BAB I
1.1 Latar belakang
Indonesia merupakan suatu
Negara kepulauan yang terletak di antara benua Asia dan benua Australia serta
samudra pasifik dan samudra hindia. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat
majemuk yang hiterogen, didalamnya terdiri dari berbagai ras suku bangsa,
bahasa, warna kulit, agama dan adat istiadat yang berbeda. Dari berbagai
perbedaan tersebut sehingga dalam masyarakat Indonesia rawan dengan adanya
konflik antara daerah yang satu dengan daerah yang lain.
Oleh karena itu perlu adanya
suatu strategi guna menjaga persatuan dan kesatuan masyarakat Indonesia. Dalam
perkembangannya strategi tersebut tidak hanya untuk menanggulangi masalah
konflik antar daerah di Indonesia tetapi juga untuk menghadapi segala gangguan
yang datang dari luar Indonesia yang mengancam keutuhan Negara Kesatuan
Rebublik Indonesia.
Suatu Negara akan bisa utuh
jika masyarakatnya menjaga perdamain dan persatuan. Terutama di Negara kita
ini, yang didalamnya terdiri dari berbagai ras suku bangsa, bahasa, warna
kulit, agama dan adat istiadat yang berbeda. Dan keutuhan Negara Kesatuan
Rebublik Indonesia itu juga dipengaruhi oleh ketahanan nasional yang dimiliki
Negara tersebut.
Adapun unsur atau gatra
delapan dalam ketahanan nasional adalah penduduk, sumber daya alam, wilayah, ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan Astagatra?
2. Ada berapa unsur-unsur gatra dalam ketahanan nasional?
3. Apa itu perdamaian dunia dan
Bagaimana strategi Indonesia dalam usaha mencapai perdamaian dunia?
1.3 Tujuan
Berdasarkan masalah di
atas, maka tujuan ditulisnya makalah ini adalah untuk:
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Astagatra
2.
Untuk mengetahui unsur-unsur gatra dalam ketahanan
nasional
3.
Untuk mengetahui arti dari perdamaian dunia dan
strategi Indonesia dalam usaha mencapai perdamaian dunia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Astagatra dalam ketahanan nasional Indonesia
Unsur-unsur
kekuatan nasional di Indonesia diistilahakan dengan gatra dalam ketahanan
nasional Indonesia. Sedangkan unsur-unsur kekuatan nasional Indonesia dikenal
dengan nama Astagatra yang terdiri atas Trigatra dan Pancagatra.
1. Trigatra
adalah aspek alamiah yang terdiri atas penduduk, sumber daya alam, dan wilayah.
2. Pancagatra adalah aspek sosial yang
terdiri atas ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan
keamanan.
Unsur-unsur tersebut dianggap
mempengaruhi negara dalam hal mengembangkan kekuatan nasionalnya untuk menjamin
kelangsungan hidup bangsa dan negara yang bersangkutan.
Dalam praktiknya kondisi ketahanan
nasional dapat kita ketahui melalui pengamatan atas delapan gatra yang sudah
disebutkan diatas. Sedangkan lemah/menurunnya tingkat ketahanan nasional akan
menurunkan kemampuan bangsa dalam menghadapi ancaman kekuatan yang terjadi.
2.2 Penjelasan
Atas Tiap Gatra dalam ketahanan Nasional
2.2.1
Gatra
Penduduk
Penduduk
suatu negara menentukan kekuatan atau ketahanan nasional negara yang
bersangkutan. Faktor yang bersangkutan dengan penduduk negara meliputi dua hal
berikut:
a. Aspek
kualitas mencakup tingkat pendidikan, ketrampilan, etos kerja, dan kepribadian.
b. Aspek
kuantitas yang mencakup jumlah penduduk, pertumbuhan, persebaran, perataan, dan
perimbangan penduduk di tiap wilayah.
2.2.2
Gatra
Wilayah
Wilayah
turut pula menentukan kekuatan nasional Negara.
Adapun hal yang terkait dengan wilayah Negara
meliputi:
a. Bentuk wilayah Negara dapat berupa Negara pantai, Negara kepulauan, dan Negara kontinental.
b. Luas wilayah Negara; ada Negara dengan wilayah luas dan Negara dengan
wilayah sempit (kecil).
c. Posisi geografis,
astronomis, dan geologis Negara.
d. Daya dukung wilayah Negara; ada wilayah yang habitable dan ada
wilayah yang unhabitable.
