeri kepala yang khas
o  Nyeri berlokasi di atas alis mata
o  Nyeri tekan pada dahi
o  Pembengkakan supraorbita
9)   Sfenoidalis
o  Nyeri kepala kea rah vertex cranium
b.    Sinusitis kronik
Gejala sinusitis kronis tidak jelas. Selama eksaserbasi akut, gejala-gejala mirip dengan sinusitis akut. Namun setelah masa itu terdapat gejala sebagai berikut.
1)   Perasaan penuh pada wajah dan hidung
2)   Hipersekresi yang mukopurulen
3)   Hidung sedikit tersumbat
4)   Batuk kronik
5)   Laryngitis kronik ringan
6)   Faringitis
5.    Patofisiologi
Rhinovirus , influenza A dan B,parainfluenza, adenovirus, dan enterivirus masuk ke dalam sinus terutama melalui komplikasi ISPA, rhinitis, dan abses gigi. Menginfeksi saluran pernapasan atas termasuk sinus dan sehingga terjadi inflamasi. Terjadi pembengkakan atau udem pada dinding hidung dan sinus sehingga menyebabkan penyempitan/obstruksi pada ostium sinus. Penyempitan tersebut berpengaruh pada mekanisme drainase pada sinus. Proses inflamasi juga menurunkan patensi sinus oska. Mukosa sinus yang menjadi kecil sehingga ventilasi berkurang dan menimbulkan tekanan negatif di dalam rongga sinus. Kondisi ini menguntungkan untuk kolonisasi antigen eksterna. Antigen eksterna tersebut memproduksi enzim yang mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi pada lapisan mukosa. Sehingga silia berkurang aktif. Sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental dan merupakan media baik untuk bakteri.silia semakin berkurang aktif fungsinya. Proses ini merupakan proses terjadinya sinusitis akut.
Sinusitis kronik terjadi jika peradangan di sinus paranasal berlansung lebih lama dari tiga bulan atau sedikitnya terjadi lima kali dan setahun. Factor-faktor local yang memungkinkan penyembuhan mukosa sinus yang terinfeksi adalah drainase dan ventilasi yang baik. Jika factor anatomi dan faali menyebabkan kegagalan drainase dan ventilasi sinus, maka tercipta suatu medium untuk infeksi selanjutnya oleh coccus mikroaerofilik atau anaeorobik, akibatnya berupa lingkaran setanedema, sumbatan dan infeksi.
6.    Tes diagnostik
a.    Kultur organisme penyebab dari hidung atau tenggorokan
b.    Pemeriksaan rontgen sinus
c.    CT-scan

7.    Tindakan keperawatan
Tujuan dari tindakan keperawatan yang dilakukan adalah untuk memberi rasa nyaman, menghinari re-infeksi, mengurangi gejala dan memperingan gejala.
a.    Tirah baring dengan posisi fowler atau semi-fowler
b.    Menciptakan suhu ruangan yang stabil tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas
c.    Meningkatkan intake cairan
d.   Jauhkan segala jenis asap dan debu di dekat lingkungan klien
e.    Kompres hangat basah

8.         Tindakan medis
Tujuan pengobatan sinusitis akut: mengontrol infeksi, memulihkan kondisi mukosa nasal, dan menghilangkan nyeri.
a.    Terapi Medikamentosa
Terapi medikamentosa memegang peranan dalam penanganan rinosinusitis kronik yakni berguna dalam mengurangi gejala dan keluhan penderita, membantu dalam diagnosis rinosinusitis kronik (apabila terapi medikamentosa gagal maka cenderung digolongkan menjadi rinosinusitis kronik) dan membantu memperlancar kesuksesan operasi yang dilakukan.Pada dasarnya yang ingin dicapai melalui terapi medikamentosa adalah kembalinya fungsi drainase ostium sinus dengan mengembalikan kondisi normal rongga hidung.
Jenis terapi medikamentosa yang digunakan untuk rinosinusitis kronik tanpa polip nasi pada orang dewasa antara lain.
1)   Antibiotika
Merupakan modalitas tambahan pada rinosinusitis kronik mengingat terapi utama adalah pembedahan. Jenis antibiotika yang digunakan adalah antibiotika spektrum luas antara lain:
o  Amoksisilin + asam klavulanat
o  Sefalosporin: cefuroxime, cefaclor, cefixime
o  Florokuinolon : ciprofloksasin
o  Makrolid : eritromisin, klaritromisin, azitromisin
o  Klindamisin
o  Metronidazole
2)   Antiinflamatori dengan menggunakan kortikosteroid topikal atau sistemik.
Kortikosteroid sistemik, banyak bermanfaat pada rinosinusitis kronik dengan   polip nasi dan rinosinusitis fungal alergi.
3)   Terapi penunjang lainnya meliputi:
-       Dekongestan oral/topikal yaitu golongan agonis α-adrenergik
-       Antihistamin
-       Stabilizer sel mast, sodium kromoglikat, sodium nedokromil
-       Mukolitik
-       Antagonis leukotrien
-       Imunoterapi
-       Lainnya: humidifikasi, irigasi dengan salin, olahraga, avoidance terhadap iritan dan nutrisi yang cukup

