BAB I
PENDAHULUAN
Kunjungi dan Baca Juga Artikel Menarik Seperti dibawah Ini !!!
asuhan keperawatan pada klien pediculosis 2016
A.
LATAR BELAKANG
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan
membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial
dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004).
Penyakit pada kulit bisa disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor
lingkungan dan kebiasaan hidup sehari-hari. Lingkungan yang sehat dan hygiene yang bersih akan membawa efek yang baik bagi kulit. Demikian pula
sebaliknya, akan menjadi sumber munculnya berbagai macam penyakit (Faulkner,
2008).
Masalah kulit di Indonesia umumnya seringkali mengeluh gatal di seluruhtubuh. Seringkali
pasien di kirim/rujuk ke klinik kulit dengan “gatal di seluruhtubuh” sebagai
diagnosis. Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan kulit, anda akan
menemukan pasien tersebut menderita berbagai macam kelainan seperti eksim,
urtikaria,erupsi obat, infeksi kulit kulit akibat Bakteri dan Virus, skabies
atau penyakit kulit lain. Pemeriksaan kulit sebaiknya dilakukan dengan
cahayayang baik, dan lebih disukai sinar matahari langsung. Idealnya seluruh
kulittubuh harus diperiksa. Luas dan lokasi seluruh lesi penting untuk
membuatdiagnosis dan tatalaksana.
Beberapa istilah digunakan untuk mendeskripsikan lesi kulit,
yaitu: Makula:perubahan warna kulit semata yang berbatas tegas. Papul:
suatupenonjolan kecil berbatas tegas dan superfisial. Plak: penonjolan
superfisialberbatas tegas, lebih besar dari papul. Likenifikasi: penebalan
pada kulitdengan garis kulit yang makin jelas dan dalam, disebabkan oleh
garukan dangesekan. Nodul: proliferasi padat, batas tegas dan terpisah
dari jaringansekitarnya serta seringkali terletak di dermis atau subkutis. Vesikel:gelembung
berisi cairan serum. Pustul: vesikel yang berisi pus. Urtika:elevasi
kulit yang bersifat sementara disebabkan oleh edema pada dermisbagian atas,
mengakibatkan gatal yang berat. Atrofi: penipisan lapisan kulit. (Emmy S. Sjamsoe Daili, Sri Linuwih Menaldi, I Made Wisnu, 2012)
Berdasarkan latar belakang diatas maka kami tertarik untuk membuat makalah tentang “Asuhan Keperawatan Infeksi Bakteri dan Virus pada Sistem Integumen”.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian
dari infeksi bakteri dan virus pada
sistem integumen?
2. Apa
penyebab/etiologi terjadinya infeksi bakteri dan
virus pada sistem integumen?
3. Bagaimana
perjalanan terjadinya infeksi bakteri dan
virus pada sistem integumen?
4. Bagaimana penatalaksanaan infeksi bakteri dan virus pada sistem
integumen?
5. Apa saja komplikasi dari infeksi bakteri dan virus pada sistem integumen?
6. Apa tanda gejala dari infeksi bakteri dan virus pada sistem integumen?
C.
TUJUAN
1. Untuk mengetahui
pengertian dari infeksi bakteri dan virus pada
sistem integumen
2. Untuk mengetahui etiologi atau penyebab timbulnya
infeksi bakteri dan virus pada sistem integumen
3. Untuk mengetahui perjalanan terjadinyainfeksi bakteri dan virus pada sistem integumen
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan infeksi bakteri dan virus pada sistem
integumen
5. Untuk mngetahui komplikasi dari infeksi bakteri dan virus pada sistem
integumen
6.
Untuk
mngetahui tanda gejala dari infeksi bakteri dan virus pada sistem integumen
BAB 2
LANDASAN TEORI
A.
Konsep Dasar
Medis
·
Anatomi dan
Fisiologi
Kulit merupakan salah satu
organic terbesar dari tubuh dimana kulit membentuk 15% dari berat badan
keseluruhan. Kulit memiliki daya regenerasi yang besar.
Lapisan kulit terdiri dari :
ü
Stratum korneum
Lapisan
tanduk yang terdiri dari sel gepeng yang mati tidak berinti, mengandung
keratin.
ü
Stratum lusidum
Sel gepeng tidak berinti yang
jelas terlihat pada telapak kaki dan tangan dengan ketebalan empat sampai 7
lapisan.
ü
Stratum granulosum
Yang merupakan sel gepeng
berkulit kasar dan berinti, sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapisan yang
sejajar dengan permukaan kulit.
ü
Stratum spinosum
Yaitu lapisan yang paling
tebal dan terdiri dari banyak glikogen
ü
Stratum basale
Bentuknya silindris dengan
inti yang lonjong, didalamnya terdapat butir butir yang halus disebut butir
melanin warna.
Fungsi kulit
:
ü
Sebagai pelindung bagian tubuh
didalamnya
ü
Sebagai peraba dan komunikasi
ü
Sebagai alat pengatur panas
ü
Sebagai tempat penyimpanan
ü
Sebagai alat absorpsi
ü
Sebagai ekskresi
B.
Infeksi
Virus
Infeksi
merupakan proses invasif oleh organisme dan berproliferasi di dalam tubuh
sehingga menimbulkan penyakit (Potter & Perry, 2005). Sedangkan infeksi
kulit merupakan suatu penyakit yang ditimbulkan karena suatu bakteri/kuman,
virus, jamur. Berikut beberapa infeksi pada kulit
yang disebabkan oleh virus, antara lain Varicella dan Herpes zoster.