2.2.3
Gatra Sumber Daya Nasional
Hal-hal yang
berkaitan dengan unsur sumber daya alam sebagai elemen ketahanan nasional,
meliputi:
a. Potensi sumber daya alam wilayah yang bersangkutan mencakup sumber daya
alam hewani, nabati, dan tambang.
b. Kemauan mengeksplorasi sumber daya alam.
c. Pemanfaatan sumber daya alam dengan memperhitungkan masa depan dan
lingkungan hidup.
d. Kontrol atas sumber daya alam.
2.2.4
Gatra di Bidang Ideologi
Ideologi
mendukung ketahanan suatu bangsa oleh karena ideologi bagi
suatu bangsa memiliki dua fungsi pokok, yaitu:
a.
Sebagai tujuan atau cita-cita dari kelompok masyarakat
yang bersangkutan, artinya nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi itu
menjadi cita-cita yang hendak dituju.
b.
Sebagai
sarana pemersatu dari masyarakat yang bersangkutan, atinya masyarakat yang
banyak dan beragam itu bersedia menjadikan ideologi sebagai milik bersama dan
menjadikannya bersatu.
2.2.5
Gatra di Bidang Politik
Politik penyelengaraan
bernegara sangat memengaruhi kekuatan nasional suatu Negara. Penyelenggaraan bernegara dapat ditinjau dari beberapa aspek, seperti :
a. Sistem politik yang dipakai yaitu apakah sistem demokrasi atau non demokrasi.
b. Sistem pemerintahan yang dijalankan apakah sistem presidensil atau parlementer.
c. Bentuk pemerintahan yang dipilih apakah republik atau kerajaan.
d. Susunan Negara yang dibentuk apakah sebagai Negara kesatuan atau Negara
serikat.
2.2.6
Gatra di Bidang Ekonomi
Ekonomi yang dijalankan
oleh suatu Negara merupakan kekuatan nasional Negara yang bersangkutan terlebih
di era global sekarang ini. Bidang ekonomi berperan langsung dalam upaya
pemberian dan distribusi kebutuhan warga Negara.
2.2.7
Gatra di Bidang Sosial Budaya
Unsur budaya di masyarakat
juga menentukan kekuatan nasional suatu Negara. Hal-hal yang dialami sebuah
bangsa yang homogen tentu saja akan berbeda dengan yang dihadapi bangsa yang
heterogen (plural) dari segi sosial budaya masyarakatnya.
2.2.8
Gatra di Bidang Pertahanan Keamanan
Pertahanan keamanan suatu
Negara merupakan unsur pokok terutama dalam mengahadapi ancaman militer Negara
lain. Oleh karena itu, unsur utama pertahanan keamanan berada di tangan tentara
(militer). Pertahanan keamanan Negara juga merupakan salah satu fungsi
pemerintahan Negara.
2.3 perdamaian dunia dan Bagaimana
strategi Indonesia dalam usaha mencapai perdamaian dunia
Perdamaian dalam pengertian negatifnya adalah
suatu kondisi tidak adanya peperangan, konflik kekerasan, ketegangan dan
huru-hara kerusuhan berskala besar, sistematis serta kolektif. Namun demikian,
berlanjutnya tindak kekerasan seperti terorisme, diskriminasi dan penindasan
terhadap minoritas dan kaum wanita serta anak-anak, kekerasan struktural oleh
sebab-sebab kemiskinan dan pengangguran, intoleransi agama, dan rasisme serta
sentimen kesukuan, bisa dikatakan merupakan keadaan tidak adanya situasi
damai bagi mereka yang menjadi korban. Oleh karena itu, perdamaian harus
dirumuskan pula secara lebih positif, tidak hanya dengan meniadakan peperangan
dan konflik bersenjata berskala besar, melainkan juga memberantas berbagai
tindak kekerasan, ketidakadilan, kriminalitas, penindasan dan eksploitasi
manusia oleh manusia lainnya yang lebih kuat serta berkuasa.
Cita-cita perdamaian mungkin sudah berumur sama dengan usia manusia itu
sendiri. Namun demikian, kegagalan-kegagalan menciptakan perdamaian juga sama
usianya dengan cita-cita damai sepanjang zaman. Hal itu menyebabkan berbagai
konsekuensi, antara lain pesimisme bahwa perdamaian abadi dianggap merupakan
sebuah utopia belaka, mengingat kenyataan bahwa kodrat manusia yang ditakdirkan
heterogen dalam cita-cita kelompok, keyakinan, serta kepentingan sosial
politik, sudah mengandung implikasi bahwa potensi konflik adalah sebuah
keniscayaan di muka bumi ini. Kalau demikian halnya, mengapa manusia modern di
awal millennium ke-3 ini, masih terus mencoba tidak kehabisan akal untuk
mencari cara dalam mengupayakan terciptanya perdamaian bagi diri, keluarga,
kelompok, bangsa, serta perdamaian global? Salah satu jawabannya adalah bahwa
selain kodrat manusia yang berbeda-beda dan bertentangan berdasarkan suku,
bangsa, ras, agama, dan perbedaan kelompok-kelompok secara primordial maupun
pertentangan kepentingan politik dan ideologi, maka merupakan kodrat/naluri (instinct)
manusia pula untuk mempertahankan jenisnya agar tidak mengalami kemusnahan
total oleh saling menghancurkan dan memusnahkan. Itulah sebabnya, dalam
sejarah, setelah peperangan demi peperangan, kekerasan demi kekerasan dilakukan
oleh sesama manusia, maka manusia secara akumulatif selalu berusaha menciptakan
mekanisme-mekanisme untuk mewujudkan pemulihan keadaan damai.