b.  Terapi Pembedahan
Terapi bedah yang dilakukan bervariasi dimulai dengan tindakan sederhana dengan peralatan yang sederhana sampai operasi menggunakan peralatan canggih endoskopi. Beberapa jenis tindakan pembedahan yang dilakukan untuk rinosinusitis kronik tanpa polip nasi ialah:
1)   Sinus maksila:
-       Irigasi sinus (antrum lavage)
-       Nasal antrostomi
-       Operasi Caldwell-Luc
2)   Sinus etmoid: 
-       Etmoidektomi intranasal, eksternal dan transantral
-       Sinus frontal:
-       Intranasal, ekstranasal
-       Frontal sinus septoplasty
-       Fronto-etmoidektomi
3)   Sinus sfenoid :
-       Trans nasal
4)   Trans sfenoidal
5)   FESS (functional endoscopic sinus surgery)
Dipublikasikan pertama kali oleh Messerklinger tahun 1978. Indikasi tindakan FESS adalah:
-       Sinusitis (semua sinus paranasal) akut rekuren atau kronis
-       Poliposis nasi
-       Mukokel sinus paranasal
-       Mikosis sinus paranasal
-       Benda asing
-       Osteoma kecil
-       Tumor (terutama jinak, atau pada beberapa tumor ganas)
-       Dekompresi orbita / n.optikus
-       Fistula likuor serebrospinalis dan meningo ensefalokel
-       Atresia koanae
-       Dakriosistorinotomi
-       Kontrol epistaksis
-       Tumor pituitari, ANJ, tumor pada skull base
9.    Komplikasi
a.    Komplikasi Orbita
1)   Peradangan atau reaksi edema yang ringan
2)   Selulitis orbita
3)   Abses subperiosteal
4)   Abses orbita
5)   Thrombosis sinus kavernosus
b.    Mukokel
c.    Komplikasi intracranial
1)   Meningitis akut
2)   Abses dura
3)   Abses otak
d.   Osteomielitis
e.    Abses subperiosteal
C.  Faringitis
1.    Pengertian
Faringitis adalah peradangan yang terjadi pada faring.Faringitis akut merupakan peradangan tenggorokan yang paling sering yang disebabkan oleh streptococcus.
Faringitis menunjukkan pada semua infeksi akut faring termasuk tonsilitis dan faringotonsilitis.Ada atau tidak adanya tonsil tidak mempengaruhi kerentanan, frekuensi atau perjalanan atau komplikasi penyakit. (Behrman K, 1999)
Faringitis akut adalah Inflamasi febris tenggorok yang disebabkan oleh organisme virus hampir 70 % dan sebagian lagi oleh bakteri. Streptokokus group A adalah organisme bakteri paling umum yang menyebabkan faringitis akut. (Smeltzer, 2001)
2.    Klasifikasi
Penyakit faringitis atau biasa disebut dengan radang tenggorokan memiliki jenis yang berbeda-beda. Dalam faringitis dibagi menjadi 3 kelompok penyakit yang berbeda yaitu:
a.    Faringitis Akut
Faringitis akut ditemukan bersama tonsilitis akut dan dapat menyerang semua umur.Penyebab terbanyak radang ini adalah kiman golongan streptococcus beta hemolitikus, streptoccoccus viridans dan streptococcus pirogenes.Infeksi menular mealui kontak dari sekret hidung dan ludah (droplet infections). Penyakit ini juga dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus influenza, adenovirus, dan ECHO
b.    Faringitis kronis
Terdapat 2 bentuk yaitu faringitis kronis hiperlastik dan faringitis kronis atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronis di faring ini ialah rinitis kronis, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok dan minum alkohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronis adalah pasien yang biasa bernafas melalui mulut karena hidungnya tersumbat.
1)   Faringitis kronis hiperplastik
Terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring.Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata yang disebut granular.
2)   Faringitis kronis atrofi
Faringitis kronis atrofi sering timbul bersamaan dengan rinitis atrofi. Pada rinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembabannya sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring.
c.    Faringitis spesifik
1)   Faringitis luetika
Treponema palidum dapat menimbulkan infeksi di daerah faring seperti juga penyakit lues di organ lain. Gambaran kliniknya tergantung pada stadium penyakit primer, sekunder, dan tertier.
-       Stadium primer
Kelainan pada stadium primer terdapat pada lidah, palatum mole, tonsil dan dinding posterior faring berbentuk bercak keputihan.Bila infeksi terus berlangsung maka timbul ulkus pada daerah faring seperti ulkus pada genetalia yaitu tidak nyeri.Juga didapatkan pembesaran kelenjar mandibula yang tidak nyeri tekan.
-       Stadium sekunder
Stadium ini jarang ditemukan.Terdapat eritema pada dinding aring yang menjalar ke arah laring.
-       Stadium tertier
Pada stadium ini terdapat guma.Predileksinya pada tonsil dan palatum.Jarang pada dinding posterior faring.Guma pada dinding posterior faring dapat meluas ke vertebra servikal dan bila pecah dapat menyebabkan kematian. Guma yang terdapat di palatum mole, bila sembuh akan berbentuk jaringan parut yang dapat menimbulkan gangguan fungsi palatum secara permanen.
d.   Faringitis tuberkulosa
Faringitis tuberkulosa merupakan proses sekunder dari tuberkulosis paru. Pada infeksi kuman tahan asam jenis bovinum dapat tmbul tuberkulosis faring primer.Cara infeksi eksogen yaitu kontak dengan sputum yang mengandung kuman atau inhalasi kuman melalui udara.Cara infeksi endogen yaitu penyebaran melalui darah pada tuberkulosis miliaris.Saat ini juga penyebaran secara limfogen.Bila infeksi timbul secara hematogen maka tonsi dapat terkena pada kedua sisi dan lesi sering ditemukan pada dinding posterior faring, arkus faring anterior, dinding lateral hipofaring, palatum mole dan palatum durum.

3.    Etiologi
a.    Virus
Virus merupakan etiologi terbanyak dari faringitis. Beberapa jenis virus ini yaitu: · Rhinovirus · Coronavirus · Virus influenza · Virus parainfluenza · Adenovirus · Herpes Simplex Virus tipe 1 dan 2 · Coxsackievirus A · Cytomegalovirus · Virus Epstein-Barr · HIV
b.    Bakteri
Beberapa jenis bakteri penyebab faringitis yaitu
1)   Streptoccocus pyogenes, merupakan penyebab terbanyak pada faringitis akut
2)   Streptokokus grup A, merupakan penyebab terbanyak pada anak usia 5 – 15 tahun
3)    Streptokokus grup C dan G ·
4)    Neisseria gonorrheae ·
5)   Corynebacterium diphtheriae ·
6)   Corynebacterium ulcerans ·
7)   Yersinia enterocolitica ·
8)   Treponema pallidum
4.    Patofisiologi
Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara langsung menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Pada stadium awal, terdapat hiperemia, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal atau berbentuk mucus kemudian cmenjadi kering dan melekat pada dinding faring. Dengan hiperemia, pembuluh darah dinding faring menjadi melebar.Bentuk sumbatan yang berwarna putih, kuning, atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Folikel limfoid atau bercak-bercak pada dinding faring posterior atau terletak lebih ke lateral menjadi meradang dan membengkak.Virus-virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus dapat menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresinasal.
Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan extracellular toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari Group A streptococcus memiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada myocard dan dihubungkan dengan demam rheumatic dan kerusakan katub  jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan akut glomerulonefritis karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi.