1. Definisi
a)
Varisela
Cacar air atau
disebut Varicella simplex adalah penyakit menular akibat infeksi virus
Varicella zoster yang menyerang kulit dan mukosa dengan kelainan berbentuk
vesikula yang tersebar. Infeksi ini terutama menyerang anak-anak dan bersifat
menular. (Arif muttaqin, 2011).
b)
Herpes zoster
Herpes
zoaster merupakan kelainan inflamatorik viral dimana virus menyebabkan
timbulnya erupsi vesicular yang terasa nyeri di sepanjang distribusi saraf
sensorik dari satu atau lebih ganglion posterior. (Arif Mutaqin, 2011).
Herpeszoster
(shingles, cacar monyet) diasumsikan sebagai keadaan yang menggambarkan
reaktivasi virus varisela (penyakit cacar air) yang laten dan mencerminkan
penurunan imunitas. (Brunner dan Suddarth)
Herpes zoester
adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh virus Varicella-zoaster virus. Dan
merupakan virus DNA. (Price and Wilson)
Jadi, dapat
disimpulkan Herpes zoster adalah keadaan kelainan inflamatorik viral yang
diasumsikan sebagai reaktivasi virus Varicella yang menyebabkan timbulnya
erupsi vesicular yang terasa nyeri.
2. Tes Diagnostik
Untuk pemeriksaan virus varicella
zoster (VZV) dapat dilakukan beberapa test yaitu :
·
Tzanck smear
Preparat diambil dari discraping
dasar vesikel yang masih baru, kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu
hematoxylin-eosin, Giemsa’s, Wright’s, toluidine blue ataupun Papanicolaou’s.
Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated giant cells. Namun
pemeriksaan ini tidak dapat membedakan antara virus Varicella dan Herpes
zoster.
·
Direct fluorescent assay (DFA)
Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk
krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif.Pemeriksaan ini dapat membedakan
antara VZV dengan Herpes simpleks virus.
·
Polymerase chain reaction (PCR)
Pemeriksaan
dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif. Dengan metode ini dapat
digunakan berbagai jenis preparat seperti scraping dasar vesikel dan apabila
sudah berbentuk krusta dapat juga digunakan sebagai preparat, dan CSF.
Sensitifitasnya berkisar 97 - 100%. Test ini dapat menemukan nucleic acid dari
virus varicella zoster.
·
Biopsi kulit
Hasil pemeriksaan histopatologis :
tampak vesikel intraepidermal dengan degenerasi sel epidermal dan acantholysis.
Pada dermis bagian atas dijumpai adanya lymphocytic infiltrate.
3. Pengobatan
-
Asiklovir
Adalah salah satu obat antivirus
yang digunakan untuk mengobati infeksi virus seperti varisela dan herpes
zoster. Asiklovir tidak dapat menghilangkan virus sepenuhnya dari tubuh. Obat
ini berfungsi untuk mencegah penyebaran dan perkembangan dari infeksi virus.
Dosis asiklovir diresepkan berdasarkan jenis infeksi, tingkat keparahan dan
sesuai anjuran dokter dalam mengonsumsinya, namun umumnya antara 600-1000 mg
per hari. Obat ini memiliki efek samping membuat kulit menjadi lebih sensitive
terhadap cahaya matahari, diare, sakit perut, mual, kembung, demam, ruam, rasa
gatal, kelelahan dan rasa mengantuk.
4.
Tabel Infeksi Virus
Etiologi
|
Masa Inkubasi & Predileksi
|
Tanda & Gejala
|
Komplikasi
|
Penatalaksaanaan
|
|
Varisela
|
Virus Varisela Zoester
|
Imunokompeten : 10-21
hari
Imunokompromais : 14
hari
Seluruh tubuh
(epidermis) |
- Demam
- Malaise
- Nyeri kepala
- Mual dan muntah
- Anoreksia
- Makula kecil yang
eritematosa pada daerah wajah dan dada
- Timbul vesikel
- Ada jaringan parut
|
- Resiko tinggi
terkena bakteri
- Herpes zoester
|
- Pemberian
antipiretik, analgesik, antivirus I (golongan asiklovir, valasiklovir,
famasiklovir)
- Nonfarmakologi :
1. Saat klien demam
berikan kompres hangat untuk menghilangkan nyeri
2. Klien dianjurkan
untuk tirah baring (bedrest)
3. Personal hygiene ditingkatkan
4. Klien diajarkan
teknik nafas dalam dan teknik distraksi dan relaksasi
5. Menjaga ruangan
agar tetap nyaman dan bersih
6. Memberikan posisi
yang nyaman
|
Herpes Zoester
|
Virus Herpes Zoester
|
Seluruh tubuh
(epidermis)
|
- Demam
- Malaise
- Nyeri kepala
- Fatigue
- Mual dan muntah
- Kemerahan, gatal
- Nyeri, rasa kesemutan
- Ada rasa terbakar
dan tertusuk
|
- Resiko tinggi
terkena bakteri
|
5.
Asuhan Keperawatan Infeksi Virus Sistem Integumen
A.