Adapun hal-hal yang harus dilakukan oleh Negara Indonesia dalam menciptakan
sebuah perdamaian Negara adalah:
1)
Menghargai Keberagaman
Indonesia yang terdiri dari berbagai unsur dan bermacam-macam kelompok,
hanya akan terpelihara eksistensinya, apabila ada kerelaan untuk saling
menerima keberagaman dari setiap komponen bangsa terhadap komponen atau
kelompok lainnya. Setiap warga negara mesti menyadari, tidak mungkin kedamaian
dibangun secara hakiki, apabila suatu kelompok agama tertentu menganggap
dirinya adalah kelompok agama yang lebih istimewa dibandingkan dengan yang
lainnya. Salah satu potensi besar dalam menyumbang terhadap perdamaian adalah
dengan kembali kepada ajaran-ajaran pokok setiap agama, karena mayoritas sangat
besar dari bangsa Indonesia adalah umat beragama. Agama melalui para pemeluknya
harus belajar meninggalkan sikap memutlakkan ajaran agama (absolutisme agama)
sendiri sebagai satu-satunya kebenaran yang ada di dunia, dan sebaliknya dapat
berbagi ruang hidup secara lapang dada dengan menerima keanekaragaman
agama-agama (pluralisme agama) di Indonesia.
2)
Dialog Perdamaian
Dalam dialog perdamaian ini, sekali lagi harapan dibebankan kepada para
pemeluk-pemeluk agama. Hal ini didasarkan oleh kenyataan, bahwa sudah begitu
banyak kekejaman dan kekerasan yang dilakukan oleh manusia terhadap manusia
lainnya di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, justru dengan justifikasi yang
berasal atas ajaran agama-agama tertentu. Apalagi agamalah tampaknya yang paling
sering menjadi alat politik untuk membenarkan kelompok sendiri, serta
menyalahkan kelompok lainnya. Padahal, setiap orang beragama umumnya sepakat,
bahwa pesan inti agama adalah memelihara kehidupan damai serta saling mengasihi
antar sesama manusia. Apabila yang terjadi adalah sebaliknya dari pesan-pesan
pokok setiap agama, tentulah telah terjadi kesalah pahaman antar pemeluk agama.
Untuk itulah dialog perdamaian antar agama perlu dilakukan secara
terus-menerus. Momentum dialog antar agama mulai dirasakan keperluannya dan
kemungkinan-kemungkinan keberhasilannya di zaman modern ini, setelah para uskup
agama Katolik seluruh dunia menyelenggarakan Konsili Vatikan II, tahun 1964.
Pada waktu itu antara lain dibahas agar soal umat Katolik menjalin dialog dengan
pemeluk agama dan berbagai kebudayaan lain yang ada di dunia ini. Inisiatif
dialog ini kemudian disambut dengan baik oleh kalangan Islam. Dewasa ini sudah
cukup banyak organisasi dan forum-forum dialog agama-agama internasional, tidak
hanya antara Islam dan Kristen, melainkan juga antara Kristen dengan Yahudi,
Kristen dengan Hindu, juga yang bersifat multilateral antara berbagai agama.
Hal ini kalau dilakukan secara terus-menerus dengan semangat saling menghargai
serta sikap yang dilandasi ketulusan dan kejujuran, diharapkan besar
kemungkinan akan memberikan sumbangan berarti bagi Perdamaian.
3)
Menegakkan Kebenaran dan
Keadilan
Satu hal yang tidak boleh dilupakan dalam proses awal menciptakan
perdamaian yang hakiki adalah dengan upaya melakukan upaya pengungkapan
penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu. Tidak
akan mungkin tercipta perdamaian yang hakiki dengan tindakan menutup-nutupi
atau menyembunyikan berbagai tindakan kekerasan terhadap HAM di masa lalu, dan
melepaskan para pelaku penyalahgunaan kekuasaan politik atas nama Negara
terhadap masyarakat yang lemah yang seharusnya dilindungi oleh negara.