5.    Tanda dan Gejala
a.    Tenggorokan merah
b.    Nyeri tenggorokan
c.    Demam
d.   Nyeri tekan nodus limfe servikal
e.    Malaise
f.     Batuk
g.    Suara serak
h.    Kesulitan menelan
                                                     
6.    Pemeriksaan Diagnostik:
a.    Kultur swab tenggorokan merupakan tes gold standard. Pemeriksaan ini sering dilakukan namun tidak bisa membedakan fase infektif dan kolonisasi. Waktu yang dibutuhkan waktu selama 24  - 48 jam untuk mendapatkan hasil dari pemeriksaan.
b.    Tes infeksi jamur dengan menggunakan slide dengan pewarnaan KOH.
c.    Tes Monospot adalah tes antibodi heterofil. Tes ini digunakan untuk mengetahui adanya mononukleosis dan dapat mendeteksi penyakit dalam waktu 5 hari hingga 3 minggu setelah infeksi.
d.   Pemeriksaan biopsi merupakan pengambilan contoh jaringan untuk pemeriksaan dapat diperoleh dari saluran pernapasan (sekitar faring) dengan menggunakan teknik endoskopi. Jaringan tersebut akan diperiksa dengan mikroskop untuk mengetahui adanya peradangan akibat bakteri atau virus.
e.    Pemeriksaan sputum dapat makroskopik, mikroskopik atau bakteriologik yang  penting dalam diagnosis etiologi penyakit. Warna bau dan adanya darah merupakan petunjuk yang berharga.
f.     Pemeriksaan Laboratorium
1)     Sel darah putih (SDP)
Peningkatan komponen sel darah putih dapat menunjukkan adanya infeksi atau inflamasi. Nilai Normal
Tipe SDP
Dewasa
Anak
(sama dengan dewasa kecuali)
%
ul
Neutrofil
Eosinofil
Basofil
Monosit
Limfosit
50-70
1-3
0,4-1,0
4-6
25-35
2500-7000
100-300
40-100
200-600
1700-3500
Bayi baru lahir: 61%; 1 th:32%


1-     1 sampai 12 th: 4% - 9%
2-     Bayi baru lahir: 34 %; 1 th: 60%;
3-     6 th: 42%; 12 th: 38%
2)   Analisa Gas Darah
Untuk menilai fungsi pernapasan secara adekuat, perlu juga mempelajari hal-hal diluar paru seperti distribusi gas yang diangkut oleh sistem sirkulasi. Tabel Pengukuran AGD
No
Pengukuran
Simbol
Nilai Normal
1
2
3
4
5
Tekanan Karbon dioksida
Tekanan Oksigen
Prosentase Kejenuhan Oksigen
Konsentrasi ion Hidrogen
Bikarbonat
PaCO2
PaO2
SaO2
pH
HCO­3
35-45 mmHg
80-100 mmHg
97
7,35-7,45
22-26 mEq/L