Pengkajian
Pada anamnesis ditemukan adanya kontak dengan penderita varisela atau
herpes zoester. Pada anak-anak gejala prodromal adalah ringan terdiri atas
malaise, nyeri kepala, dan demam timbul sebelum erupsi keluar. Pada orang
dewasa gejala prodromal lebih berat dan lebih lama. Tingginya demam sesuai
dengan luasnya lesi bahkan terkadang mencapai 40-41˚C selama 4-5 hari. Pada
beberapa penderita juga sering disertai rasa gatal.
Pada pemeriksaan
fisik lokalis, lesi menyebar di seluruh tubuh dimulai dari suatu vesikula dan
akan berkembang lebih banyak di seluruh tubuh. Sering terdapat vesikula pada
mukosa mulut dan kadang-kadang juga pada mukosa lain seperti pada konjungitva.
Setelah 5 hari kebanyakan lesi mengalami krustasi dan lepas dalam waktu 1-3
minggu. Penyakit dianggap dapat menular sejak 4 hari sebelum erupsi timbul
sampai 5 hari sesudah erupsi timbuh. Ciri khas infeksi virus pada vesikula
adalah terdapat betukan umbilikasi (delle) yaitu vesikula di mana bagian
tengahnya cekung ke dalam.
Pengkajian penatalaksanaan medis
Tujuan tata laksana Varicela
adalah untuk meredakan rasa nyeri dan mengurangi atau menghindari komplikasi
1. Bila terdapat infeksi sekunder dapat diberikan atibiotik oral :
-
Dikloksasilin 12,5-50 mg/kg/hr
-
Eritromisin stearat : 4 x 250-500
mg/hari
2. Asiklovir, sebaiknya sedini mungkin (dalam 1-3 hari pertama)
a. Dewasa : 5 x 800 mg/hr (selama 7-10 hari)
b. Anak : 20 mg/kgBB/kali 800 mg 4 kali/hari (5 hari)
c. Salep antibiotik : yang erosi diberikan salep sodium fusidat
B.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d respon inflmasi lokal sekunder dari kerusakan saraf perifer kulit
2. Hipertermi b.d respon inflamasi sistemik
3. Gangguan gambaran diri (citra diri) b.d perubahan struktur kulit
4. Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur b.d respon nyeri, prognosis penyakit
dan ketidaktahuan
5. Kebutuhan pemenuhan informasi b.d tidak adekuat sumber informasi, risiko
penularan, ketidaktahuan program perawatan dan pengobatan.
C.
Intervensi
Nyeri berhubungan dengan respon inflamasi lokal saraf perifer kulit
|
|
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurang/hilang atau teradaptasi
Kriteria evaluasi :
- secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi.
Skala nyeri 0-1 (0-4)
- dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
- pasien tidak gelisah
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji nyeri dengan pendeketan PQRST
|
Menjadi parameter dasar untuk mengetahui sejauh mana intervensi yang
diperlukan dan sebagai evaluasi keberhasilan dari intervensi manajemen nyeri
keperawatan
|
Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan
non-invasif
|
Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
menunjukkan ketidakefektifan dalam mengurangi nyeri
|
Lakukan manajemen nyeri keperawatan :
- atur posisi fisiologis
- istirahatkan klien
- manajemen lingkungan : lingkungan tenang dan batasi pengunjung
- ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam
- ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
- lakukan manajemen sentuhan
|
Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 ke jaringan yang
mengalami iskemia
Istirahat akan menurunkan
kebutuhan O2 jaringan perifer dan akan meningkatkan suplai darah
pada jaringan yang mengalami peradangan
Lingkungan tenang akan menurunkan
stimulus nyeri eskternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan
kondisi O2 ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung
yang berada di ruangan
Meningkatkan asupan O2
sehingga menurunkan nyeri sekunder dari iskemia jaringan
Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
menurunkan stimulus internal dengan mekanisme peningkatan produksi endorphin
dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke
korteks serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri
Manajemen sentuhan pada saat nyeri
berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri. Masase
ringan dapat meningkatkan aliran darah dan dengan otomatis membantu suplai
darah dan oksigen ke area nyeri dan menurunkan sensasi nyeri
|
Tingkatkan pengetahuan : sebab-sebab nyeri dan menghubungkan berapa lama
nyeri akan berlangsung
|
Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya dan dapat
membantu mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik
|
Kolaborasi dengan dokter dengan pemberian analgetik
|
Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang
|
Hipertermi berhubungan
dengan respon inflamasi sistemik
|
|
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam perawatan suhu tubuh menurun
Kriteria evaluasi : suhu tubuh dapat menjadi normal 36,5-37,5 ˚ C
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Monitor suhu tubuh pasien
|
Peningkatan suhu tubuh yang berkelanjutan pada pasien varisela akan
memberikan komplikasi pada kondisi penyakit yang lebih parah (seperti
ensefalitis pascaverarisela dan pneumonia pascavarisela) efek sekunder dari
peningkatan tingkat metabolisme umum dan dehidrasi akibat hipertermi
|
Beri kompres dingin di kepala dan aksila
|
Memberikan respon dingin pada pusat pengatur panas dan pada pembuluh
darah besar
|
Pertahankan tirah baring total selama fase akut
|
Mengurangi peningkatan proses metabolisme umum
|
Pertahankan asupan cairan minimal 2.500 ml sehari
|
Selain sebagai pemenuhan hidrasi tubuh juga akan meningkatkan pengeluaran
panas tubuh melalui sistem perkemihan maka panas tubuh juga dapat keluar
melalui urine
|
Kolaborasi pemberian analgetik-anatipiretik
|
Analgetik diperlukan untuk penurunan respon nyeri.