4)
Melalui Pendekatan Cultural
(Budaya)
Untuk mewujudkan perdamaian kita harus mengetahui budaya tiap-tiap
masyarakat ataupun sebuah Negara. Jika tidak, maka akan percuma saja segala
upaya kita. Dengan mengetahui budaya tiap-tiap masyarakat atau sebuah Negara
maka kita bisa memahami karakteristik dari masyarakat atau Negara tersebut.
Atas dasar budaya dan karakteristik masyarakat atau suatu Negara, kita bisa
mengambil langkah-langkah yang tepat dan efektif dalam mewujudkan perdamaian
disana. Dan pendekatan budaya ini merupakan cara yang paling efektif dalam
mewujudkan perdamaian di masyarakat Indonesia serta dunia.
5)
Melalui Pendekatan Sosial dan
Ekonomi
Dalam hal ini pendekatan sosial dan ekonomi yang terkait masalah
kesejahteraan dan faktor-faktor sosial di masyarakat yang turut berpengaruh
terhadap upaya perwujudan perdamaian dunia. Ketika masyarakatnya kurang
sejahtera tentu saja lebih rawan konflik dan kekerasan di dalamnya. Masyarakat
atau Negara yang kurang sejahtera biasanya akan “cuek” atas isu dan seruan
perdamaian. “Boro-boro mikirin perdamaian dunia, buat makan untuk hidup
sehari-hari saja susahnya minta ampun”, begitu fikir mereka yang kurang
sejahtera. Maka untuk mendukung upaya perwujudan perdamaian dunia yang harus
dilakukan terlebih dahulu adalah meningkatkan pemerataan kesejahteraan seluruh
masyarakat dan Negara di dunia ini.
6)
Melalui Pendekatan Politik
Melalui pendekatan budaya dan sosial ekonomi saja belum cukup efektif untuk
mewujudkan perdamaian dunia. Perlu adanya campur tangan politik, dalam artian
ada agenda politik yang menekankan dan menyerukan terwujudnya perdamaian dunia.
Terlebih lagi bagi Negara-negara maju dan adidaya yang memiliki power atau
pengaruh dimata dunia. Negara-negara maju pada saat-saat tertentu harus berani
menggunakan power-nya untuk “melakukan sedikit penekanan” pada Negara-negara
yang saling berkonflik agar bersedia berdamai kembali. Bukan justru membuat
situasi semakin panas, dengan niatan agar persenjataan mereka terus dibeli.
7)
Melalui Pendekatan Religius
(Agama)
Pada hakikatnya seluruh umat beragama di dunia ini pasti menginginkan
adanya perdamaian. Sebab tidak ada agama yang mengajarkan kejahatan, kekerasan
ataupun peperangan. Semua Negara mengajarkan kebaikan, yang diantaranaya kepedulian
dan perdamaian. Maka dari itu setiap kita yang mengaku beragama dan ber-Tuhan
tentu harus memiliki kepedulian dalam turut serta mewujudkan perdamaian di
masyarakat maupun di kancah dunia. Para tokoh agama yang dianggap memiliki
kharisma dan pengaruh besar di masyarakat harus ikut serta aktif menyerukan
perdamaian.
BAB III
KESIMPULAN
Untuk mencapai ketahanan nasional menurut Indonesia diperlukan beberapa
gatra delapan, yaitu:
1)
Gatra Penduduk
2)
Gatra Sumber Daya Alam
3)
Gatra Wilayah
4)
Gatra Ideologi
5)
Gatra Politik
6)
Gatra Ekonomi
7)
Gatra Sosial Budaya
8)
Gatra Pertahanan Keamanan
Dari delapan Gatra tersebut kita juga bisa
mengetahui seberapa kuat ketahanan yang dimiliki Negara kita, dan kita bisa
menilai serta membandingkan ketahanan Negara kita dengan Negara lain.
Dengan adanya ketahanan nasional di Negara kita, maka
perdamaianpun akan mudah diciptakan dalam lingkup hidup bermasyarakat dalam
satu Negara. Selama masyarakat kita bersifat terbuka dan bisa menerima
perbedaan agama maupun budaya.
Pada dasarnya pencipta perdamaian adalah tokoh yang mengatasi
kekerasan dan konflik yang dihadapi melalui kepemimpinan dan visi untuk mencapai perdamaian.
DAFTAR PUSTAKA
Satriya, Bambang. 2009. Paradigma Baru
Pendidikan Kewarganegaraan di Perguuan Tinggi. Nirmana Media: Jakarta