7.    Tindakan Medis
a.    Pemberian antibiotik golongan penicilin atau sulfanomida
1)   Faringitis streptokokus paling baik diobati peroral dengan penisilin (125-250 mg penisilin V tiga kali sehari selama 10 hari)
2)   Bila alergi penisilin dapat diberikan eritromisin (125 mg/6 jam untuk usia 0-2 tahun dan 250 mg/6 jam untuk usia 2-8 tahun) atau klindamisin.
b.    Pemberian  obat kumur hangat
Berkumur dengan 3 gelas air hangat. Gelas pertama berupa air hangat sehingga pasien dapat menahan cairan dengan enak.Gelas kedua dan ketiga dapat diberikan air yang lebih hangat.Anjurkan untuk melakukannya setiap 2 jam.Kandungan obat kumur yaitu:
1)   Cairan saline isotonik (½  sendok teh garam dalam 8 oncesair hangat)
2)   Bubuk sodium perbonat (1 sendok teh bubuk dalam 8 ounces air hangat). Hal ini terutama berguna pada infeksi vincent atau penyakit mulut. (1 ounce = 28 g)
8.    Tindakan Keperawatan
a.    Pendidikan kesehatan pada klien untuk mencegah penularan infeksi
b.    Jelaskan menghindari kontak dengan orang lain sampai demam hilang
c.    Hindari penggunaan alkohol, merokok, makanan yang dingin, terlalu panas pedas dan berminyak.
d.   Beri dorongan kepada klien untuk minum 2-2.5 liter perhari
e.    Anjurkan berkumur dengan larutan normal salin dan pelega tenggorokan bila perlu.
f.      Kompres hangat basah
g.    Ajarkan klien untuk batuk efektif
h.    Siapkan makanan yang hangat dan lunak
9.    Komplikasi
a.    Sinusitis
            Sinusitis adalah radang sinus yang ada disekitar hidung dapat berupa sinusitis maksilaris atau frontalis.Sinusitis maksilaris disebabkan oleh komplikasi peradangan jalan napas bagian atas dan salah satunya faringitis yang dibantu oleh adanya faktor predisposisi. Penyakit ini dapat disebabkan oleh kuman tunggal namun dapat juga campuran seperti streptokokus, pneumokokus, hemophilus influenza dan kleb siella pneumoniae.
b.    Ototis media
            Daerah telinga tengah normalnya adalah steril.Bakteri masuk melalui tube eustacius akibat kontaminasi sekresi dalam nasofaring.
c.    Abses peritonsial
            Sumber infeksi berasal dari penjalaran faringitis/tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil.
d.    Demam rematik
            Infeksi streptoceal yang awalnya ditandai dengan luka pada tenggorok akan menyebabkan peradangan dan pembentukan jaringan parut pada katup-katup jantung, terutama pada katup mitral dan aorta.
e.    Glomerulonefritis
Komplikasi berupa glomerulonefritis akut merupakan respon inflamasi terhadap protein M spesifik.Kompleks antigen-antibodi yang terbentuk berakumulasi pada glomerulus ginjal yang akhirnya menyebabkan glomerulonefritis ini.
D.  Tonsilitis
1.    Pengertian
Tonsilitis merupakan inflamasi atau pemebengkakan akut pada tonsil atau amandel (Reeves, Roux,Lochhart 2001).
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococus beta hemolyticu, streptococcus viridans dan sterptococcus pyogenes dapat juga disebabkan oleh virus(Mansjoer 200)
Tonsilitis adalah peradangan tonsil platina yang merupakan bagian dari cincin waldeyer. Cincin waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di rongga mulut yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil patina (tonsil faucia), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachis (lateral band dinding faring / Gerlach tonsil)(Soepardi, Effiaty A rasyad,dkk,2007)
Kesimpulan berdasarkan pengertian diatas tonsilitis merupakan suatau peradanggan pada tonsil yang disebabkan oleh  bakteri atau virus.
2.    Klasifikasi
a.    Tonsilitis akut
Merupakan radang pada tonsil yang timbulnya cepat, atau berlangsung dalam waktu pendek (tidak lama), dalam kurun waktu jam, hari hingga minggu. Lebih disebabkan oleh kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, pneumokokus, streptokokus viridian, dan streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas.Secara klinis detritus ini mengisi kripte tonsil dan tampak sebagai bercak kekuningan.Bercak detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk membran semu yang menutupi tonsil. Pada keadaan ini diagnosis bandingnya adalah angina plaut Vincent, Tonsilitis difteri, Scarlet fever dan Angina agranulosit.
b.      Tonsilitis membranosa
Penyakit yang termasuk dalam tonsilitis membranosa ialah tonsilitis difteri, tonsilitis septik, Anggina plaut vincent dan penyakit kelainan darah.
1)   Tonsilitis difteri
Penyebab tonsilitis difteri ialah kuman yang termasuk dalam gram positif dan hidung disaluran napas bagian atas.Tidak semua orang terinfeksi oleh kuman ini menjadi sakit.Keadaan ini tergantung dari kekebalan tubuh seseorang. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih mungkin menderita penyakit ini.
2)   Tonsilitis Septik
Penyebab dari tonsilitis septik ialah Streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam susu sapi sehingga dapat timbul epidemi. Oleh karena di Indonesia susu sapi dimasak dulu dengan cara pasteurisasi sebelum diminum maka penyakit ini jarang ditemukan.
3)   Angina Plaut Vincent
Tonsilitis yang disebabkan oleh bakteri spirocethes atau troponema yang di dapatkan pada penderita dengan hiegiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C.
4)   Penyakit kelainan darah
Tanda pertama leukimia akut, angina agranulosit dan infeksi nukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membran semu.Kadang-kadang terdapt perdarahan diselaput lenir mulut dan farin serta terjadi pembesaran kelenjar mandibular.
c.    Tonsilitis Kronik
Tonsilitis yang  berlangsung lama atau dikenal sebagai penyakit menahun. Bakteri penyebab tonsillitis kronik sama halnya dengan tonsillitis akut, namun kadang-kadang bakteri berubah menjadi bakteri golongan gram negatif. Faktor predisposisi tonsillitis kronis antara lain rangsangan kronis rokok, makanan tertentu, hiegiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat. Karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti dengan jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga ruang antara kelompok melebar yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Saat pemeriksaan ditemukan tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kripte membesar dan terisi detritus.
3.    Etiologi
a.    Bakteri atau kuman streptococcus beta hemolitikus grup A
b.    Streptococcus viridans
c.    Streptococus  pyogenes
d.   Haemophilus influeanza
e.    Moraxella catarrhalis
f.      Faktor predisposisi
1)   Adanya rangsangan kronik (merokok, makanan dan minuman)
2)   Pengaruh cuaca
3)   Pengobatan radang akut yang  tidak higienis dan mulut yang tidak bersih.
4.    Patofisiologi
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut amandel atau tonsil berperan sebagai filter, menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut. Hal ini akan memicu tubuh untuk membntuk antibody terhadap infeksi yang akan datang akan tetapi kadang-kaang mndel dusah kelelahan menahan infeksi atau virus.
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi.Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leokosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsilitis akut dengan destritus disebut tonsilitis  falikularis. Tonsilitis dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah.Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokan sehingga berhenti makan.Tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan, kelenjar getah bening melemah didalam daerah sub mandibular, sakit pada sendi dan otot.Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.
Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu (pseudomembran), sedangkan pada tonsilitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid diganti dengan jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruangan antara  keleompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan dengan jaringgan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini akan disetai pembesaran kelenjar limfe submandibularis.
5.         Manifestasi Klinis
a.         Penderita biasanya mengeluh sakit menelan, lesu seluruh tubuh
b.        Suhu tubuh sering mencapai 40°C, terutama pada anak.
c.         Tonsil tampak bengkak, merah, dengan detritus berupa folikel atau membran. Pada anak, membran pada tonsil mungkin juga disebabkan oleh tonsilitis difteri.
d.        Pada tonsilitis kronik hipertrofi, tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kripta lebar berisi detritus.
e.         Pada bentuk atrofi, tonsil kecil seperti terpendam dalam fosa tonsilaris.
f.         Demam
g.        Sakit kepala
h.        Anorexia
6.         Diagnosis
a.    Diagnosis berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan fisik.
Dengan bantuan spatel, lidah ditekan untuk melihat keadaan tonsil, yaitu warnanya, besarnya, muara kripte apakah melebar dan ada detritus, nyeri tekan, arkus anterior hiperemis atau tidak  Besar tonsil diperiksa sebagaiberikut:
T0 :Tonsil berada di dalam fossa tonsil atau telah diangkat
T1 :Bila besarnya 1/4 jarak arkus anterior dan uvula
T2 :Bila besarnya 2/4 jarak arkus anterior dan uvula
T3 :Bila besarnya 3/4 jarak arkus anterior dan uvula
T4 :Bila besarnya mencapai arkus anterior atau lebih
b.    Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium menunjukan peningkatan Leukosit serta penurunan Hemoglobin. Pemeriksaan laboratorim lainya yaitu usap tonsil untuk pemeriksan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat. 
7.    Tindakan medis
1.    Penatalaksanaan tonsilitis akut
a.    Antibiotik golongan penicilin atau sulfanid selama 5 hari dan obat kumur atau obat isap dengan desnifektan bila alergi diberikan eritromisin atau klindomisin.
b.    Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi skunder kortikosteroid untuk mengurangi edema laring dan obat simptomatik.
c.    Pemberian antipiretik.
2.         Penatalaksanaan tonsilitis kronik
a.    Terapi lokal untuk higiene mulut dengan obat kumur atau hisap
b.    Terapi radikal demam tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif tidak berhasil.
8.    Tindakan keperawatan
a.    Pada umumnya penderita dengan tonsilitis akut diberikan tirah baring
b.    Pemberikan cairan adekuat dan diet ringan
c.    Kumur dengan air hangat
d.   Kompres dengan hangat basah.
e.    Ajarkan klien untuk batuk efektif
f.     Pemberian nutrisi berupa makanan hangat dan lunak
g.    Hindarkan klien dari makanan yang terlalu panas, pedas dan berminyak.
9.      Komplikasi
a.    Abses peritonsil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anteror dan palatum mole abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi kut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group A.
b.    Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telingga tengah melalui tuba auditorius dan dapat menyebabkan otitis media yang mengarah pada ruptur spontan gendang telingga komplikasi ini sering terjadi pada anak-anak.
c.    Mostoiditis akut
Kerusakan spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-sel mastoid.
d.   Sinusitis
Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada suatu atau lebih dari sinus paranalis. Terjadi akibat invasi bakteri yang menjalar dari tonsil ke nasorafing dan akhirnya berinvasi di dalam sinus.
e.    Rhinitis
Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal dan nasopharynx.
E.  Laringitis
1.    Pengertian
Laringitis adalah peradangan membrane mukosa yang melapisi laring dan disertai edema pita suara.
Laringitis adalah radang akut atau kronis dari laring. Laringitis akut dapat merupakan infeksi local atau bagian dari infeksi system pernafasan atas. Radang akut pada laring pada umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis akut atau manifestasi dari radang saluran nafas atas. Laringitis biasanya berkaitan dengan rhinitis atau nasofaring. Laringitis umum terjadi pada musim dingin.(buku ajar keperawatan medical bedah Brunner & Suddar, Suzzane & Brenda).
2.    Klasifikasi  Laringitis
a.    Laringitis Akut
Laringitis akut adalah radang akut dari selaput lendir yang sering timbul sebagai suatu bagian dari infeksi saluran napas atas yang disebabkan oleh virus influenza, rhinosinusitis, atau adenovirus. Infeksi bacterial kebanyakan sekunder (K. pneumonia, H. influenzae, streptococcus). Gejala peradangan juga dapat timbul akibat iritasi kimia atau akibat trauma (penyalahgunaan suara).
Suara parau selalu merupakan gejala utama; kadang-kadang terjadi afonia total. Pada peradangan berat, terutama pada anak-anak, dapat timbul stridor karena lumen laring anak sempit.
Pita suara tampak merah dan bengkak sekali. Gerak pita suara berkurang atau menghilang. Suhu badan bisa meningkat. Kadang-kadang, gejala-gejala lain dari saluran napas atas atau bawah bisa timbul.
b.    Laringitis Kronis
Laringitis kronik jarang disebabkan oleh virus atau bakteri. Kebanyakan adalah komplikasi dari satu atau lebih factor eksogen yang berlangsung lama yang merusak pita suara, terutama kebiasaan merokok, batuk pada penyakit paru obstruktif kronis (chronic obstructive pulmonanary disease, COPD), ingus yang tutun mengalir dari hidung atau sinus paranasal (postnasal drip), pemgeringan selaput lendir, penyalahgunaan suara (hiperkinetisme) dan refluks gastroesofagus (gastroesofagal reflux disease, GERD). Lama suara parau dan beratnya bervariasi. Pada malam hari, kadang-kadang suara lebih parau dibandingkan pada siang hari, suara berkurang dan kadang-kadang terdapat batuk yang menggelitik atau rasa gangguan ditenggorok . pada pemeriksaan histologist, terdapat hipervaskularisasi selaput lendir pita suara, edema lamina propria, peradangan dan hiperplasi epitel, kadang-kadang dengan keratosis. Secara makroskopik, tampak pita suara berwarna merah jambu sampai merah, menebal, pita suara tidak licin, dan terdapat pertandukan.
3.    Etiologi Laringitis
a.    Virus
Virus yang menginfeksi laring sama dengan etiologi dari faringitis. Beberapa jenis virus ini yaitu: · Rhinovirus · Coronavirus · Virus influenza · Virus parainfluenza · Adenovirus · Herpes Simplex Virus tipe 1 dan 2 · Coxsackievirus A · Cytomegalovirus · Virus Epstein-Barr · HIV.
b.    Bakteri
1)   Streptoccocus pyogenes, merupakan penyebab terbanyak pada faringitis akut
2)   Streptokokus grup A, merupakan penyebab terbanyak pada anak usia 5 – 15 tahun
3)    Streptokokus grup C dan G
4)    Neisseria gonorrheae
5)   Corynebacterium diphtheriae
6)   Corynebacterium ulcerans
7)   Yersinia enterocolitica
8)   Treponema pallidum
c.    Faktor penyebab lainnya adalah  :
1)   Suhu udara yang dingin
2)   Perubahan temperatur tiba-tiba
3)   Pemajanan terhadap debu
4)   Bahan kimia
5)   Asap / uap
6)   Penggunaan pita suara berlebihan
7)   Merokok berlebihan