Antipiretik diperlukan untuk menurunkan panas tubuh dan memberikan
perasaan nyaman pada pasien
|
Gangguan gambaran diri (citra diri) berhubungan dengan perubahan struktur
kulit
|
|
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam citra diri pasien meningkat
Kriteria evaluasi :
- mampu menyatakan atau menomunikasikan dengan orang terdekat tentang
situasi dan perubahan yang sedang terjadi
- mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan
|
Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau
pemilihan intervensi
|
Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada klien
|
Beberapa klien dapat menerima secara efektif kondisi perubahan fungsi
yang dialaminya sedangkan yang lain mempunyai kesulitan dalam menerima
perubahan fungsi yang dialaminya sehingga memberikan dampak pada kondisi
koping maladaptif
|
Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan hal-hal
sebanyak-banyaknya untuk dirinya
|
Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga
diri serta mempengaruhi proses rehabilitasi
|
Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi
dalam aktivitas rehabilitasi
|
Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran
individu masa mendatang
|
Monitor gangguan tidur, peningkatan kesulitan konsetrasi, letargi, dan
withdrawl
|
Dapat mengindikasikan terjadinya depresi yang umumnya terjadi di mana
keadaan ini memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut
|
Kebutuhan pemenuhan informasi berhubungan dengan tidak adekuat sumber
informasi, resiko penularan, ketidaktahuan program perawatan dan pengobatan
|
|
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam klien mampu melaksanakan apa yang telah diinformasikan
Kriteria evaluasi :
- klien terlihat mengalami penurunan potensi menularkan penyakit yang
ditunjukkan oleh kegagalan kontak kliem
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Identifikasi orang lain yang berisiko. Contoh: anggota rumah, sahabat
|
Orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah
penyebaran infeksi
|
Kaji tindakan. Control infeksi sementara, contoh kebersihan diri dan
kontak langsung kulit
|
Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dengan membuang stigma
sosial berhubungan dengan penyakit menular
|
Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang virus
|
Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola hidup
dan menghindari insiden eksaserbasi
yang bisa menyebabkan kondisi herpes zoester
|
Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat
|
Periode singkat berakhir 2 sampai 3 hari sedangkan resiko penyebaran
infeksi dapat berlanjut sampai 1 bulan
|
Anjurkan intervensi untuk mencegah infeksi sekunder
|
Intervensi mencegah infeksi sekunder dilakukan untuk menurunkan invasi
bakteri terhadap adanya pintu masuk kuman melalui lesi kulit varisela,
melalui tindakan berikut:
- membersihkan kulit sesering mungkin dengan air bersih dan sabun
- menjaga kebersihan tangan kuku
pendek
- menggunakan pakaian tetap kering dan bersih
|
C.
Infeksi
Bakteri (Pioderma)
Infeksi bakteri
pada kulit dapat berupa primer atau sekunder. Infeksi kulit primer berawal dari
kulit yang sebelumnya tampak normal dan biasanya infeksi ini disebabkan oleh
satu macam mikroorganisme. Infeksi kulit sekunder terjadi akibat kelainan kulit
yang sudah ada sebelumnya atau akibat disrupsi keutuhan kulit karena cedera
atau pembedahan. Pada kedua keadan ini, beberapa jenis mikroorganisme dapat
terlibat, misalnya Staphylococcus aureusatau streptokus grup A.
Infeksi bakteri primer yang paling sering terjadi, antara lain: Impetigo, Folikulitis, Furunkel,
Karbunkel, Selulitis, Erisipelas dan Morbus Hansen.
1. Definisi
a)
Impetigo
Impetigo adalah
penyakit piogenik pada kulit yang bersifat superfisial, bersifat mudah menular
yang disebabkan oleh Staphylococcus
dan/atau Streptococcus. Impetigo
terbagi dalam dua bentuk yaitu impetigo bulosa dan impetigo non bulosa. (Arif
Muttaqin,2011)
Impetigo merupakan
infeksi superfisial kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus atau lebih dari satu jenis
bakteri.(Medical Surgical Nursing)
Jadi dapat
disimpulkan bahwa impetigo adalah penyakit piogenik pada kulit yang bersifat
superfisial yang mudah menular yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus atau lebih dari satu jenis bakteri.
b)
Folikulitis
Folikulitis adalah
respon peradangan pada folikel rambut akibat infeksi folikel rambut atau satu
folikel rambut. Peradangan biasanya terbatas pada folikel superfisial dan
disebabkan oleh infeksi S. aureus
atau bisa menjadi sekunder dari trauma folikuler atau oklusi pada folikel.
c)
Furunkel
Furunkel adalah inflamasi akut yang timbul
dalam pada satu atau lebih folikel rambut dan menyebar ke lapisan dermis
disekitarnya. Kelainan ini lebih dalam dari folikulitis. (Arif Muttaqin, 2011).
Furunkeldapat pada setiap bagian tubuh kendati lebih prevalen pada
daerah-daerah yang mengalami iritasi, tekanan, gesekan dan perspirasi yang
berlebihan, seperti bagian posterior leher, aksila, atau pantat. (Brunner dan suddarth, 2001).