4.      Patofisiologi
Laringitis biasanya disebabkan oleh virus, bakteri, komplikasi penyakit seperti faringitis infeksi saluran nafas bagian atas dan faktor pendukung lainnya. Hal ini akan mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas atas dan merangsang kelenjar mucus untuk memproduksi mucus secara berlebihan sehingga menyumbat saluran nafas. Kondisi tersebut akan merangsang terjadinya batuk hebat yang bisa menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu terjadinya inflamasi pada laring tersebut.Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri akibat pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan akan merangsang peningkatan suhu tubuh. Apabila laringitis tidak diobati dapat menyebabkan laringitis kronis.
5.      Manifestasi Klinis
a.    Suara serak
b.    Tidak dapat mengeluarkan suara (afonia)
c.    Batuk berat
d.   Tenggorokan nyeri dan gatal
e.    Demam
f.     Nyeri menelan

6.    Tes  Diagnostik
a.    Pada pasien laringitis kultur organisme.
b.    Tes biopsy

7.    Penatalaksanaan
a.    Pemberian zat iritan
b.    Inhalasi uap
c.    Pemberian antibiotic pada klien infeksi dengan bakteri
d.   Pengobatan terhadap infeksi
e.    Pengobatan kortikosteroid topical
8.    Tindakan Keperawatan
a.    Anjurkan klien untuk tidak merokok dan menghindari asap rokok
b.    Anjurkan klien untuk mengistirahatkan suara
c.    Hindari pemberian makanan yang terlalu keras, panas , pedas, dan berminyak
d.   Pemberian makanan lunak dan hangat.
e.    Kompres hangat basah
f.     Ajarkan klien untuk batuk efektif
9.         Komplikasi
a.    Sinusitis kronik
b.    Bronchitis kronik


BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN ISPA


A.  Pengkajian
Pengkajian keperawtan merupakan suatu tahap penting dari proses pemberian asuhan keperawatan yang sesusai bagi kebutuhan individu. Oleh karena itu, pengkajian yang lengkap dan sesuai kenyataan, dan kebenaran data sangat pentign untuk langkah selanjutnya dalam memberika asuhan keperawatan sesuai respons individu.
Pengkajian keperawatan pada sistem pernafasan adalah salah satu komponen proses keperawatan sebagai suatu usaha yang dilakukan oleh perawat dalam menggali permasalahan sistem pernafasan klien. Kegiatan tersebut meliputi usaha pengumpulan data tentang status kesehatan seorang kien secara sistematis, menyeluruh , akurat, singkat, dan berkesinambungan.
1.    Identitas klien
Meliputi nama, usia, tempat tanggal lahir, status marital, suku, alamat, tanggal masuk RS,
2.    Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan yang telah lalu. Perawat juga mengkaji keadaan klien dan keluarganya. Kajian terssebut berfokus kepada manifestasi klinis keluhan utama,  kejadian yang membuat kondisi sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, dan riwayat psikososial. Aspek yang sangat erat hubungannya dengan gangguan sistem pernafasan adalah usia, jenis kelamin, pekerjaan (terutama  gambaran kondisi lingkungan kerja atau tempat tinggal).
a.    Keluahan utama
Keluhan utama akan menentukkan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas seperti
1)   Demam
2)   Sakit kepala
3)   Badan lemah
4)   Nyeri otot dan sendi
5)   Nafsu makan menurun
6)   Batuk
7)   Pilek
8)   Nyeri tenggorokan.
9)   Nyeri Menelan
10)    Perasaan penuh pada kepala
11)    Hidung tersumbat
b.    Riwayat kesehatan sekarang
Perawat mengkaji dengan metode PQRST.
P: (paliativ dan provokativ) apa yang memperberat dan memperingan keluahan utama?
Q: (Quality) bagaimana atau gambaran dari keluhan utama?
R: (Region) dimana tempat keluhan utama dirasakan? Keluhan yann dirasakan terasa menyebar atau tidak?
S: (Skala) Berapa skala nyeri dari keluhan utama (jika nyeri)?
T: (Time) kapan keluhan utama muncul atau dirasakan? Secara tiba-tiba atau menetap?
c.    Riwayat kesehatan dahulu
Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan klien. Secara umum perawat perlu menanyakan mengenai hal-hal berikut ini:
1)   Apakah klien pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya.
2)   Riwayat merokok,
3)   Pengobatan saat ini dan masa lalu.
4)   Alergi
5)   Tempat tinggal
d.      Riwayat kesehatan keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan social klien sekurang-kurangnya ada tiga hal, yaitu:
1)   Penyakit infeksi
Menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi akan dapat diketahui sumber penularannya.
2)   Kelainan alergi
Menunjukkan suatu predisposisi keturunan tertentu.
3.    Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan difokuskan pada organ sistem pernafasan.
a.    Pemeriksaaan tanda-tanda vital dan kesadaran
1)   Tekanan darah
2)   Nadi
3)   Suhu tubuh naik
4)   Respirasi
5)   Nyeri (terdapat nyeri menelan, nyeri kepala, nyeri di pipi)
6)   Nilai GCS serta penilaian kualitatif.
Dari compos mentis-apatis.
b.    Wajah
1)   Inspeksi
-        Asimetris dan terjadi pembengkakan
-        Edema orbita
-        Warna kulit kemerahan
c.    Hidung dan sinus
1)   Hidung
-       Inspeksi
·      Bentuk hidung : asimetris, terdapat pembengkakan
·      Sekresi secret dari hidung
·      Warna mukosa atau kulit hidung kemerahan
-       Palpassi
·      Kelembapan dapat normal dapat basah
·      Nyeri tekan di daerah nares anterior
2)   Sinus
-       Inspeksi
·      Tercium bau busuk dari sekresi hidung
-       Transiluminasi
·      Cahaya tidak tertransmisi
-       Palpasi
·      Nyeri tekan di daerah pipi, di antara kedua mata, dan di atas alis.
d.   Palatum
1)   Warna kemerahan
2)   Edema
3)   Bentuk asimetris
4)   Warna sekresi mucus
e.    Orofaring
1)   Tonsila palatine memerah
2)   Edema tonsil
3)   Terdapat eksudat pada tonsil
4)   Warna eksudat yang dihasilkan
f.     Nasofaring
1)   Warna kemerahan
2)   Edema
3)   Sekresi mucus
4)   Warna sekresi
5)   Muara tuba eustakius
g.    Leher  (palpasi)
1)   Kelenjar getah bening teraba dan nyeri
2)   Nervus IX klien akan mengeluh nyeri menelan
4.    Diagnose keperawatan
a.    Ketidakefektifan jalan nafas b.d. obstruksi jalan nafas (spasme jalan nafas, retensi secret, mucus berlebih).
b.    Peningkatan suhu  tubuh (hipertermia) b.d. proses inspeksi
c.    Risiko terhadap Aspirasi b.d. obstruksi jalan nafas, adanya secret berlebih
d.   Risiko Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b. d anoreksia
e.    Nyeri akut b.d. edema atau inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil
5.      Kriteria hasil dan intervensi

No. DK
Kriteria Hasil (NOC)
Intervensi (NIC)
Rasional
1.       
Pencegahan aspirasi:
-    Tindakan personal untuk mencegah masuknya cairan dan partikel padat ke dalam paru.
Status pernafasan:
-    Jalan trakeabronkial terbuka dan bersih untuk pertukaran gas.
Status pernafasan:
-    Ventilasi: pergerakan udara masuk dan keluar paru.

Manajemen jalan nafas:
3)            Beritahu klien untuk bernafas menggunakan hidung dan ekspirasi melalui mulut
4)            Jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung (misalnya oksigen, mesin pengisapan, inhaler, dan intermittent positive pressure breathing [IPPB]
Pengisapan jalan nafas:
5)            Tentukan kebutuhan pengisapan oral atau trakea.
6)            Pantau status oksigen klien (tingkat SaO2 dan SvO2) dan status hemodinamik (tingkat MAP [mean arterial pressure] dan irama jantung segera sebelum, selama, dan setelah pengisapan).
7)            Catat jenis dan jumalh secret yang dikumpulkan.
Kewaspadaan aspirasi:
8)      Pantau jenis makanan yang klien makan.
9)      Perhatikan posisi klien seperti telentang atau setengah duduk

Peningkatan batuk:
10)  Ajarkan klien untuk batuk efektif.
11)  Berikan klien dukungan bahwa dengan batuk secret akan cepat keluar atau menurun jumlahnya.

Pengaturan posisi:
12)  Atur posisi klien yang memungkinkan untuk pengembangan maksimal rongga dada dan drainage maksimal dari secret pada sinus. (seperti posisi semifowler 450)
Pemantauan pernafasan:
13)  Kaji dan dokumentasikan hal-hal berikut ini:
1.      Frekuensi
2.      Kedalaman
3.      Upaya pernafasan
4.      Nyeri
5.      Batuk tidak efektif
6.      Mucus kental
7.      Keletihan
Bantuan ventilasi:            
-          Kaji keefektifan pemberian oksigen dan terapi
-          Berikan udara/oksigen yang telah dihumidifikasi sesuai dengan kebutuhan klien.
-          Rundingkan dengan ahli terapi pernafasan jika perlu.
Memfasilitasi kepatenan jalan nafas









Mengeluarkan secret dari jalan nfas dengan memasukkan sebuah kateter pengisap ke dalam jalan nafas oral dan/atau trakea.









Mencegah atau meminimalisi faktor resiko pada klien yang beresiko mngalami aspirasi

Meningkatkan inhalasi dalam pada klien yang memiliki riwayat keturunan mengalami tekanan intratorasik dan kompresi parenkim paru yang mendasari untuk pengerahan tenaga dalam menghembuskan udara.
Mengubah klien atau bagian tubuh klien secara sengaja untuk memfasilitasi kesejahteraan fisiologis dan psikologis.



Mengumpulkan dan menganalisis data klien untuk memastikan kepatenan jalan nafas dan pertukaran gas yang adekuat.





Meningkatkan pola nafas spontan yang optimal, yang memaksimalkan pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam paru.
2. 
Status pernafasan: Ventilasi: pergerakan udara masuk dan keluar ke dan dari paru.
Manajemen jalan nafas
14)  Beritahu klien untuk bernafas menggunakan hidung dan ekspirasi melalui mulut
15)  Jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung (misalnya oksigen, mesin pengisapan, inhaler, dan intermittent positive pressure breathing [IPPB]
Kewaspadaan aspirasi:
16)  Pantau jenis makanan yang klien makan.
17)  Perhatikan posisi klien seperti telentang atau setengah duduk

Pemantauan pernafasan:
18)  Kaji dan dokumentasikan hal-hal berikut ini:
1.      Frekuensi
2.      Kedalaman
3.      Upaya pernafasan
4.      Nyeri
5.      Batuk tidak efektif
6.      Mucus kental
7.      Keletihan
Terapi menelan


Penyuluahan keamanan bayi
Memfasilitasi kepatenan jalan nafas









Mencegah atau meminimalisi faktor resiko pada klien yang beresiki mngalami aspirasi




Mengumpulkan dan menganalisis data klien untuk memastikan kepatenan jalan nafas dan pertukaran gas yang adekuat.





Memfasilitasi menelan dan mencegah komplikasi gangguan menelan.
Memberi anjuran keamanan selama satu tahun pertama kehidupan.
3.       
Selera makan:
Keinginan untuk makan ketika keadaan sakit atau sedang menjlani pengobatan.
Perawatan diri:
Kemampuan mempersiapkan dan mengingesti makanan dan cairan secara mandiridengan atau tanpa alat bantu.
Bantuan pemberian ASI
19)  Mengajarkan klien cara menyusui yang benar
20)  Mengajarkan ibu untuk memerah ASI secara tepat. (tepat waktu, tepat memerah, tepat menyimpan, tepat menyajikan)
Manajemen gangguan makan
21)  Tentukkan motivasi klien untuk makan
22)  Jelaskan kepada klien pentingnya makan untuk penyembuhan
23)  Hilangkan kegiatan pembatasan makanan atau diet

Manajemen elektroit:




Pemantauan elektrolit
24)  Kaji dan dokumentasikan jenis, jumlah dan waktu pemberian asupan elektrolit klien

Pemantauan cairan
25)  Pantau jumlah intake dan output cairan klien
26)  Kaji turgor kulit dan keadaan dehidrasi
Manajemen cairan/elektrolit


Manajemen nutrisi
27)  Ketahui makanan kesukaan klien
28)  Pantau kandungan nnutrisi dan kalori pada catatan asupan

Terapi nutrisi
29)  Berikan kebutuhan makan 3 kali sehari ayau sesuai kebutuhan

Pemantauan nutrisi
30)  Perhatikan dan dokumentasikan jenis makanan, jumlah dan waktu makan  klien.

Bantuan perawatan diri:
Makan
31)  Bantu klien dalam memenuhi proses makan seperti membantu menyiapkan.
Mempersiapkan ibu baru untuk menyusui bayinya.







Mencegah dan menangani pembatasan diet yang sangat ketat dan aktifitas berebihan atau memasukkan makan dan minuman dalam jumlah banyak kemudian berusaha mengeluarkan semuanya.



Meningkatkan keseimbangan elktrolit dan pencegahan komplikasi akibat dari kadar elktrolit serum yang tidak normal atau di luar harapan.
Mengumpulkan dan menganalisis data klien untuk mengatur keseimbangan cairan elktrolit.



Pengumpulan dan analisis data klien untuk mengatur keseimbangan cairan.

Mengatur dan mencegah komplikasi akibat perubahan kadar cairan dan elektrolit.
Membantu atau menyediakan asuapan makanan  dan cairan diet seimbangan.




Pemberian makanan dan cairan untuk menukung proses metabolik klien.


Mengumpulkan dan menganalisis data klien untuk mencegah dan meminimalisir kurng gizi.