Jadi furunkel adalah inflamasi akut yang timbul pada beberapa folikel
rambut dengan iritasi dan nyeri bila ditekan.
d)
Karbunkel
Karbunkel adalah abses pada kulit
dan jaringan subkutan yang merupakan beberapa furunkel yang membentuk kelompok
(cluster). (Arif,2011)
Karbunkel adalah sekumpulan bisul
yang menyebabkan pengelupasan kulit yang luas serta membentukan jaringan parut.
(Siregar, 2005)
Jadi, karbunkel
merupakan kumpulan folikel rambut yang terinfeksi dilapisan subkutan dan
menyebabkan pengelupasan kulit.
e)
Selulitis
Selulitis merupakan
inflamasi jaringan subkutan dimana proses inflamasi, yang umumnya dianggap
sebagai penyebab adalah bakteri S.aureus
dan atau Streptococcus (Arif Mutaqin,
2011)
Selulitis adalah
penyebaran infeksi pada kulit yang meluas hingga jaringan subkutan
(Doengoes,2000)
Jadi, selulitis
merupakan inflamasi jaringan subkutan yang disebabkan oleh bakteri S.aureus dan Streptococcus.
f)
Erisipelas
Erisipelas ialah penyakit infeksi
akut biasanya disebabkan oleh
Streptococccus Beta hemolyticus. Selalunya pasien mengalami demam,
malese, edema, vesikel, dan bula.
Erisipelas selalunya dijumpai di tungkai
kaki dan wajah pasien. Kulit apabila diraba lembut dengan kelihatan
seperti peau d’orange. Hal ini disebabkan karena folikel rambut diselubungi
dengan edema. (Arif Muttaqin, 2011).
g) Morbus Hansen
Morbus Hansen atau yang biasa disebut lepra adalah penyakit kronis yang
disebabkan oleh infeksi Mycobacteriumm leprae. (Dwi, 2008)
Morbus Hansen (kusta, lepra) adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan
oleh kuman Mycobacterium leprae yang menyerang saraf tepi (primer), kulit, dan
jaringan tubuh lainnya kecuali susuan saraf pusat. (Muttaqin, 2011)
Kusta adalah adalah penyakit infeksi kronik, penyebabnyai ialah
Mycobacterium leprae yang intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas
pertama lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat
ke organ-organ lain kecuali susunan saraf pusat (Kosasih, 1983)
Jadi Morbus Hansen atau kusta atau lepra adalah penyakit kronis yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae yang dapat menyerang saraf tepi,
kulit dan jaringan tubuh lainnya namun tidak pada susunan saraf pusat.
2.
Tes Diagnostik
·
Biopsi Kulit
Biopsi kulit merupakan teknik
pemeriksaan yang sangat penting untuk menentukan diagnosis pada banyak kelainan
kulit. Kadang-kadang hal ini sangat diperlukan untuk mendapat kepastian
diagnosis klinis sebelum memulai pengobatan. Contoh yang baik untuk hal ini
adalah kanker, kelainan bulosa dan infeksi-infeksi seperti tuberculosis dan
lepra.Ada dua cara yang biasa digunakan untuk memperoleh sampel kulit untuk
pemeriksaan laboritorium:
ü Biopsy
insisi/eksisi
Tindakan ini membutuhkan sample
pemeriksaan yang cukup besar ukurannya dan dapat juga dipakai untuk
mengangkat lesi yang sangat besar.
ü Punch
biopsy
Cara ini jauh lebih cepat, namun
hanya memperoleh sampel yang kecil dan hanya cocok untuk biopsy diagnostic atau
mengangkat lesi yang kecil.
·
Pemeriksaan histopatologi yang
diperlukan untuk klasifikasi penyakit
·
Pemeriksaan bakteriologi untuk
menentukan indeks bakteriologi (IB) dan indeks morfologi (IM). Pemeriksaan ini
penting untuk menilai hasil pengobatan dan menentukan adanya resistensi
pengobatan serta menegakkan diagnosis. Sediaan dibuat dengan perwarnaan
terhadap basil tahan asam antara lain dengan ZIEHL, NEELSEN. Bakterioskopik
negatif pada seseorang bukan berarti orang tersebut tidak mengantung M. leprae.
3. Pengobatan
-
Topikal
Antibiotik topikal yang dapat digunakan adalah yang tidak
digunakan secara sistemik untuk mencegak resistensi dan hipersensitivitas,
contohnya adalah basitrasin, neomisin dan mupirosin. Neomisin juga dapat
digunakan untuk infeksi bakteri
gram negatif. Untuk kompres terbuka, dapat digunakan larutan permanganas
kalikus 1/5000, larutan rivanol 0,1% dan povidone iodine 7,5% yang dilarutkan
10 kali.
-
Linkomisin dan
Kindamisin
Dosis linkomisin 3×500 mg sehari selama 5-7 hari. Dosis
klindamisin adalah 4×150 mg sehari. Pada infeksi berat, dosis dapat dinaikan
menjadi 4×300-450 mg sehari. Efek samping yang mungkin muncul adalah
pseudomembranosa meskipun cukup jarang. Klindamisin saat ini lebih
direkomendasikan karena potensi antibakterinya lebih tinggi, efek samping lebih
sedikit. Selain itu, pada pemberian oral, obat ini tidak dihambat oleh asam
lambung.
-
Eritromisin
Dosis eritromisin adalah 4×500 mg sehari. Efektifitanya
kurang dibandingkan dengan linkomisin atau klindamisin, dan obat golongan
penisilin resisten-penisilinase. Selain itu, obat ini juga cepat menyebabkan
resistensi. Juga, dapat memberikan rasa tidak enak di lambung.
Jenis pengobatan
yang diberikan pada penderita kusta adalah :
-
Melalui obat-obatan :
1. Tipe pausibasiler (PB): jenis obat dan dosis untuk orang dewasa :
a. Rifampisin 600mg/bulan diminum di depan petugas
b. DDS tablet 100mg/hari diminum di rumah
Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan. Setelah
selesai pasien dinyatakan RFT (release from treatment) atau berhenti minum obat
kusta meskipun secara klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO pasien tidak
dinyatakan lagi RFT melainkan dengan istilah completion of treatment cure dan
pasien tidak lagi dalam pengawasan
2. Tipe multibasiler (MB): jenis obat dan dosis untuk orag dewasa :
a. Rifampisin 600mg/bulan diminum di depan petugas
b. Klofazimin 300 mg/bulan diminum di depan petugas, dilanjutkan dengan
klofazimin 50mg/hari diminum di rumah.
c. DDS tablet 100 mg/hari diminum di rumah
Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36
bulan. Sesudah selesai diminum 24 dosis, pasien dinyatakan RFT meskipun secara
klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri positif. Menurut WHO
pengobatan MB diberikan untul 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan
pasien langsung dinyatakan RFT
-
Pengobatan reaksi reversal
Perlu diperhatikan apakah reaksi
ini disertai neuritis atau tidak karena kalau tanpa neuritis tidak perlu diberi
pengobatan tambahan. Kalau ada neuritis, obat pilihan pertama adalah
kortikosteroid yang dosisnya juga disesuaikan dengn berat ringannya neuritis
karena makin berat makin tinggi dosisnya. Biasanya yang dipakai adalah
prednisone 15-30mg sehari kemudian diturunkan dosisnya perlahan-lahan.
Pengobatan harus secepat-cepatnya dan dengan dosis yang adekuat untuk
mengurangi terjadinya kerusakan saraf secara mendadak. Anggota gerak yang
terkena neuritis harus diistirahatkan. Analgetik dan sedative kalau diperlukan
dapat diberikan.
-
Rehabilitasi
Usaha-usaha untuk rehabilitasi
yang dapat dilakukkan untuk cacat ubuhnya ialah diantara lain medis yaitu dengan
jalan operasi dan fisioterapi. Meskipun hasilnya tidak sempurna kembali ke asal
tetapi fungsinya dan secara kosmetik dapat diperbaiki.
4.
Tabel Infeksi Bakteri (Pioderma)
Etiologi
|
Masa Inkubasi & Predileksi
|
Tanda & Gejala
|
Komplikasi
|
Penatalaksaanaan
|
|
Impetigo
|
Staphylococcus aureus, Streptococcus sp.
|
±10 hari
Semua bagian kulit (epidermis)
|
Impetigo Non Bulosa:
- Pustula kecil
- Adanya krusta
Impetigo Bulosa
- Timbul lepuhan kulit
- Terbentuknya krusta
|
- Dermatitis
- Selulitis
- Peradangan ginjal
|
- Pemberian topical : membersihkan lesi dengan antiseptic. Bila lesi
basah, lesi dikompres dengan larutan permanganas kalikus 1 : 10.000. Bila
lesi kering, olesi dengan salep yang mengandung mupirosin 2%. Antibiotic
topical yang dapat dipakai adalah: asam fusidat dan gentamisin.
- Pemberian obat sistemik :
1. Penisilin V per oral
2. Irtromisin per oral
3. Amoxicilin per oral
4. Sefalosporin per oral
5. Eritromisin per oral
6. Klindamisin per oral
- untuk furunkel dan karbunkel : diberikan antibiotic topikal basitrasin,
neomisin, muipirosin
|
Selulitis
|
17 – 21 hari
Sepanjang tungkai kaki
(dermis dan subkutis)
|
- Kemerahan atau peradangan yang terlokalisasi
- Terjadi pembengkakan
- Kulit menjadi licin
- Nyeri tekan
- Teraba hangat
- Adanya ruam kulit dengan batas tegas
- Memar dan lepuhan kecil
- Demam
- Malaise
|
- Bakteremia
- Lokal abses
- Limpangitis
- Tromboplebitis
- Gangren
|
||
Folikulitis
|
Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus
|
Folikel rambut
(epidermis)
|
- Pustula kecil dengan dasar kemerahan di tengah-tengah folikel
|
- Furunkel
|
|
Furunkel
|
Posterior leher, aksila, bokong
(epidermis)
|
- Abses yang nyeri pada tempat infeksi
- Terjadi fluktuasi
- Kemerahan di sekitar tempat infeksi
|
- Karbunkel
|
||
Karbunkel
|
Folikel rambut (subkutan)
|
- Lesi berbentuk kubah dan lunak
- Kemerahan
- Terjadi supurasi dan nanah dari muara folikel
|
- Bakteremia
- Shock septic
- Infeksi metastasis
- Kematian
|
||
Erisipelas
|
Streptococcus ß
hemolyticus,
Staphylococcus aureus
|
2 – 5 hari
Wajah dan tungkai kaki
(dermis dan subkutis)
|
- Demam
- Malaise
- Edema
- Bula
- Nyeri kepala
- Mual dan muntah
- Kemerahan
|
- Limpangitis
- Sepsis
|
|
Morbus Hansen
|
Mycobacterium leprae
|
Saraf tepi dan kulit (subkutis)
|
Pausibasiler
·
Bercak atau makula
- Jumlah : 1-5
- Ukuran : kecil dan besar
- Distribusi : unilateral/bilateral, asimetris
- Konsistensi : kering dan kasar
- Batas : tegas
- Kehilangan rasa : selalu ada dan jelas
- Area : tidak berkeringat dan
ada bulu rontok pada bercak.
Multibasiler
·
Bercak atau makula
- Jumlah : >5 (banyak)
- Ukuran : kecil-kecil
- Distribusi : bilateral, simetris
- Konsistensi : halus dan berkilat
- Batas : kurang tegas
- Kehilangan rasa : tidak jelas
- Area : berkeringat dan bulu tidak rontok
|
- Deformitas
- Kerusakan mata
|
5.
Asuhan Keperawatan Infeksi Bakteri Sistem Integumen
A.
Pengkajian
Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan nyeri lokal dan pada beberapa
klien didapatkan adanya keluhan malaise, demam, dan menggigil. Penting untuk
dikaji riwayat yang dapat meningkatkan resiko selulitis, seperti penyakit
diabetes mellitus, riwayat intervensi diagnostic invasive pada penyakit
jantung, riwayat penggunaan obat imunosupresan atau kortikosteroid, riwayat
pascabedah penggantian sendi pinggul (total hip replacement), pascabedah
mastektomi radikal, serta pascareseksi untuk bypass koroner. Selain itu, juga
penting untuk dikaji adanya riwayat yang mencederai kulit walaupun hanya cedera
ringan, misalnya kondisi goresan, abrasi, gigitan hewan, suntukan intravena
atau narkoba subkutan dan pembuatan tato.
Pada pemeriksaan fisik, fase awal bisa didapatkan adanya kemerahan dan
nyeri tekan yang terasa di suatu daerah yang kecil di kulit. Kulit yang
terinfeksi menjadi panas dan bengkak, serta tampak seperti kulit jeruk yang
mengelupas. Dengan berlanjutnya panyakit, status lokalus didapatkan adanya lesi
kulit berupa eritema lokal yang nyeri, dengan cepat menjadi makin merah, meluas
namun batasnya tak jelas (difus) dan tepi tidak meninggi. Terkadang bagian
tengahnya menjadi nodular dan bagian atasnya terdapat vesikula yang pecah
mengeluarkan pus (nanah) serta jaringan nekrotik.
Oleh karena infeksi menyebar ke daerah yang lebih luas, maka kelenjar getah
bening di dekatnya dapat membengkak dan terasa lunak. Kelenjar getah bening di
lipatan paha membesar karena infeksi pada tungkai, kelenjar getah bening di
ketiak membesar karena infeksi di lengan. Penderita dapat mengalami demam,
menggigil, peningkatan denyut jantung, sakit kepala, dan tekanan darah rendah.
Terkadang gejala-gejala ini timbul beberapa jam sebelum gejala lainnya muncul
di kulit. Akan tetapi pada beberapa kasus gejala-gejala ini sama sekali tidak
ada.
Abses dapat timbul sebagai akibat dari selulitis. Meskipun jarang, dapat
terjadi komplikasi serius berupa penyebaran infeksi di bawah kulit yang
menyebabkan kematian jaringan dan penyebaran infeksi melalui aliran darah
(bacteremia) ke bagian tubuh lainnya. Jika selulitis kembali menyerang sisi
yang sama, maka pembuluh getah bening di dekatnya dapat mengalami kerusakan dan
menyebabkan pembengkakan jaringan yang bersifat menetap.
B.
Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri b.d respon inflamasi lokal
jaringan subkutan
2.
Hipertermi b.d respon inflamasi sistemik
3.
Kerusakan integritas jaringan
kulit b.d respon inflamasi lokal dan nekrotik jaringan subkutan
4.
Kecemasan b.d prognosis penyakit,
kondisi sakit, dan perubahan kesehatan
C.
Intervensi
Tujuan intervensi keperawatan adalah
menurunkan stimulus nyeri, penurunan suhu tubuh, peningkatan integritas kulit,
dan pemenuhan informasi. Untuk intervensi penurunan suhu tubuh dapat disesuaikan
dengan masalah yang sama pada pasien varisela. Untuk intervensi peningkatan
integritas kulit dapat disesuaikan dengan masalah yang sama pada pasien
furunkel.
Nyeri berhubungan dengan inflamasi lokal saraf perifer kulit
|
|
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurang atau hilang atau
teradaptasi
Kriteria evaluasi :
- secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi.
Skala nyeri 0-1 (0-4)
- dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan
nyeri
- pasien tidak gelisah
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST
|
Menjadi parameter dasar untuk mengetahui sejauh mana intervensi yang
diperlukan dan sebagai evaluasi keberhasilan dari intervensi manajemen nyeri
keperawatan yang telah dilakukan
|
Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan
non-invasif
|
Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
menunjukkan ketidakefektifan dalam mengurangi nyeri
|
Lakukan manajemen nyeri keperawatan :
- atur posisi fisiologis
- istirahatkan klien
- manajemen lingkungan : lingkungan tenang dan batasi pengunjung
- ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam
- ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
- lakukan manajemen sentuhan
|
Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 ke jaringan yang
mengalami iskemia
Istirahat akan menurunkan
kebutuhan O2jaringan perifer dan akan meningkatkan suplai darah
pada jaringan yang mengalami peradangan
Lingkungan tenang akan menurunkan
stimulus nyeri eskternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan
kondisi O2 ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung
yang berada di ruangan
Meningkatkan asupan O2
sehingga menurunkan nyeri sekunder dari iskemia jaringan
Distraksi (pengalihan perhatian)
dapat menurunkan stimulus internal dengan mekanisme peningkatan produksi
endorphin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak
dikirimkan ke korteks serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri
Manajemen sentuhan pada saat nyeri
berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri. Masase
ringan dapat meningkatkan aliran darah dan dengan otomatis membantu suplai
darah dan oksigen ke area nyeri dan menurunkan sensasi nyeri
|
Kolaborasi dengan dokter dengan pemberian analgetik
|
Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang
|
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik
|
Terapi antibiotic sistemik, yang dipilih berdasarkan pemeriksaan
sensitivitas umumnya diperlukan. Preparat oral penisilin dan eritromisin juga
efektif untuk mengatasi selulitis
|
Kecemasan berhubungan dengan
prognosis penyakit, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan
|
|
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam
kecemasan klien dapat berkurang
Kriteria :
- klien menyatakan kecemasan
berkurang
- mengenal perasaannya, dapat
mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya, kooperatif
terhadap tindakan, wajah rileks
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji tanda verbal dan nonverbal
kecemasan, damping klien dan lakukan tindakan bila menunjukkan perilaku
merusak
|
Reaksi verbal/nonverbal dapat
menunjukkan rasa agitasi, marah dan gelisah
|
Hindari konfrontasi
|
Konfrontasi dapat meningkatkan
rasa marah, menurunkan kerja sama, dan mungkin memperlambat penyembuhan
|
Tingkatkan control sensasi klien
|
Control sensasi klien (dan dalam
menurukan ketakutan) dengan cara memberikan tentang keadaan klien, menekankan
pada penghargaan terhadap sumber-sumber koping (pertahanan diri) yang
positif, membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan serta
memberikan respon balik yang positif
|
Orientasikan klien terhadap
prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan
|
Orientasi dapat menurunkan
kecemasan
|
Beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan ansietasnya
|
Dapat menghilangkan ketegangan
terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan
|
Berikan privasi untuk klien dan
orang terdekat
|
Memberi waktu untuk
mengekspresikan perasaan, menghilangkan cemas, dan perilaku adaptasi. Adanya
keluarga dan teman-teman yang dipilih klien melayani aktivitas dan pengalihan
(misalnya: membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi
|
Kolaborasi :
Berikan anticemas sesuai indikasi,
contohnya diazepam
|
Meningkatkan relaksasi dan
menurunkan kecemasan
|
D.
Evaluasi
1. Terjadi penurunan respon nyeri
2. Suhu tubuh dalam rentang normal dan klien merasa nyaman
3. Peningkatan integritas kulit
4. Tingkat kecemasan berkurang
BAB 3
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Infeksi kulit tidak hanya dapat menimbulkan masalah
kesehatan fisik namun juga masalah psikis dan ekonomi sosial seseorang. Infeksi
kulit berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi infeksi bakteri, infesi virus, dan
infeksi jamur. Infeksi bakteri terdiri dariimpetigo, folikulitis, furunkel, dan
karbunakel. Infeksi virus contoh yang paling banyak adalah herpes zoster.
Penatalaksanaan infeksi kulit tergantung pada penyebabnya itu sendiri. Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan integumen adalah lokasi dan/atau dari
kelainan yang ada, karekteristik dari setiap lesi, pemeriksaan lokasi-lokasi
“sekunder” dan teknik-teknik pemeriksaan “khusus”. Adapaun masalah keperawatan
yang dapat muncul dari infesi kulit adalah nyeri, hipertermi, ansietas,
kerusakan integritas kulit, gangguan citra tubuh.
B.
Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini kita menjadi lebih mengerti perbedaan
dari infeksi virus dan bakteri, tanda dan gejala dan komplikasi dari infeksi
kulit yang disebabkan oleh virus dan bakteri. Untuk itu, kita harus menjaga
kesehatan hygiene tubuh kita serta menjaga agar lingkungan tetap bersih dan
nyaman.
DAFTAR PUSTAKA
Burns Tony. (2005). Dermatology. Jakarta;Erlangga
Djuanda A, dkk. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin: Pioderma. 6thed. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI;2013. P. 57-61.
Doengoes,M.E.et all. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.
Jakarta : EGC
Folikulitis/Furunkel/Karbunkel;
Furunkulosis. 2nded. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair;
2011. P.30-2.
Donna D. Ignatavicus, dkk. 1995. Medical Surgical
Nursing: A Nursing Process Approach.
Muttaqin, Arif. 2011. Askep Gangguan Intergumen. Jakarta: Salemba Medika
Novriani, Erni. 2008. Laporan Pendahuluan Selulitis. 1 Juni
2012
United
of America : W.B Saunders Company
Daili,Emmy S. Sjamsoe,Menaldi,Sri Linuwih, Wisnu,I Made. 2012. Penyakit Kulit yang Umum
di Indonesia. Jakarta: PT MEDICAL MULTIMEDIA INDONESIA.
http://www.google images.com/