Membantuindividu makan
4.
Tingkat kenyamanan: tingkat  persepsi positif terhadap kemudahan fisik dan psikologis.
Pengendalian nyeri:
Tindakan individu untuk mengendalikan nyeri
Tingkat nyeri: keparahan nyeri yang dapat diamati atau dilaporkan.
Pemberian analgesic
-          Gunakan pendekatan yang positif untuk mengoptimalkan respons klien terhadap analgesic (misalnya: obat ini akan mengurangi nyeri Anda.)
Manajemen medikasi
-          Gunakan bagan alur nyeri untuk memantau peredaan nyeri oleh analgesic dan kemungkinan efek sampingnya.
-          Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi melalui pengkajian nyeri dan efeksamping
Manajemen nyeri
-          Minta klien untuk menilai skala nyeri atau ketidaknyamanan  dari skala 0-10
-          Lakukan pengkajian nyeri yang komperehensif meliputi lokasi karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, atau keparahan nyeri, dan fraktur presipitasinya.
-          Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka yang tidak mampu berkomunikasi efektif.
-          Batu klien untuk lebih berfokus pada aktivitas, bukan pada nyeri dan rasa tidak nyaman dengan menggunakan pengalihan melalui televise, radio, tape, dan interaksi dengan pengunjung.
Bantuan Analgesia yang dikendalikan oleh pasien (patient-controlled-analgesia (PCA)
Manajemen sedasi
Menggunakan agens-agens farmakologi untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri.




Memfasilitasi penggunaan obat resep atau obat bebas secara aman dan efektif.







Meringankan atau mengurangi nyeri sampai paa tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh klien.






















Memudahkan pengendalian pemberin dan pengaturan analgesic oleh klien

Memberikan sedative, memantau respons klien, dan memberikan dukungan fisiologis yang dibutuhkan selama prosedur iagnostik atau turapeutik.
5.
Termoregulasi
Keseimbangan antara produksi panas, peningkatan panas, dan kehilangan panas.

Tanda-tanda vital
Nilai suhu, denyut nadi, frekuensi pernfasan, dan tekanan darah dalam rentang normal.
Regulasi suhu
-          Untuk dewasa pantau suhu oral , suhu oral lebih akurat.
-          Berikan obat antipiretik jika perlu
-          Pantau aktivitas kejang
-          Anjurkan asupan cairan oral, sedikitnya 2 liter sehari, dengan tambahan cairan selama aktivitas yang berlebihan atau aktivitas sedang dalam cuaca panas.
-          Gunakan waslap dingin (atau kantong es yang dibalut dengan kain) di aksila, kening, tengkuk, dan lipat paha.
Penmantauan tanda vital
-          Ukur frekuensi nadi, respirasi, tekanan dan skala nyeri.

Mencapai atau mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal
















Mengumpulkan dan menganalisis data kardiovaskular, pernafasan, dan suhu tubuh untuk menentukkan serta mencegah komplikasi.



BAB IV
PENUTUP


A.Simpulan
Infeksi saluran pernafasan atas merupakan infeksi yang terjadi pada organ respirasi bagian atas. Terjadi penyebab invasi dari berbagai virus dan bakteri yang masuk melewati aliran udara dan makanan. Berikut ini adalah beberapa penyakit infeksi saluran pernafasan atas. Infeksi tersebut mengenai organ saluran pernafasan atas berupa influenza, sinusitis, faringitis, tonsillitis, dan laryngitis.
Saluran nafas atas terdiri dari rongga hidung, faring, laring, dan trakea.Meskipun ada beberapa buku yang menyebutkan bahwa tidak trakea termasuk ke dalam saluran pernafasan bagian bawah.
Gejala yang khas terjadi pada infeksi saluran pernafasan atas adalah:
1.        Demam
2.        Sakit kepala
3.        Badan lemah
4.        Nyeri otot dan sendi
5.        Nafsu makan menurun
6.        Batuk
7.        Pilek
8.        Nyeri tenggorokan.
9.        Nyeri Menelan
10.    Perasaan penuh pada kepala
11.    Hidung tersumbat
Pengkajian yang dilakukan pada klien dengan ISPA berfokus pada pemeriksaan fisik system respirasi bagian atas. Melalui metode inspeksi, palpasi dan menggunakan alat tambahan penlight untuk tranmisi cahaya pada sinus.
Intervensi yang dapat dilakukan pada klien dengan masalah ISPA terdiri dari:
  1. Mandiri
a.       Tirah baring dengan posisi semifowler 30-45o dan pastikan klien nyaman.
b.      Pemberian intake cairan sesuai kebutuhan
c.       Pemberian nutrisi yang berupa makanan hangat dan lunak.
d.      Pemberian kompres panas basah
e.       Memfasilitasi klien dengan menjaga kebersihan ruangan dan tetap hangat
  1. Kolaborasi
a.       Pemberian obat antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh
b.      Pemberian Obat analgetik untuk menurunkan nyeri
c.       Pemberian antibiotika untuk menurunkan invasi bakteri
d.      Pemberian obat antiinflamasi
  1. Health education
a.       Anjurkan klien untuk menghindari makanan yang pedas, terlalu panas atau dingin, dan berminyak.
b.      Anjurkan klien untuk tidak merokok dan menjauhi inhalasi asap atau debu
c.       Anjurkan klien untuk tirah baring
d.      Anjurkan klien untuk tidak mengurangi nafsu makan

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penyusun dapat memberikan saran sebagai berikut.
1.    Sebaiknya jika terpapar ISPA maka harus ditangani dengan cepat agar prognosis menjadi baik. Karena komplikasi dari ISPA dapat berujung fatal.
2.    ISPA sangat erat hubungannya dengan penularan, maka mempertahankan personal hygiene dan kebersihan lingkungan.
3.    Disarankan untuk memakai masker dan menghinari inhalasi asap dan debu.
4.    Jika merasa tanda dan gelaja ISPA maka disarankan untuk menghindari makanan yang terlalu panas , peda, dan berminyak
DAFTAR PUSTAKA


Adams, George L., Boies, Lawrence R., dan Highler, Peter H. 2014. Boies. Buku ajar penyakit THT.Jakarta:EGC
Lucente, frank E. 2011. Ilmu THT esensial. Jakarta: EGC.
Nagel, Patrick dan Gurkov, Robert. 2012. Dasar-dasar ilmu THT Ed.2. Jakarta:EGC
Soemantri, irman.2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Soeparman,1993. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:balai penerbit FKUI.
Wilkinson, Judith M. 2012. Buku saku diagnose keperawatan. Jakarta: EGC

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »